Epilog

1.2K 22 0
                                    

''Menangis dan tertawa adalah dua hal yang tidak bisa dibedakan. Kadang kau menangis karena terlalu banyak tertawa, tapi juga terkadang kau tertawa karena terlalu banyak menyimpan luka.''

.

Selesai. Semuanya seolah berakhir kala jasad Seena selesai dimakamkan dengan layak. Kini hanya tinggal rasa sesak yang masih begitu terasa seolah memilih abadi di dalam kepiluan. Mengabaikan jeritan histeris Sarah yang berakhir pingsan di pelukan suaminya. Desisan penuh kerinduan dari Anggi dan Cara yang hanya mampu diucapkan lewat air mata dan isakan pelan.

Juga helaan nafas penuh kehilangan dari seorang Aksara Dinata Adelio yang terdengar merenggut dominasi sejenak.

Satu persatu para pelayat mulai meninggalkan area pemakaman setelah menyampaikan rasa bela sungkawa mereka untuk yang kesekian kalinya setelah kepergian Seena. Kini hanya tersisa Samuel dan Aldebaran di makam yang sudah terisi raga Seena di dalamnya.

Samuel memukul dadanya berulang kali, mencoba menghalau rasa sesak yang merenggut ketenangannya secara tak terduga. Ini perasaan yang begitu asing, karena untuk pertama kalinya Samuel merasa terluka tanpa tau caranya menangis untuk mencurahkan lukanya sendiri.

Tidak ada air mata sedikitpun, Samuel seolah menahan semuanya di dalam keheningan. Padahal yang terjadi justru ia tengah berusaha keras menemukan cara untuk bisa menangis seperti yang lain. Ia kehilangan, sangat. Tapi ia juga tidak mengerti dengan dirinya sendiri yang tidak bisa mengeluarkan setetes air mata pun dari kedua netranya.

Hanya sesak dan sakit yang begitu terasa menyiksa batinnya secara perlahan.

''Kalau lo udah selesai lo bisa pulang, gue duluan.'' Ucap Al sambil berdiri tanpa menampilkan ekspresi apapun di wajahnya. Ia tidak membenci Samuel sama sekali, ia hanya---

Belum siap kehilangan Seena secepat ini.

''Dari Seena, semoga lo cepat baik baik aja setelah ini.'' Ucapnya seraya memberikan sebuah amplop putih yang Seena berikan beberapa hari yang lalu padanya.

Samuel menatap amplop itu sejenak kemudian mengambilnya dari tangan Al tanpa berucap apapun. Setelahnya Al berlalu begitu saja.

Mungkin, mencoba menghibur diri sendiri adalah yang akan Al lakukan saat ini.

Samuel menatap batu nisan bertuliskan nama Seena beserta tanggal lahir dan tanggal kematiannya. Rasanya kenapa seperti mimpi? Seperti Seena masih ada di sini dan dalam keadaan baik baik saja.

Atau memang Seena-nya ada di sini, dan sudah terlepas dari segala rasa sakitnya?

''Seen, kalau kamu memang ada di sini, aku mau minta maaf sama kamu.''

''Maaf buat segalanya, buat kesalah pahamanku, buat keegoisanku, dan buat semuanya yang aku lakuin yang sering nggak berkenan di hati kamu.''

''Maaf,''

Samuel mengusap nisan milik Seena lalu menciumnya lama. Setelahnya ia menatap amplop putih di tangannya beberapa saat, lalu memutuskan untuk membukanya segera.

Samuel! Makasih ya udah pernah jadi bagian terbaik di dalam kisahku. Kamu tau? Aku seneeeeeengg banget bisa kenal dan pacaran sama kamu! Ya, walaupun nggak lama dan kita harus putus karena masalah yang nggak aku tau itu apa.

Kamu capek ya sama aku? Maaf ya, aku buat kamu tertekan selama kamu temenan dan pacaran sama aku. Tapi sumpah deh, aku itu sayaaaaaannngg banget sama kamu! Aku beneran nggak ada niatan buat bikin kamu capek apalagi sampai kecewa sama aku.

Sam, kamu satu satunya orang yang bikin aku ngerti bagaimana rasanya bahagia tanpa kata kata. Walaupun sebentar, aku cukup seneng bisa kenal sama kamu. Karena kamu mampu buat aku bisa jadi diri aku sendiri kalau sama kamu. Makasiihh banget ya, sayang. Eh maaf, 'kan kita udah putus ya.

Aku tau aku salah, selama ini aku terlalu percaya pada banyak orang sampai aku harus mendapat pengkhianatan dari semua orang. Tapi dari semua orang itu, cuma kamu yang bisa menciptakan luka yang begitu membekas di hatiku. Kamu tau, 'kan aku pernah patah, aku jatuh, aku hancur, dan kamu membuat aku bangkit dan sadar kalau bersedih pun tidak ada gunanya. Tapi hari ini kamu buat aku lebih sadar lagi, kalau aku masih bisa jatuh lebih dalam. Dan sekarang aku merasakannya.

Eh, aku sama sekali nggak marah kok sama kamu. Karena bagaimanapun aku tau kamu orang baik. Tetap jadi Samuel yang aku kenal ya? Dan aku harap kita masih bisa dipertemukan lagi di langit atau pun di kehidupan selanjutnya.

I LOVE YOU prasasti hidupku!

Hanya Seena yang mampu merubah hidupnya menjadi lebih baik. Dan saat ini gadis itu benar benar sudah pergi. Samuel meneteskan air matanya tanpa ia sadari. Surat itu ia peluk sekuat mungkin, berharal ia bisa merasakan pelukan Seena untuk yang terakhir kalinya sekali lagi.

Langit yang saat ini menjadi atapnya bernaung diselimuti awan hitam. Samuel tau ini sudah hampir sore, satu hari setelah Seena benar benar menghembuskan nafasnya yang terakhir. Samuel menghela nafasnya yang terasa begitu berat. Ia merindukan gadisnya.

''Seen, makasih juga buat semuanya.''

''I love you too, sayang.''

Angin berhembus menerbangkan ujung poni rambut Samuel. Entah kenapa rasanya seperti sentuhan tangan Seena di keningnya. Samuel memejamkan matanya, jika itu benar benar Seena, Samuel sangat ingin memeluknya lagi.

Bisa kah?

Angin kembali bertiup cukup kencang, hanya sekali seolah mengatakan bahwa Seena sudah baik baik saja tanpa Samuel.

''Itu kamu, Seen? Kalau itu memang kamu, terimakasih sudah datang.''

Samuel beranjak, mengingat langit mendung di atasnya pasti akan segera menurunkan hujannya. Meski berat meninggalkan Seena sendirian di sana, Samuel memaksakan langkahnya. Seena sudah tenang di tempat barunya, dan semoga gadis itu bisa kembali bertemu dengan Anjani di alam yang sama.

Samuel menoleh kala ia baru meninggalkan makam dalam sepuluh langkah. Ia tersenyum saat angin yang sama kembali menerpa wajahnya, kini ia yakin Seena benar benar sudah kembali baik tanpa dirinya.

Sekarang tinggal Samuel yang harus menjadi baik baik saja setelah Seena pergi untuk selama lamanya.

Saat punggung Samuel terlihat semakin menjauh, saat itulah sosok Seena yang terlihat sangat sehat berdiri di dekat makamnya sendiri. Menatap Samuel dari kejauhan sambil tersenyum manis.

''Selamat bertemu di langit yang sama atau di kehidupan yang akan datang, Samuel.''

Seena tersenyum, rambut hitamnya yang terlihat kembali panjang melambai lambai di tiup angin. Seiring dengan tubuhnya yang kemudian menghilang ditelan cahaya pias.

Seena sudah tenang, dan Samuel mencoba untuk ikhlas.

ECCEDENTESIAST [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang