28.Sakit

384 17 0
                                    

[28.Sakit.]

''Lebih baik sedikit yang tau, tatapan kasihan mereka justru membuat gue jadi terlihat menyedihkan.''

.


''Kata dokter, Seena baik baik aja, dia cuma kecapekan.'' Al berujar di hadapan Samuel yang tengah menunduk. Sejak kemarin Samuel tidak mau beranjak dari tempatnya. Bahkan pakaiannya yang basah kuyup sampai kering dengan sendirinya saking lamanya dia ada di sana.

Agak ragu dengan jawaban Al, Samuel bangkit menatap cowok itu, ''Beneran? Tapi kemarin,--''

''Dia nggak apa apa, sejak kecil emang gitu kalau kecapekan.'' Ucap Al. Ia memegang bahu kanan Samuel agar pemuda itu yakin dengan ucapannya.

Padahal yang terjadi sebenarnya adalah itu kali pertama Seena merasakan sakit yang begitu menyiksa. Bahkan pukulan Danis tidak pernah sesakit itu.

Samuel menunduk, masih tidak percaya tapi ia harua berusaha yakin. Ia tidak mau prasangka buruknya justru akan diaminkan oleh malaikat. Ia ingin Seena baik baik saja. Mengabaikan segala pikiran buruknya, Samuel kembali menatap Al.

''Sorry, Al. Yang kemarin itu--''

''Santai, gue yang harusnya minta maaf. Gue kurang mengerti masalah itu tapi maksa buat ikut campur.'' Al tersenyum membuat Samuel juga ikut tersenyum. ''Damai ya? Gue bosen kalau nggak ada lo soalnya.'' Ucapnya kemudian.

''Sialan, tapi nggak apa apa, gue juga.'' Jawab Samuel.

Kedua pemuda itu berpelukan ala lelaki. Sebelumnya mereka belum pernah bermusuhan seperti kemarin. Jika marahan mungkin hanya sekitar 2 atau 3 jam mereka sudah main bersama lagi. Yang kemarin itu yang paling lama.

''Gue bisa ketemu Seena?'' Tanya Samuel sesaat setelah mereka saling melepas pelukannya.

Al memandang ragu Samuel, ''Sam, lo mending ganti baju dulu deh. Habis itu baru ketemu Seena. Kalau kelamaan lo bisa sakit,'' jawab Al.

Samuel memeriksa dirinya sendiri, sejak semalam ia tidak merasakan apapun. Entah karena terlalu mengkhawatirkan Seena atau memang dia sudah mati rasa dengan semua rasa sakit yang ada. Tubuhnya terlihat baik baik saja meskipun sedikit yang tau kalau Samuel sebenarnya menderita. Pakaiannya sudah kering karena terkena angin malam sampai sekarang. Tapi jika disentuh, kulitnya akan terasa sedingin es.

Karena dibahas oleh Al, ia jadi merasakan dinginnya. Padahal tadi rasanya dia baik baik saja dengan pakaian itu.

''Yaudah deh, salamin ke Seena ya, nanti gue balik lagi.'' ucap Samuel. Setelah menepuk pundak Al ia berjalan pergi meninggalkan Al sendirian di depan ruangan itu.

Al menatap kepergian Samuel sendu. Ada rasa bersalah yang hinggap di hatinya karena sudah menyembunyikan hal besar pada sahabatnya itu. Al terpaksa menyuruh Samuel pulang dulu karena itu keinginan Seena sendiri. Dia belum siap jika Samuel akan menanyainya banyak hal tentang apa yang terjadi padanya kemarin sore. Entah memilik jawaban jujur atau berbohong, Seena bingung harus bagaimana.

Al masuk ke ruangan Seena, dilihatnya gadis itu masih menutup matanya. Sendirian, di dalam ruangan yang penuh dengan aroma obat obatan ini. Merasa ada yang datang, Seena membuka matanya dan mendapati Al berdiri tidak jauh dari tempatnya berbaring. Al berjalan mendekat.

''Apa yang terjadi?'' sulit bagi Al untuk membuka suaranya saat ia dibuat hampir menangis karena keadaan Seena saat ini.

''Seperti yang lo lihat, kertas itu udah jawab semuanya, kan?'' Jawab Seena dengan tenang. Seolah gadis itu tidak merasakan sakit sama sekali.

ECCEDENTESIAST [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang