[18.Mereka yang terluka.]
''Hidup di dalam semesta yang penuh teka teki, dikejar oleh sosok menyeramkan yang disebut ambisi, dan dibesarkan oleh sebuah keformalitasan. Hidup itu keras, jangan mengeluh untuk mendapat dukungan.''
.
Samuel termenung menatap jawaban ulangan harian matematikanya yang mendapatkan nilai 95. Sangat tinggi sebenarnya karena mata pelajaran itu sangat menguras otak. Tapi Samuel yakin, setinggi apapun nilainya, tidak akan pernah mempengaruhi pemikiran papanya. Orang tua itu akan tetap melihatnya jauh di bawah kakaknya. Posisi seorang anak emas tidak akan pernah menjadi milik Samuel, selamanya.
''Gue dapet 100 juga papa nggak akan pernah bangga sama gue.'' Ucapnya lalu meremas kertas ulangan itu sampai tidak berbentuk lalu melemparnya ke sembarang arah.
''Wop!'' Seseorang menangkapnya. Berjalan mendekati Samuel lalu duduk di sebelahnya, ''Jangan buang sampah sembarangan dong, cintai lingkunganmu. Apa sih ini?''
Samuel membiarkan gadis itu membuka kertas ulangannya. Lagipula ia sudah tidak punya urusan lagi dengan kertas itu. Tidak membantunya sama sekali, paling nanti ia akan dihajar lagi oleh papanya.
''HAH, 95?! SAMUEL LO PINTER BANGET!!''
Seena, gadis itu memekik kencang saat kertas itu ia buka dan lihat apa isinya. Sangat mengejutkan seorang Samuel bisa mendapat nilai setinggi itu. Itu prestasi tertinggi Samuel dalam mata pelajaran matematika, menurutnya. Tapi tidak untuk Samuel, itu tetap bukan prestasi di matanya maupun di mata papanya.
''Sam? Kok diem aja? Lo harusnya seneng dong, nilai lo naik banget ini!'' Ucap Seena dengan semangat, berkali kali melihat kertas itu dengan takjup.
Merasa tidak ada respon, Seena menoleh melihat Samuel yang hanya diam saja. Tidak ada ekspresi di wajah tampan itu. Samuel kembali seperti biasanya, datar dan dingin.
''Sam? Lo kenapa? Lo nggak seneng dapet nilai tinggi ya?'' Tanya Seena bodoh, siapa orang yang tidak senang mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya? Mungkin Samuel itu senang, tapi rasa senangnya harus terkubur oleh rasa kecewanya mengingat nilai itu tidak akan pernah ada harganya untuk sang papa.
''Yaampun, Sam! Gue aja bangga banget loh punya temen kayak lo. Lo mau usaha jadi yang terbaik, lo keren banget tau.'' Ucap Seena, yang tanpa sadar membuat Samuel mengendurkan ekspresi tegangnya. Laki laki itu melihat Seena yang masih terus mengoceh tanpa henti seputar nilai terbaiknya itu.
Apa sebaik itu ia di mata Seena? Sebangga itu Seena berteman dengannya? Samuel berusaha mencari kebohongan di mata Seena, tapi gadis itu terlalu jujur untuk sebuah dusta. Seena terlihat bahagia melihat niainya yang membuat dirinya sendiri malah kecewa.
''Lo bangga sama gue?'' Tanya Samuel pelan.
Seena berhenti bersorak, ia menatap Samuel, ''Iya lah, pasti. Biasanya nilai lo rata rata, dan 95 itu nilai terbaik lo. Gue seneng banget tau lihat ini, Sam!'' Ucap Seena sangat riang. Gadis itu bahagia untuk temannya, perasaan itu datang sendiri dari hatinya.
''Nilai gue, dari dulu nggak pernah di atas 5. Dan lo bisa berusaha dari 7,5 sampai 9 itu luar biasa, Sam. Seneng dong!'' Ucap Seena. Ia melipat kertas itu menjadi persegi panjang kecil lalu memasukkannya ke dalam saku kemeja Samuel. ''Jangan dibuang lagi, ini seharusnya juga berharga banget buat lo.'' Ucap Seena lalu pergi dari sana.
Samuel menatap kepergian Seena dalam diam. Apa yang Seena katakan itu benar, tidak seharusnya ia membuang hasil kerja kerasnya selama ini. Nilai itu, akan menjadi sangat berharga di mata orang yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECCEDENTESIAST [✔]
Ficção Adolescente"Papa pura pura sayang ya sama aku, 15 meniiitt aja. Biar aku tau rasanya punya papa yang sayang sama aku, walaupun cuma pura pura." Seena mengerti seperti apa kehidupan yang ia jalani saat ini. Sebuah kehidupan dengan dirinya sebagai peran utamanya...