[31.Saat itu.]
''Kenapa saat semuanya sudah seberubah ini, kamu baru memutuskan untuk kembali?''
.SMP Merdeka Bangsa terlihat ramai pagi ini. Katanya mahasiswa dari salah satu Universitas terbaik di jakarta tengah melakukan kunjungan untuk mengajar murid murid selama beberapa minggu. Hal seperti ini biasa terjadi setiap satu tahun sekali, di sebuah tahun ajaran baru.
Beberapa Mahasiswa beralmet hitam terlihat berdiri di halaman SMP Merdeka Bangsa dengan dikelilingi oleh banyak murid. Mereka tengah menjelaskan tujuan kedatangan mereka sekaligus melakukan perkenalan. Di hari pertama mereka tidak langsung melakukan pembelajaran, para siswa diajak untuk bermain games dan bersenang senang seharian.
Merasa bosan, gadis berambut sebahu itu memisahkan diri dari kerumunan. Perasaannya sedang tidak baik. Ia ingin sendiri untuk menenangkan diri. Setidaknya sampai ia sedikit melupakan perihal pertengkaran kedua orang tuanya tadi pagi.
Seena berjalan menunduk di sepanjang lorong kelas 9 menuju parkiran yang berada tidak jauh dari tempatnya berjalan saat ini. Ia ingin menangis namun ia masih mencari tempat yang sepi untuk itu.
Beruntungnya Seena karena saat ini sekolah sedang sepi. Semua murid berkumpul di halaman dan suasana sekitar menjadi kosong. Ia menangis di jalan menuju parkiran, hingga tanpa sadar menabrak seseorang yang tengah berjalan berlawanan arah dengannya.
Seena yang jatuh terduduk masih menunduk, tidak berani mengangkat wajahnya yang dipastikan sembab karena menangis.
''Maaf, aku nggak lihat.'' Ucapnya pelan. Seena meruntuki dirinya sendiri karena suaranya yang serak pasti membuat orang itu tau kalau ia sedang menangis.
Seena melihat sepasang sepatu hitam putih itu berdiri sejajar di hadapannya. Kemudian salah satunya mundur dan menjadikan lututnya sebagai penyangga. Orang itu berjongkok di depan Seena sambil memiringkan kepalanya untuk melihat wajah yang tertutup helaian rambut itu.
''Kalau bicara lihat orangnya dong,'' ucapnya. Laki laki dan suaranya begitu merdu di dengar. Seena yakin dia adalah salah satu dari mahasiswa itu.
Perlahan Seena menaikkan dagunya, sedikit mendongak untuk menatap wajah laki laki di hadapannya itu yang lebih tinggi darinya. Wajahnya yang sembab dan hidungnya yang memerah membuat Seena terlihat menggemaskan. Apalagi saat kedua matanya berkedip menjatuhkan kristal bening dari bola matanya membuat laki laki itu terkekeh gemas.
''Kamu kenapa?'' Tanya laki laki itu.
Seena tidak menjawab, ia hanya terisak pelan lalu menurunkan kedua sudut bibirnya ke bawah. Pertanyaan 'kenapa' adalah yang paling melemahkannya. Isakannya yang tadinya hanya pelan menjadi semakin kencang karena nafasnya yang tersendat sendat. Seena menutup wajahnya dengan lengannya, menangis seperti kebanyakan anak kecil lainnya.
Meski sudah kelas 9, sifat Seena yang seperti anak SD susah dihilangkan. Gadis itu suka melakukan apapun semaunya, namun tidak dalam lingkaran negatif.
''Loh, kok nangis?'' Laki laki itu menarik kedua bahu Seena agar berdiri lalu membimbing Seena agar berjalan ke pinggir.
Seena duduk di pinggir tempat parkir dengan kaki selonjoran dan tangan yang masih mengusapi air matanya sendiri. Laki laki tadi berjongkok di hadapannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECCEDENTESIAST [✔]
Teen Fiction"Papa pura pura sayang ya sama aku, 15 meniiitt aja. Biar aku tau rasanya punya papa yang sayang sama aku, walaupun cuma pura pura." Seena mengerti seperti apa kehidupan yang ia jalani saat ini. Sebuah kehidupan dengan dirinya sebagai peran utamanya...