🌻Bagian 38

269 16 2
                                    

Yang terpenting, sekarang aku udah sama kamu.

[Tegar saka Arkana]

"Saka, minum obatnya dulu."

"Makasih, Ray."

Raya diam beberapa saat setelah Saka meminum obat yang dia berikan. Memandang ke sembarang arah dengan tatapan yang sulit Saka artikan. Raya melamun lagi.

"Melamun nggak bisa bikin kamu jadi kaya, kenapa sih?"

"Eh, umm ... gak apa-apa. Kamu butuh apa lagi?" jawab Raya sambil tersenyum. Gadis itu jelas berusaha terlihat tenang. Tingkahnya yang begitu justru semakin membuat Saka curiga.

"Yakin gak apa-apa? Sampai kapan kamu biarin aku bertanya-tanya, hmm? Setahu aku, yang namanya pacaran itu harus saling terbuka. Kamu anggap aku pacar atau bukan sih, Ray? Sapaan kita udah ganti jadi aku-kamu. Tapi kenapa aku ngerasa kita masih ada jarak? Kamu beneran sayang sama aku kan, Ray?"

Raya menunduk, dia tidak tahu harus mulai dari mana menjelaskan pada Saka tentang apa yang dia rasakan saat ini. Namun pada akhirnya, Raya tetap harus bersuara.

"Aku udah bilang kalo bakal cerita nanti pas kamu udah sembuh, kan?"

"Tapi aku mau sekarang. Aku udah baik-baik aja, Ray."

Raya akhirnya mengangguk. Mulai menjelaskan apa yang menjadi kecemasannya. "Aku pantas gak sih, Saka, ada di samping kamu. Maksudnya, jadi pacar kamu. Setelah semua yang udah terjadi, rasanya aku nggak pantas aja dapetin kamu. Kamu itu terlalu baik, sampai sekarang aku masih nggak nyangka kalo kamu masih mau nerima aku. Aku udah sakiti hati kamu dengan menerima Oriza sebelum waktu satu bulan kamu habis. Aku juga udah nolak kamu dengan alasan yang nggak seharusnya aku ucapin. Bahkan jauh sebelum itu, aku pernah sampai gak sudi lihat wajah kamu.  Sekarang, aku merasa bersalah karena bagaimana pun, kamu celaka kayak gini saat bareng aku. Kamu tahu kan, kalo di luar sana itu banyak banget perempuan yang menginginkan kamu? Tapi kenapa kamu cuma mau aku? Seorang cewek yang selalu mengenyampingkan kamu."

"Ray, cukup. Berhenti bilang kalo kamu nggak pantas untuk aku. Bisa kan?"

"Tapi, Saka-"

"Aku udah pilih kamu. Gak perlu ada alasan selain karena aku cinta sama kamu. Aku bahagia, Ray, deket sama kamu. Itu aja cukup. Masa lalu ya biarin aja berlalu." Saka menggenggam tangan Raya. "Yang terpenting, sekarang aku udah sama kamu."

Raya tersenyum tulus. Dicintai oleh Saka benar-benar membuatnya merasakan arti bahagia. Dicintai oleh Saka juga membuatnya merasa penting dan berharga.

"Aku sayang, Ray, sama kamu."

"Aku boleh peluk kamu?" tanya Raya ragu-ragu.

Saka tersenyum. "Sini," ucapnya diiringi tawa kecil.

Pelan-pelan Raya mendekatkan tubuhnya, menyandarkan kepalanya di dada Saka. Tangannya setengah merangkul perut sang kekasih. "Aku yakin nggak akan pernah menyesal udah pilih kamu."

🌻🌻🌻

Waktu berlalu dengan cepat, matahari sudah berada di tengah. Raya tertidur di samping Saka dengan terus menggenggam tangan kekasihnya itu. Gadis itu sudah banyak bicara sebelumnya. Saka terus memancing agar Raya menceritakan semua yang terjadi selama dirinya tak sadarkan diri. Saka tidak menyangka bahwa Thalita dan Luna sudah sejahat itu pada Raya.

Raya juga bercerita tentang ayah kandungnya.

"Aku udah ketemu sama ayah kandung aku, Saka. Namanya Marco. Dia juga bilang aku memang ada  kemiripan sama Prila. Tapi katanya, Prila lebih kalem. Lebih feminim. Lebih mirip sama mama. Dia baik, tapi aku ngerasa dia nggak bisa gantiin posisi ayah Devandra di hati aku. Mungkin karena aku masih kecewa dengan kenyataan bahwa ayah Marco hampir buat mama kehilangan bahagianya. Ayah Marco perkosa Mama setelah Mama satu minggu menikah sama Ayah Devandra. Setelah mama melahirkan, dia bawa Prila pergi diam-diam. Itu jelas jahat banget, kan, Saka? Aku jadi ngerti kenapa nenek nggak bisa terima kehadiran aku dan mama lagi. Itu karena dia merasa dibohongi. Ayah Devandra cinta banget sama mama, dia nggak mau kehilangan mama setelah tahu bahwa kejadian itu bukan sepenuhnya salah mama. Yang salah itu ayah Marco. Sahabat mama sendiri."

Tangan Saka kini merapikan rambut Raya yang menghalangi wajah cantiknya. "Terima kasih udah mau cerita semuanya, Ray. Itu cukup bikin aku merasa berguna karena bisa tenangin kamu."

Menurut Saka, bisa membuat orang yang dia sayangi merasa nyaman menceritakan apa pun adalah suatu keharusan. Dengan begitu, orang-orang di sekelililingnya akan percaya dan mulai terbuka tentang apa pun. Apalagi seorang perempuan.

Saka tahu, terkadang seorang perempuan hanya perlu didengarkan, ditenangkan, diberi tepukan hangat saat dilanda gelisah. Itu saja sudah cukup agar perasaannya jadi lebih baik.

Mata Raya terbuka pelan-pelan, pergerakan Saka sedikit mengganggu tidurnya.

"Maaf Saka, aku ketiduran."

"Gak apa-apa. Aku suka lihat wajah kamu kalo lagi tidur. Berasa lihat bidadari."

"Gombal."

Pipi Raya bersemu merah. Sedikit senyuman menghiasi wajah cantiknya. Dia, bahagia seharian ini bisa menjaga Saka.

Di ambang pintu, Karin dan Samuel menyaksikan bagaimana Saka sangat mencintai Raya. Mereka berdua urung masuk dan malah duduk di depan ruangan.

"Kamu lihat kan gimana sayangnya Saka sama Raya? Mereka itu cocok, Rin. Saling mencintai. Kamu nggak bisa terus-terusan menganggap Raya bersalah dalam kecelakaan itu. Saka sendiri yang bilang kalo dia yang nggak hati-hati."

Karin hanya diam.

"Jangan buat kisah cinta Saka serumit kita dulu. Saka berhak memilih bahagianya sendiri, kan?"

"Aku cuma takut Saka kecewa lagi. Jangan sampai dia terlalu mencintai seseorang sampai lupa bahwa dirinya juga punya perasaan yang harus dijaga. Orang yang Saka cintai sekarang adalah kembaran dari orang yang pernah membuat Saka hancur di masa lalu, Mas. Kamu nggak tahu separah apa Saka dulu."

"Masa lalu harusnya bukan penghalang untuk Saka bisa bahagia lagi, kan? Lagi pula mereka dua orang yang berbeda. Kamu gak bisa menyamakan keduanya hanya karena mereka kembar."

My Feeling [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang