🌻 Bagian 22

277 18 3
                                    

Lagi-lagi gue cemburu lihat lo bersama yang lain, ternyata hati ini gak sekuat yang gue duga.

[Tegar  Saka Arkana ]

Raya menatap kehadiran Oriza di balik jendela rumahnya. Cowok itu memaksa ingin berangkat sekolah bersama pagi ini. Mau tidak mau Raya harus mengiyakan permintaan Oriza yang saat ini berstatus sebagai pacarnya.

Raya keluar setelah berpamitan dengan mamanya. Penampilannya kali berbeda dari hari-hari biasa. Raya terlihat lebih anggun dengan rambut yang dibuat lurus dan dibiarkan tergerai. Biasanya dia hanya dikuncir satu ke belakang agar tidak ribet.

Oriza tersenyum lebar saat Raya muncul di balik pintu. Benar-benar kagum dengan aura yang Raya pancarkan hari ini. Sangat cantik.

Jarak keduanya kini hanya satu langkah kecil, ujung sepatu mereka saling berhadapan. Oriza menyelipkan anak rambut yang menghalangi wajah pacarnya ke daun telinga.

"Udah siap?" tanyanya lembut.

Raya mengangguk. Oriza menarik hidung Raya, setelah itu membuat kepala gadis itu merapat ke dada bidangnya. Oriza ingin memeluk Raya sebentar saja sebelum berangkat ke sekolah. Dia merindukan Raya.

"Aku kangen kamu," ucap Oriza setelah pelukan terlepas. Sementara Raya hanya menatap Oriza dengan bingung. Semalaman dia menemani Oriza lewat video call. Masa iya masih kangen?

"Aku juga," jawab Raya singkat.

"Berangkat sekarang, ya? Takut telat ikut upacara."  Oriza sambil menyerahkan helm.

Perjalanan mereka diliputi canda dan tawa layaknya sepasang kekasih pada umumnya. Raya berusaha menyesuaikan perlakuan Oriza yang terus melontarkan gombalan-gombalan receh ala anak SMA. Sifat cuek Raya seakan hilang begitu saja saat bersama Oriza. Entahlah, pengaruh Oriza seolah sangat besar untuk menciptakan sosok Raya yang baru. Raya teramat percaya pada sosok yang kini menjadi kekasihnya.

Sesampainya di parkiran sekolah, Oriza membantu Raya melepaskan helm. Lalu menggandeng tangan Raya menyusuri koridor kelas.

Langkah mereka memelan kala berpapasan dengan Saka yang terlihat biasa saja dengan tas selempang yang dia pakai. Bahkan Saka tidak ingin menatap Raya sama sekali.

"Saka menjauh?"  batin Raya.

Oriza mengembalikan fokus Raya dengan menggenggam tangan lebih kuat. "Ayo, bentar lagi bel upacara bunyi. Kelas lo masih di ujung. Biar gue anter."

"Za, Saka mau kemana? Bukannya kelas dia kelewatan, ya?"

"Palingan bolos, dia emang suka gitu kalo upacara. Nggak usah dipikirin yah, Ray. Lo udah punya gue."

Lagi-lagi Raya hanya mengangguk. Oriza benar, lagipula untuk apa dia memikirkan Saka? Urusannya sudah selesai kemarin.

Alih-alih bolos, ternyata Saka malah kepergok Pak Santo. Bapak ketertiban itu menjewer Saka lagi setelah lama Saka tidak berbuat onar. Kali ini dengan kayu panjang ditangannya, Pak Santo mengancam Saka agar segera lari ke lapangan untuk mengikuti upacara.  Jika Saka tidak menurut bisa jadi kayu itu mendarat di bokongnya dengan keras.

Tapi Saka tahu Pak Santo bukanlah guru yang menghukum murid asal-asalan, dia masih punya wibawa agar tidak memukul muridnya sembarangan tanpa alasan yang jelas dan masalah besar.

My Feeling [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang