Semua orang akan berubah pada waktunya, entah itu berubah semakin baik atau justru semakin buruk. Tergantung bagaimana orang lain menilainya.
[Nesya Asyatama]
Melihat Saka yang tiba-tiba murung di sampingnya, Moza malah menghela napas panjang. Tatapannya ikut mengarah pada Raya dan Oriza yang kini terlihat semakin dekat. Moza tahu perasaan Saka saat ini, Moza mengerti dengan sangat. Dua kali cinta Saka bertepuk sebelah tangan, dan itu pasti menyakitkan.
Moza membalikan tubuh Saka agar menghadapnya. Berjinjit sedikit untuk merapikan rambut Saka yang berantakan. "Nah, gini kan bagus. Jadi tambah ganteng tahu," ucapnya berusaha mengalihkan pikiran Saka dari rasa cemburu.
"Saka bisa sendiri, Za."
Moza tersenyum manis, lalu bertanya, "Saka kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Nggak usah nutup-nutupin apapun dari aku, karena aku tahu apa yang Saka rasain. Saka nggak bisa bohong lagi, karena apa yang coba Saka umpetin, aku pasti tahu dan bisa ngerti. Termasuk perasaan Saka saat ini. Saka cemburu 'kan, lihat Raya sama Oriza makin deket?"
Saka tertawa sumbang, dia pikir saat ini dirinya pantas mendapat julukan sadboy. "Orang bilang Saka ganteng, orang bilang Saka pantas dikagumi, orang juga bilang kalo Saka baik. Terus kenapa Saka selalu ditolak sih, Za? Apa Saka nggak pantas untuk mencintai dan dicintai?"
Moza menatap sekeliling sebelum menjawab pertanyaan Saka kali ini. Lalu Moza menarik Saka minggir dari kerumunan anak-anak lain yang bersiap untuk mengikuti gerakan senam.
Moza meminta Saka duduk di tanah, rasanya dia perlu memberikan kata-kata bijak seperti yang sering Saka lakukan saat dirinya sedang tidak baik-baik saja.
"Setiap hal punya alasan kenapa bisa terjadi. Mungkin belum saatnya aja Saka dapetin apa yang Saka mau. Tapi asal Saka tahu, Saka itu nggak pantas disia-siakan. Kalo aja Saka nggak anggap aku adik, aku mau kok jadi pacarnya Saka."
"Kamu tahu itu nggak mungkin, Za." Selain alasan yang Moza sebutkan tadi, Saka dan Moza memang tidak bisa bersatu, karena keduanya berbeda keyakinan. Agama mereka berbeda.
"Aku ngerti nggak sepantasnya berharap berlebihan, Saka. Dengan Saka tetap ada di samping aku aja itu udah cukup. Aku akan baik-baik aja di bumi ini. Beda hal kalo suatu saat Saka tiba-tiba pergi ninggalin aku. Aku pasti hancur. Karena Saka, satu-satunya alasan untuk Moza tetap hidup."
"Setiap hal punya alasan kenapa bisa terjadi, dan Moza punya beribu alasan untuk tetap hidup meski Saka suatu saat nggak ada. Janji untuk selalu baik-baik, Za. Jangan lakuin hal bodoh apapun yang bisa lukain diri sendiri lagi. Kita nggak tahu akan seperti apa takdir mempermainkan kita, yang jelas hidup harus tetap berjalan sampai nanti jantung kita berhenti berdetak karena izin Tuhan."
"Moza nggak bisa janji apapun. Saka yang harus janji untuk nggak ninggalin Moza."
Saka menatap mata Moza dalam-dalam. Selain manja, Moza juga gadis yang keras kepala. Saka sangat takut kehilangan gadis di sampingnya saat ini. Bisa jadi suatu saat dia nekat untuk melukai diri sendiri lagi. Moza harus sangat di awasi.
"Kenapa Saka malah diem?"
Saka hanya menggeleng, lalu tersenyum. Keduanya sama-sama terdiam untuk beberapa saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Feeling [END]
Teen FictionTentang rasa yang tak pernah dapat diabaikan hadirnya. Hati Saka langsung tertambat pada Raya kala gadis itu berjalan acuh melewatinya. Saka tak pernah benar-benar bersemangat perihal asmara setelah kehilangan sahabat sekaligus cinta pertamanya dulu...