"Ma, apapun yang terjadi di masa lalu. Raya akan berusaha menerima. Raya akan tetap kuat demi Mama."
[ Naraya Eliza ]
Mendengar apa yang telah terjadi pada Moza, Saka langsung mencari gadis itu. Ke kelas, ke taman, ke tempat biasa Moza kunjungi. Tapi nihil.
Saka berlari tak tentu arah, bertanya pada setiap orang yang dia temui. Tapi tak ada satu pun orang yang tahu di mana keberadaan Moza.
Saat berpapasan dengan Raya, Saka malah diam. Ingin mengeluarkan suara pun rasanya sulit.
"Saka," panggil Raya lebih dulu setelah Saka melewatinya begitu saja.
Saka menengok, tersenyum simpul. "Kenapa?"
"Gue tahu di mana Moza."
"Di mana?"
"Toilet, dia ngunci diri di sana. Kayaknya dia lagi nangis."
Tanpa pikir panjang, Saka langsung menarik tangan Raya untuk mengantarnya. Bukan untuk mencari kesempatan, tapi Saka masih bisa berpikir panjang. Akan aneh jika dia sendirian masuk ke toilet wanita. "Bantuin gue, Ray."
Raya hanya mengangguk tanpa melepaskan tangan Saka dari jemarinya. Perasaannya menghangat. Seperti ada kenyamanan yang dia rasakan.
Dari kejauhan, Oriza melihat mereka. Bersungut sebal dan tangan mengepal. Tak terima kekasihnya digenggam orang lain. Tapi tetap diam di tempat.
Sampai di toilet, Saka meminta Raya untuk memanggil Moza. Benar saja, gadis itu masih di dalam. Terdengar isakan kecil dan air yang mengalir untuk sedikit menyamarkan suaranya.
Baru saja Raya mengetuk pintu, Moza langsung berteriak dari dalam. "Siapa?"
"Gue Raya, Za. Di suruh Saka buat manggil lo. Dia nunggu di luar."
Tak berapa lama, pintu toilet terbuka. Mata Moza sudah benar-benar sembab. Gadis itu berjalan pelan keluar, di ikuti Raya di belakangnya.
Raya langsung memeluk Saka begitu mata mereka bertemu. Dia sudah lelah menangis, tapi saat melihat Saka dia kembali menangis. Hanya untuk memberitahu bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.
"Ada apa?" tanya Saka lembut. Alih-alih menjawab, Moza malah mempererat pelukannya. Saka dan Moza bahkan melupakan kehadiran Raya jika gadis itu tidak menginjak sesuatu.
Saka melepas pelukan Moza pelan-pelan, menghapus air matanya. "Gak usah terlalu di pikirin. Gak usah nangis. Saka ada di sini buat Moza, sekarang ayo kembali ke kelas. Bel udah bunyi dari tadi, Za." Moza mengangguk.
"Makasih, Ray." Saka menatap Raya yang hanya diam. Mungkin bingung menanggapi keadaan ini. Saka terlihat sangat menyayangi Moza, seperti bukan perlakuan antara kakak dan adik, bukan juga sebatas persahabatan. Raya seperti melihat ada yang lebih dari mereka.
"Apa iya gue cemburu?" batin Raya.
🌻🌻🌻
Pulang sekolah kali ini, Raya kembali mendatangi rumah neneknya. Ada sedikit rindu yang menyelinap dalam dirinya untuk wanita tua itu. Dia juga ingin mengambil sesuatu yang tertinggal di kamar lamanya. Sebuah diary mini berisi curhatan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Feeling [END]
Teen FictionTentang rasa yang tak pernah dapat diabaikan hadirnya. Hati Saka langsung tertambat pada Raya kala gadis itu berjalan acuh melewatinya. Saka tak pernah benar-benar bersemangat perihal asmara setelah kehilangan sahabat sekaligus cinta pertamanya dulu...