🌻 Bagian 30

234 20 5
                                    

"Perlu lo tahu. Gue jadi takut percaya sama cinta juga gara-gara lo, Za. Gue harus berpikir beribu kali supaya  nggak kecewa lagi."

[Naraya Eliza]

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore, tapi Raya belum juga sampai taman yang Adela maksud. Dirinya kini masih menunggu angkot lewat. Lama sekali.

Jalanan cukup ramai sore ini, Raya berharap masih ada angkot yang melintas. Dirinya sudah sangat penasaran dengan apa yang akan Adela lakukan.

Sejak di sekolah tadi, pikirannya kemana-mana. Bullying masih berlanjut, tapi hal itu sudah tidak Raya pedulikan. Selain karena dia sudah malas meladeni semuanya, ternyata Saka selalu mengawasinya dari jauh.

Raya beberapa kali bersitatap dengan cowok itu, Saka selalu tersenyum ke arahnya. Satu kejadian yang tak bisa Raya lupakan adalah saat Saka memberinya cokelat.

"Katanya makan yang manis-manis bisa ngembaliin mood. Lo kelihatan lagi bingung sekarang, di makan yah. Kali ini gue nggak lagi modus, tapi bener-bener lagi khawatir sama keadaan lo," kata Saka saat itu.

Betapa bodohnya Raya jika dia membuat Saka menunggu terlalu lama jawaban atas pertanyaan di taman belakang sekolah waktu itu. Saka bisa saja berubah pikiran dan mengira Raya memang tidak menginginkannya.

Sebuah angkot melintas, membuyarkan lamunan Raya tentang Saka.

Berdesakan, tapi tidak ada pilihan lain.  Lagi pula Raya sudah mulai terbiasa dalam keadaan seperti ini. Sejak dia diusir dari rumah, hidupnya memang tidak bisa seenak dulu.

Angkot adalah kendaraan yang bisa Raya naiki tanpa takut mengeluarkan biaya banyak. Dia tidak mau terlalu boros karena tahu mamanya tengah berjuang untuk menghidupinya sendirian.

Uang yang selama ini mamanya berikan memang cukup untuk bolak-balik naik taksi atau nongkrong bersama teman di kafe. Namun Raya memilih menabung uang itu, agar saat dirinya butuh uang lebih, dia tidak perlu meminta lagi.

Ibu-ibu di sebelah Raya tiba-tiba berkata, "Neng, cantik-cantik kok naik angkot? Mau kemana? Nggak ada yang nganter emang?"

Raya memaksakan senyum. Memang apa salahnya jika orang cantik naik angkot? Bukankah tidak ada undang-undang yang mengatakan bahwa orang cantik tidak boleh naik angkot?

"Iya, Bu. Nggak ada yang nganter. Saya mau ke taman ketemu temen."

"Ketemu pacarnya?"

Raya menggeleng. "Bukan."

"Kalo gitu mau nggak Neng jadi pacar anak saya?"

"Hah?"

"Anak saya punya mobil mewah loh Neng, pasti seneng kalo pacaran sama dia. Kemana-mana bisa diantar."

"Kalo dia punya mobil mewah, kenapa tega biarin ibu naik angkot desak-desakan kayak saya, Bu? "

Ibu itu terlihat berpikir. Anaknya selalu menolak jika dia meminta diantar. Berbeda jika pacarnya yang meminta, pasti langsung siap bersedia. "Anak saya suka nolak kalo saya yang minta diantar-jemput, Neng. Tapi kalo ke pacarnya dia pasti utamain kok, Neng. Baik anak saya."

My Feeling [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang