🌻 Bagian 24

266 25 5
                                    

Sejak dulu gue selalu kalah sama namanya cinta. Seandainya gue bisa ngatur hati gue sendiri buat jatuh ke siapa. Mungkin gue nggak akan pilih lo kalo endingnya kaya gini, Ray.

[ tegar Saka Arkana]

Seminggu berlalu Raya dan Oriza semakin mengumbar kemesraannya. Mulai dari Oriza yang mengantar-jemput Raya tiap hari, juga Raya yang setiap jam istirahat menyempatkan waktunya untuk bertemu Oriza di kantin. Tak jarang mereka berdua juga duduk-duduk santai di taman sekolah.  Hal itu cukup menjadi perbincangan siswa-siswi SMA Cakrawala. Pasalnya Oriza tak pernah sebucin saat ini. Dari dulu cowok itu terkenal cuek perihal hubungan. Bahkan di akun sosial medianya tak ada foto cewek satu pun. Kali ini berbeda, Oriza sangat mengistimewakan Raya.

Oriza memang terkenal karena wajahnya yang kharismatik dan ramah, dia juga bergaul dengan siapa pun tanpa memperhitungkan status sosial. Tapi perihal pacar atau kekasih, Oriza biasanya memang sedikit tertutup. Dia menanggap bahwa hubungan adalah privacy yang nggak perlu semua orang tahu. Khusus untuk Raya, Oriza hanya tak mau gadis itu di rebut siapa pun. Dia ingin menunjukan bahwa Raya adalah miliknya sekarang. Tak boleh ada lelaki lain yang menyentuhnya atau bahkan memilikinya.

Bel pulang berbunyi lima menit yang lalu, Raya terburu-buru menuju aula untuk latihan dance. Tapi Oriza menarik tangannya di tengah jalan, membawa gadis itu menuju parkiran.

"Za, mau ke mana? Aku udah bilang hari ini ada latihan dance 'kan? Kamu pulang duluan, oke?"

"Kamu lupa hari ini aku tanding basket di SMA Merpati? Kamu bilang mau nemenin aku."

"Aku inget, tapi aku juga udah janji sama team. Gak bisa aku batalin gitu aja, Za."

Oriza menarik napas, kali ini dia mengalah. Mengusap rambut Raya dengan lembut. "Yaudah, lain kali kamu harus ikut aku. Aku pergi yah, jaga diri baik-baik. Jangan berpikiran untuk deket sama cowok selain aku."

Raya hanya mengangguk. "Iya aku janji."

Bersamaan dengan perginya Oriza, Raya memutuskan untuk kembali menuju Aula. Tapi tatapannya malah terfokuskan pada seorang cowok dan cewek yang terlihat sangat akrab tak jauh dari tempatnya berdiri. Mereka adalah Moza dan Saka. Seperti biasa, Moza bersikap manja pada cowok itu. Meminta Saka memakaikan helm dengan nada gemasnya. Entah kenapa hati Raya memanas, perasaan aneh ini bukan sekali dua kali dia rasakan. Tapi Raya tidak mau mengaku pada dirinya sendiri bahwa dia sedang cemburu.

Raya membuang wajah kala tak sengaja Saka menatap wajahnya. Cowok itu tersenyum manis, tapi sendu. Tahu 'kan bagaimana rasanya melepaskan apa yang sebenarnya tak pernah di genggam? Hatinya sakit tapi tidak berhak menuntut apa-apa.

Moza meletakkan tangannya di kedua pipi Saka, meminta cowok itu menatapnya. "Saka harus lupain cewek itu. Dia udah buat hati Saka sakit, kan?"

"Nggak semudah membalikan telapak tangan, Moza."

Moza mengangguk mengerti, dia sendiri tidak tahu bagaimana cara menghapus cintantanya untuk Danu. "Ayo kita pulang, Moza kangen bundanya Saka," ucapnya mengalihkan pembicaraan. Saka mengangguk.

Perasaan manusia memang tidak pernah ada yang tahu bagaimana aslinya. Ucapan, tindakan, dan isi hati terkadang memang tak sejalan. Diharuskan melupa padahal masih ada rasa. Sesuatu yang semua orang pernah rasakan mungkin, dan itu bukanlah hal yang sesederhana dibicarakan. Melakukannya yang sulit. Pun manuisa hanya bisa bersimpati, tapi tidak sepenuhnya mengerti.

My Feeling [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang