🌻 Bagian 36

209 15 0
                                    

"Gue harap lo cepat sembuh, Saka. Cewek itu butuh lo banget sekarang. Hatinya hancur dengan keadaan lo yang begini. Dia, sayang sama lo."

[ Ilham Danuarta ]

Satu butir telur tepat mengenai kepala Raya sepulang sekolah. Itu sudah telur ketiga semenjak dia datang pagi tadi.

Hari ini, gadis itu bahkan tidak bisa masuk kelas sebab seragamnya kotor dan bau anyir. Siapa pelakunya? Jelas itu Thalita dan Luna. Macan kembar yang semakin hari semakin menjadi tingkahnya. Mereka berdua tidak lagi takut mendapat hukuman, tidak lagi takut dengan ancaman Raya atau Oriza sekalipun. Gila, mereka berdua sudah sangat terobsesi membuat Raya menderita.

Saat ini yang bisa Raya lakukan hanyalah mengurung diri di toilet. Duduk dengan melipat lututnya ke depan. Rambut yang kotor dan bau telur itu dia biarkan tergerai setelah tadi sempat mencucinya dengan air.

Raya menangis. Pada siapa dia akan mengadu sekarang?

"Tuhan, bantu aku," ucapnya dalam hati.

Tangisnya semakin pecah, tapi Raya berusaha sekuat tenanga agar tidak terdengar oleh siapa pun. Tidak ada yang peduli sekarang.

Raya baru menatap ke depan setelah mendengar suara Arestya dan Stella berteriak memanggil namanya. Raya lupa, masih ada kedua sahabatnya yang setia.

Dia bangkit berdiri, membenarkan pakaiannya agar tidak terlalu terlihat kacau. Menghapus air mata dengan cepat. Bagaimanapun, Raya masih harus terlihat kuat.

"Ray, lo ada di dalam sana, kan?" tanya Stella di depan pintu toilet yang Raya tempati.

"Lo baik-baik aja, kan?" Itu suara Arestya.

Raya menarik napas, membuka pintu. Mengangkat sedikit sudut bibirnya, tersenyum.

Arestya dan Stella menatap prihatin.

Stella memutar tubuh Raya perlahan. Bajunya kotor dan bau. "Lo nggak baik-baik aja."

"Gue antar lo pulang yah? Kali ini lo nggak boleh nolak tawaran gue, kita bertiga harus pulang bareng naik mobil gue."

Stella mengangguk setuju dengan tawaran Arestya, dia juga tidak tega membiarkan Raya pulang sendirian dengan keadaan seperti itu.

Raya pasrah, dia hanya mengangguk. Arestya dan Stella kompak menyentuh tangan Raya kanan dan kiri. Sedikit membuat Raya tidak nyaman. "Gue masih bisa jalan sendiri, Stella, Arestya."

"Maaf," ucapnya bersamaan, lalu melepas tangan Raya.

Setelahnya, di dalam mobil. Tubuh Raya diapit oleh Arestya dan Stella di jok belakang. Melihat kondisi Raya yang seperti ini membuat mereka jadi kasihan. Thalita dan Luna sudah keterlaluan, sangat.

"Kenapa lo nggak melawan seperti biasanya sih, Ray? Kenapa lo terima aja diperlakukan buruk kayak gini? Orang sarap kayak mereka pantas kok buat dikasih perhitungan."

"Res, biarin Raya tenang dulu," tegur Stella.

"Tapi Stella, ini tuh gak bisa dibiarin terus. Gue nggak terima Raya diperlakukan kayak gini. Walaupun kita baru kenal dia beberapa bulan, tapi Raya tuh udah gue anggap sama kayak lo, sahabat gue."

"Iya gue tahu, tapi dengan lo desak Raya kayak gini sekarang juga percuma. Biarin Raya bersihin diri dulu." Stella kembali menatap Raya. "Nanti juga lo akan cerita kalo udah siap kan, Ray?"

"Gak apa-apa kok kalo kalian mau jawabannya sekarang, gue akan jawab." Ada jeda beberapa saat sebelum Raya melanjutkan ucapannya, sementara Stella dan Arestya masih sabar menunggu.

My Feeling [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang