Mencintai orang yang tidak mencintai kita adalah sebuah rasa sakit.
[Author]
Saka melirik jam yang melingkar di tangannya samar-samar. Sudah sangat malam pikirnya dalam diam. Dia juga tak tega melihat Raya yang kedinginan dan mengantuk.
"Lo ngantuk?" tanya Saka.
Raya mengangguk pelan. "Gue capek banget."
"Kita ke tenda sekarang."
"Tapi kaki gue masih sakit, gue nggak yakin bisa jalan sampe sana."
Saka menatap Raya dalam-dalam. "Kalo gue nawarin lo naik di punggung gue, lo mau?"
Ragu-ragu Raya mengangguk, bukankah untuk saat ini tak ada pilihan lain? Tidak mungkin menunggu sampai besok pagi karena itu akan membuat yang lain berpikir macam-macam.
Dengan cepat Saka berjongkok di depan Raya. Saka yang biasanya bawel, berlebihan dan menurut Raya lebay itu kini berganti menjadi sosok yang lebih pendiam dari biasanya. Saka seperti sudah membatasi diri setelah mendengar dare yang Raya sebutkan.
"Beneran nggak apa-apa? Orang bilang gue gemukan."
Saka menahan tawanya, tak habis pikir dengan yang namanya cewek. Memang apa salahnya jika tubuh mereka gemuk?
"Udah ayok, gue masih kuat kok. Lagian siapa yang bilang lo gemuk? Lo itu sempurna bagi gue."
Pelan-pelan Raya berpegangan pada pundak Saka. Rasa canggung tentu saja mendominasi dirinya. Bahkan setelah dipermalukan berkali-kali, Saka masih berbaik hati padanya.
Saka berdiri, menggendong tubuh Raya dengan sedikit kesulitan. Pencahayaan yang kurang juga menjadi sedikit penghalang untuk perjalanan yang akan dia lalui.
"Gue lupa bawa senter, ini udah gelap banget."
"Masih ada cahaya bulan kok. Percaya aja kalo gue bisa bawa lo sampe tenda dengan selamat."
Raya memilih diam selama perjalanan. Dirinya sudah terkantuk-kantuk di atas punggung Saka. Ingin segera terlelap dengan nyenyak juga tak bisa karena jalanan yang berbatu. Saka sesekali tersandung dan hampir jatuh.
"Tidur aja, senderin kepala lo. Terus anggap aja lagi tidur di tempat paling nyaman," ucap Saka lembut.
Raya menurut, menyingkirkan anak rambut yang mengganggu tidurnya. Bersender pada punggung Saka benar-benar nyaman. Aroma khas yang berasal dari baju yang Saka kenakan semakin membuatnya terlelap.
"Semoga mimpi indah, Ray. Walau mungkin di mimpi lo sama sekali gak ada gue," batin Saka.
Senyum Saka langsung melebar kala melihat lampu-lampu kecil yang berasal dari tenda. Kalo boleh jujur dia juga sangat lelah hari ini.
Bukannya membawa Raya ke tenda kelompok, Saka justru membawa Raya ke tenda milik Ibu Queen. Tenda utama yang memang di sediakan untuk siswa atau siswi yang tiba-tiba sakit. Saka kira Raya akan lebih nyaman tidur di sana karena tenda berukuran lebih besar.
Terdiam Saka saat melihat Ibu Queen dan Pak Gio beradu pandang sangat lama di depan tenda. Mirip adegan sinetron yang pernah Saka tonton. Mereka seperti tengah membicarakan hal serius. Saka kira itu tentang masalah hati. Ibu-Bapak guru itu akhir-akhir ini memang tengah digosipkan punya hubungan spesial. Lebih dari sekedar rekan kerja biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Feeling [END]
Teen FictionTentang rasa yang tak pernah dapat diabaikan hadirnya. Hati Saka langsung tertambat pada Raya kala gadis itu berjalan acuh melewatinya. Saka tak pernah benar-benar bersemangat perihal asmara setelah kehilangan sahabat sekaligus cinta pertamanya dulu...