"Aku percaya Tuhan itu adil, Saka. Untuk itu aku mau ketemu Tuhan. Aku mau minta penjelasan kenapa harus aku yang kesepian. Bukankah cuma Dia yang bisa ngasih jawaban?"
[Moza Margareta]
~Saka tak langsung membawa Moza pulang, melainkan pergi ke tempat favorit mereka berdua. Tempat yang biasa dikunjungi saat keadaan tak berpihak pada mereka. Danau buatan yang letaknya tak jauh dari sekolah. Angin sore yang berhembus seolah memberi ketenangan yang nyata, hamparan air yang tenang juga menjadi pemandangan yang membuat siapapun merasa nyaman. Belum lagi bunga-bunga yang sengaja ditanam semakin mempercantik danau itu.
Saka dan Moza duduk tanpa alas di tepi danau. Saka menyelipkan bunga berwarna putih pada telinga Moza, dibalas senyuman tipis oleh gadis itu. "Saka selalu manis," ucapnya.
"Saka itu gila kata orang-orang, Za. Cuma Moza yang bilang Saka manis."
"Saka nggak gila, Saka cuma mau orang lain ketawa lihat tingkah Saka. Moza nggak pernah lihat Saka sedih lagi, padahal dulu Saka kayak hancur banget pas Prila pergi. Saka nggak lagi pura-pura bahagia, kan?"
Saka menunduk, jauh di dalam lubuk hatinya, rasa sedih dan kehilangan itu masih ada. Tapi Saka sadar, semuanya sudah terjadi. Mau sesedih apapun dia, mau semarah apapun dia, semuanya tak bisa diulang. Cepat atau lambat, sesuatu yang sudah hilang harus direlakan kepergiannya. Saka tak mau terus-terusan terkurung dalam masa lalu yang menyakitkan untuk diingat.
"Maaf, Moza nggak bermaksud buat Saka jadi sedih. Moza cuma mau tahu rahasianya biar Moza bisa kayak Saka."
"Moza nggak salah, rahasianya cuma satu, belajar menerima keadaan seburuk apapun itu. Saka harus bahagia agar bisa buat orang lain bahagia juga. Saka nggak lagi pura-pura bahagia, tapi Saka mencoba untuk tetap bahagia. Tapi masa lalu nggak bisa dilupain gitu aja, Za. Saka masih kepikiran."
"Sama seperti Moza yang masih sering mikirin Danu."
"Padahal dia berengsek, dia hampir aja cium kamu tadi. Untung Saka dateng tepat waktu," geram Saka.
"Emang kenapa kalo Danu cium Moza? Saka cemburu?"
"Saka tanya, dia siapanya kamu sekarang?"
"Bukan siapa-siapa," lirih Moza.
"Apa pantes orang yang bukan siapa-siapa dalam hidup kamu ngelakuin hal itu? Pacaran aja harus punya etika, Za. Nggak asal nyosor aja kayak gitu."
"Maafin Moza kalo Moza salah."
"Lain kali Moza harus lebih tegas sama cowok, khususnya Danu. Bukannya dia juga deketin Raya, apa Moza nggak tahu? Dia itu berengsek, Za. Kamu bisa cari yang lebih baik. Otak dia emang pinter, tapi goblok kalo sia-siain kamu terus-terusan."
"Terima kasih, Saka selalu ada buat Moza. Cuma Saka yang nggak pernah buat Moza sedih, dicintai Saka itu menyenangkan."
"Apa lagi yang buat Moza sedih, ceritain semuanya sekarang."
"Mama."
"Kenapa?"
"Ada dua kabar tentang Mama. Kabar baik dan kabar buruk. Saka mau aku cerita yang mana dulu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Feeling [END]
Teen FictionTentang rasa yang tak pernah dapat diabaikan hadirnya. Hati Saka langsung tertambat pada Raya kala gadis itu berjalan acuh melewatinya. Saka tak pernah benar-benar bersemangat perihal asmara setelah kehilangan sahabat sekaligus cinta pertamanya dulu...