🌻 Bagian 34

196 17 7
                                    

Gimana gue bisa makan dan tidur kalo setiap detiknya gue takut kehilangan Saka?

[Naraya Eliza]

Tangis Karin pecah begitu saja saat mengetahui putranya mengalami kecelakaan. Dia langsung menghubungi Samuel, meminta suaminya itu segera pulang.

Mereka berdua lalu pergi ke rumah sakit tempat Saka dirawat. Karin gelisah, dia ketakutan. Saka adalah putra satu-satunya, tentu saja dia tidak akan tenang jika belum mendapat kabar baik dari dokter yang menangani Saka.

"Saka pasti sembuh," ucap Samuel berusaha menenangkan. Dia menggenggam tangan Karin. Mengelusnya lembut.

"Kalo Saka kenapa-napa gimana, Mas?"

"Saka itu laki-laki yang kuat, dia nggak akan kenapa-napa. Dia akan baik-baik saja, Rin."

"Kejadian ini mengingatkan aku pas kamu kecelakaan dulu, kamu hampir saja ninggalin aku."

"Sekarang aku ada di sini, aku sembuh berkat doa dari kamu, Rin. Saka juga pasti akan sembuh kalo kamu nggak putus harapan."

Karin menyandarkan kepalanya di dada Samuel. Memeluknya erat lalu berkata, "Makasih udah selalu mau mendampingiku, Mas."

"Kamu istriku, Rin. Saka juga anakku. Kalian adalah hidupku. Kamu nggak perlu bilang terima kasih."

Karin mengangguk. Dia merasa sangat beruntung telah menikahi lelaki yang baik dan sangat bertanggung jawab seperti Samuel.

Seseorang keluar dari ruangan UGD tempat Saka diperiksa. Wajahnya terlihat gelisah.

"Dengan keluarga korban?" tanya dokter berambut sebahu itu pada Karin dan Samuel.

"Iya, bagaimana keadaan Saka dokter?" tanya Karin tak sabaran.

Dokter itu menghela napas panjang. "Saka, mengalami benturan yang cukup serius di kepalanya, Bu. Dia mengalami geger otak ringan. Sekarang kondisinya masih kritis. Kakinya juga mengalami luka di beberapa bagian. Ibu tenang saja, kami akan berusaha semaksimal mungkin agar putra ibu bisa segera pulih."

"Terima kasih, Dok." Samuel yang menjawab. Karin sudah tidak sanggup lagi berbicara. Dia hanya bisa menghambur ke pelukan suaminya sekali lagi dan menangis semakin deras.

Dokter itu mengatakan permisi, lalu meninggalkan mereka berdua.

Tak lama kemudian, seorang gadis berbalut perban di tangannya datang menghampiri. Terlihat cemas dan terburu-buru.

"Cari siapa?" tanya Samuel yang masih belum mengenali Raya.

"Saka. Saya nyari Saka, Om. Dokter bilang Saka dibawa ke ruangan sini."

"Jadi kamu yang namanya Raya?" tanya Karin dengan sedikit ketus.

"I-iya."

"Puas kamu melihat anak saya seperti ini?"

Raya menggeleng cepat. "Saya nggak mau Saka jadi kayak gini, Om, Tante. Saya sayang sama Saka."

"Sayang kamu bilang? Saka kayak gini pasti gara-gara kamu. Buktinya sekarang Saka terluka parah, sementara kamu? Kamu nggak kenapa-napa."

Raya menunduk, dia juga tidak bisa memilih harus jatuh seperti apa. Dirinya memang baik-baik saja karena jatuh lebih dulu dan tidak terlalu keras.

"Maafkan saya, Om, Tante." Hanya itu yang bisa Raya katakan saat ini.

Karin membuang wajah, lalu duduk kembali. Samuel mengelus bahunya. "Ini namanya musibah, Rin. Kamu juga nggak bisa menyalahkan Raya atau siapa pun."

My Feeling [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang