🌻 Bagian 28

230 21 3
                                    

Masalah yang Raya hadapi belum selesai. Sekarang lokernya berisi tumpukan sampah. Bukan cuma itu, barang-barang Raya juga tergeletak di bawah dan di tendang ke sembarang arah. Benar-benar keterlaluan.

Raya menghapus air matanya yang tiba-tiba jatuh. Baru kali ini dia tidak bisa berbuat apa-apa saat orang lain berlaku buruk padanya. Raya hanya bisa menerima.

"Lo harus kuat, Ray.  Ini bukan pertama kalinya lo menerima perlakuan ini. Dulu Adela juga pernah buat lo seperti ini dan lo bisa melewatinya."

Raya berbicara sendirian. Sekarang untuk meminta bantuan Arestya dan Stella saja Raya tidak bisa. Dia takut kedua temannya itu terkena imbasnya juga.

Raya mengambil sebuah buku catatan kecil yang tergeletak di lantai. Baru saja buku itu di pegang, seseorang malah menendangnya. Membuat Raya mengepalkan tangan jengah.

"Lo lagi?!"

"Kenapa, Ray? Enak kan di bully? Upss, pergi yuk, Lun. Kita nggak pantes ngoborol sama perusak hubungan orang. Anak dari perempuan gak jelas pula."

"Ayok, Kak. Gue juga ogah deket-deket sama dia."

Raya menarik rambut Thalita sampai cewek itu berteriak kesakitan. Mulutnya benar-benar pedas. Raya masih bisa terima jika hanya dia yang dikatai buruk. Tapi jika mamanya yang dihina tentu saja Raya tidak akan terima. Anak mana pun akan emosi jika orang tua mereka dihina seperti itu.

"Belum puas lo hina-hina gue di depan semua orang, Tha? Inget ini, orang tua gue perempuan baik-baik. Lo nggak tahu apa-apa. Jadi nggak usah bicara sembarangan!"

"Kalo mama lo perempuan baik-baik, gak akan mungkin diusir dari rumah sama nenek lo sendiri. Gue denger ayah lo juga sekarang nggak jelas siapa. Jadi gue nggak asal ngomong sembarangan Raya, berita itu udah tersebar dimana-mana. Anak SMA Cakrawala juga udah tahu semua kok. Lagipula yang nyebar berita itu sepupu lo sendiri. Bukannya dia sumber terpercaya?"

Raya semakin tidak tahan lagi. Meladeni Thalita terus-menerus hanya akan semakin menyakiti perasaannya. Raya memilih pergi. "Terserah lo, yang jelas gue akan tetap percaya kalo mama nggak seburuk apa yang kalian pikirkan. Permisi."

"Raya, Raya. Ternyata lo nggak sekuat yang gue kira. Bisa nangis juga, kan lo."

Thalita dan Luna tersenyum senang. Melihat Raya menderita adalah suatu kebahagiaan bagi mereka.

"Hari ini dia dapat balasannya, Kak. Balasan karena udah berani melawan kita berdua. Ide lo buat kerja sama dengan Adela oke juga."

"Jangan remehkan Thalita dalam hal apa pun."

🌻🌻🌻

"Ray, tunggu dulu."

Oriza menghampiri Raya saat cewek itu baru saja menuruni anak tangga untuk segera pulang. Sekolah sudah cukup sepi karena tidak ada jam tambahan apa pun hari ini.

Dengan kasar Raya langsung melepaskan tangan Oriza dari pergelangan tangannya. Raya sudah tidak mau mendengar penjelasan apa pun lagi. "Nggak usah pegang-pegang gue, Za."

"Aku minta maaf, aku sama sekali nggak tahu kalo Adela itu sepupu kamu."

"Oke. Udah cukup. Apa pun kenyataannya, gue nggak bisa buat berurusan sama lo lagi. Gue yang salah karena terlalu cepat menaruh hati."

"Kita berjuang sama-sama lagi ya, Ray.  Jujur gue sayang banget sama lo."

Raya tersenyum meremehkan. "Sayang banget? Terus kemana lo saat gue dibully abis-abisan tadi? Kemana lo saat gue dicaci maki sama semua siswa di kantin? Kemana lo saat gue butuh bahu buat bersandar, Za? Kenapa lo nggak nyari gue?!"

Raya tidak bisa lagi menahan air matanya untuk jatuh. Hari yang berat ini dia lalui tanpa Oriza di sisinya. Hanya Saka yang tadi mau menemaninya.

"Maaf, aku cuma bingung harus bersikap kayak gimana sama kamu."

Raya menganggukan kepala beberapa kali. "Oke, udah cukup kan penjelasannya? Gue pulang dulu, Za. Permisi!"

Baru saja Oriza akan mengejarnya lagi, tangannya malah ditarik kebelakang oleh Saka. "Jangan ganggu dia lagi, Za.   Gue mohon."

"Jagain Raya baik-baik ya, Saka. Lo lebih pantas buat dampingin dia."

Setelah mengatakan itu, Oriza langsung pergi. Sepertinya dia sudah menyerah. Menyadari bahwa Saka punya cinta yang lebih besar untuk Raya. Saka berhak mendapatkan cintanya kembali.

"Gue akan berjuang terus untuk buat lo bahagia, Ray."

🌻🌻🌻

Raya berjalan menuju halte, mamanya lagi-lagi tidak bisa menjemput. Kesibukannya dikantor sangat menyita banyak waktu. Wajar saja, Bella harus berjuang dari nol lagi untuk mendapatkan posisi terbaik. Hidupnya tidak mudah selepas suaminya meninggal. Raya dan Bella harus hidup sesederhana mungkin.

Tapi sial, sebuah mobil sengaja melempar kaleng bekas minuman yang masih ada isinya. Airnya tumpah membasahi seragam Raya.

Begitu dilihat siapa yang melempar, Raya langsung batal mengumpat. Adela dan teman-temannya kini tertawa senang.

"Ups, sorry. Kena ya? Hahaha!"

Setelah puas menertawakan keadaan Raya, mereka pergi. Meninggalkan Raya yang kini berusaha menghilangkan noda dengan tangannya. Meski itu tidak akan bisa hilang dengan mudah.

"Kenapa lo harus sejahat ini sama gue sih, Del? Bagaimana pun gue sepupu lo!"

Motor Saka berhenti tepat saat melihat Raya kebingungan menutupi noda di seragamnya. Saka turun dan segera memberikan jaket yang dia pakai. "Nih pake aja."

"Saka? Ngapain lo di sini?"

"Feeling  gue bilang lo lagi kenapa-napa."

"Bohong. Lo pasti ikutin gue, kan?"

"Jujur iya. Gue khawatir sama lo, Ray. Boleh kan?"

Raya mengangguk.

"Gue antar lo pulang yah, ayo ikut."

Tangan halus Raya langsung digandeng Saka. Aksi membuat Raya hanya bisa diam. Semakin merasa bersalah karena selama ini dia terlalu memandang Saka dengan sebelah mata. Selalu mengabaikan cowok itu. Padahal memang hanya Saka yang selalu ada untuknya.

"Gue nggak bawa helm lagi. Gak apa-apa, kan?"

"Gak apa-apa."

"Ya udah gih pake jaketnya. Biar nutupin noda itu. Jangan sedih ya, Ray. Gue akan selalu ada buat lo."

"Sekali lagi. Maaf dan terima kasih Saka."

Raya memeluk Saka erat. Menaruh kepalanya di bahu cowok itu. Beruntung jalanan cukup sepi. Tidak banyak yang memperhatikan mereka berdua.

"Sama-sama. Ayo pulang. Kenalin gue ke calon mertua."

"Sakaaa!"

"Bercanda sayang."

Update!
SEE YOU NEXT CHAPTER!
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN



My Feeling [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang