🌻 Bagian 1

1.6K 127 106
                                    

Jika ingin menyakiti hati wanita pikirkan kembali dan ingat Bunda yang telah membesarkanmu sampai detik ini!
~~~~~~~~~


Bel istirahat telah dibunyikan, tapi hukuman yang diberikan Pak Santo pada Saka belum juga selesai. Guru ketertiban sekolah berkepala plontos itu membuat Saka kesal sendiri, ternyata dia memergoki Saka saat bolos kemarin. Saat teman sekelasnya terkantuk-kantuk mendengarkan Pak Hafidz ceramah, Saka justru kabur lewat tembok belakang sekolah. Alhasil inilah yang dia dapat, hukuman untuk berdiri di bawah terik matahari juga lari lima keliling lapangan basket.

Keringat mengucur pada pelipisnya. Memberikan kesan cool tersendiri bagi sebagian orang. Saat putaran terakhir, cowok itu menghentikan langkah. Tatapan matanya mengarah pada satu titik. Seorang cewek berkulit putih dengan rambut diikat satu berjalan di samping lapangan tanpa memedulikannya sedikit pun.

Saka kembali berlari menyelesaikan hukumannya. Setelah itu mengejar cewek tadi dengan bersemangat. Dari jauh, dia begitu mirip dengan Prila. Orang yang Saka kagumi dulu.

Kini Saka berhasil mensejajarkan langkahnya. Tersenyum manis saat cewek itu meliriknya.

"Nama lo siapa?" tanya Saka tanpa basa-basi sedikitpun, tapi gadis itu tetap saja pada pendiriannya. Diam dan memasang wajah tak peduli, bahkan mempercepat langkahnya.

"Kelas lo dimana? gue anter ya?" tanya Saka masih tetap usaha.

Akhirnya gadis itu berhenti berjalan dan buka suara. Saka ikut menghentikan langkahnya. "Bisa berhenti ikutin gue?" ketusnya membuat Saka menelan salivanya.

Saka menaikkan alisnya. "Kenapa?"

"Gue risih. Nggak usah sok akrab juga please! Bisa kan?"

Saka menggeleng, tanpa menghiraukan ucapan cewek di hadapannya. "Ikut ekskul apa?"

"Kesenian cabang Dance," jawabnya tegas. Jutek sekali.

"Kenapa gak musik aja sih?" tanya Saka.

"Gue maunya Dance, gak usah ribet."

"Maksud gue kalau lo ikut cabang musik, kita bisa bareng terus."

"Terus untungnya buat gue apa?" kata cewek itu lagi sambil menyilangkan tangannya dengan wajah songong.

"Ya kita bisa ketemu tiap hari." Saka tak peduli walaupun ucapan cewek itu tak bisa lembut padanya.

"Gak penting!" Cewek itu meninggalkan Saka dengan mudahnya, padahal banyak sekali yang iri pada dirinya di sekolah ini.

Pemandangan seperti ini jarang sekali terjadi. Biasanya Saka lah yang menjadi rebutan para cewek, tapi sekarang ... seorang Saka diabaikan? Apa hebatnya cewek itu?

Banyak yang merutuki kebodohan Saka, namun banyak juga yang justru malah membenci cewek yang sedang Saka dekati saat itu.

Setelah kepergian cewek itu, Saka dikerumuni oleh beberapa cewek didekatnya. Mereka berharap Saka akan memperlakukannya seperti dia memperlakukan cewek tadi. Nyatanya tidak, Saka hanya tersenyum pada mereka dan langsung pergi.

Tapi senyuman Saka sangat berarti, mereka merasa dihargai oleh Saka.

Saka cepat-cepat berjalan menuju kantin, seorang gadis cantik ternyata mengikutinya dari belakang. "Saka tanya apa aja sama murid baru tadi, kok kayaknya akrab banget sih?"

Moza namanya, dia juga yang paling dekat dengan Saka dibanding yang lainnya. Saka sudah menganggap Moza seperti adiknya sendiri. Tidak lebih dan tidak kurang.

"Gak nanya apa-apa kok, Moza."

"Serius? Saka gak suka 'kan sama dia?" Moza memang selalu manja pada Saka tapi Saka tak pernah keberatan tentang hal itu. Dia nyaman berada di samping Moza.

"Belum tau."

"Berarti ada kemungkinan Saka bakal suka sama dia?"

"Bisa jadi."

"Yahh," lirih Moza lesu.

"Kenapa?"

"Gak ada harapan dong buat Moza kalau Saka sama dia."

"Kamu tenang aja, Saka gak akan tinggalin kamu kok. Saka akan tetap sayang sama Moza."

"Janji?" ucap gadis bertubuh mungil itu dan mengangkat jari kelingkingnya agar Saka berjanji.

"Janji," jawab Saka sambil menautkan jari kelingkingnya, terlihat senyuman terusungging di bibir Moza saat ini.

Saka memang selalu ramah pada semua gadis yang mendekatinya. Tapi tak ada yang Saka pacari satupun. Saka hanya menghargai usaha mereka mendekati dirinya. Karena Ayahnya yang berpesan seperti itu.

Ayahnya, yaitu Samuel selalu bilang , "jangan sampai kamu buat hati seorang wanita jatuh terlalu dalam jika kamu tidak serius menjalani hubungan! Tapi jangan sekali-kali membuat hati wanita hancur karena sikap kamu. Jika kamu ingin melakukan itu pikirkan kembali dan ingat Bunda yang telah membesarkanmu."

Setelah masuk kelas, Saka dikejutkan oleh nilai ulangan yang dibagikan oleh Rita. Nilai yang dia dapat saat ulangan Matematika hanya empat puluh, jauh sekali dari kata cukup.

Saka memang bukan anak yang pintar tapi bukan berarti bodoh, Saka hanya malas untuk belajar. Apalagi matematika. Dia membenci pelajaran hitung-hitungan tersebut.

Dia selalu bangun kesiangan, selalu lupa mengerjakan PR, bukan lupa sebenarnya tapi memang tak berniat mengerjakan, Saka juga tak pernah sopan pada guru yang hanya mau enaknya saja.

Saka menjadi malas karena Ayahnya jugalah. Samuel tak pernah marah jika Saka mendapat nilai jelek, dia justru membela Saka jika dimarahi Bundanya, dengan pembelaan "Ayah juga dulu seperti kamu, malas belajar dan suka bolos." Jadilah Saka seperti ini.

Jadi jangan salahkan Saka sendirian untuk hal ini.

Finaly!
Selesai juga bagian ini setelah sekian lama aku tunda untuk update.

Jangan bosan tungguin lanjutannya ya!

Vote dan Komen kalian sangat aku harapkan!

My Feeling [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang