"Aku memberimu kebebasan untuk mencintaiku, karena itulah tugasmu sebagai budak. Tapi ingat, jangan mengharapkan yang sebaliknya. Karena aku akan memberikanmu apapun itu, selain cinta."
Nathalie berharap ia bisa melakukan hal itu, tapi nyatanya tida...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy Reading and Enjoy~
Seseorang memberitahunya tentang keberadaan Nathalie. Antara percaya dan tidak percaya, wanita yang selama ini dicintai dan ditunggunya. Bagaimana bisa hidup nyaman dengan seorang pria di sebuah apatermen mewah.
Tom tertawa sinis, miris sekali. Sementara dirinya menjadi buronan keluarganya sendiri demi menyelamatkan gadis itu. Denyutan mematikan merambat hatinya, ia menghela napas banyak-banyak untuk menghirup udara. Dadamya terasa sesak.
Ia berhenti di depan toko, mematut dirinya di kaca. Seorang pria dengan rambut acak-acakkan sebahu menatapnya dari pantulan. Itu dirinya sendiri. Bajunya kusam dan tubuhnya bahkan bau busuk. Sebagian mengira ia orang gila, sebagian yang lain mengira dirinya hanya orang jalanan biasa. Ah, Tom tidak peduli.
Ia tersenyum sinis, untuk apa ia hidup dengan kesengsaraan seperti ini. Seharusnya ia terima saja tawaran keluarganya agar membunuh Nathalie. Toh, gadis itu juga tidak memikirkan perasaannya. Dari pada ia jadi buronan keluarganya seumur hidup, lebih baik melenyapkan gadis yang tak punya hati itu.
Tom tahu hingga saat ini keluarganya masih memantau kehidupannya dan Nathalie. Jika tidak, bagaimana bisa ada seseorang yang menyampaikan kabar padanya mengenai gadis itu. Mungkin keluarganya ingin melihat sejauh mana ia bertahan untuk gadis yang tak pernah menganggapnya ada. Tom bahkan ragu Nathalie pernah menyukainya.
Persetan! Ia mengeluarkan pisau lipat yang beberapa tahun lalu selalu dibawanya kemana pun. Pisau yang menjadi pertahanan dirinya dari keluarganya sendiri. Pisau ini sudah berkarat, tapi tentu saja masih tajam. Jika tidak tajam pun, pisau ini cukup bisa melayangkan nyawa satu orang. Apalagi nyawa Nathalie, gadis itu lemah. Tidak tahu caranya bela diri dan melindungi dirinya sendiri.
Selama beberapa minggu ia memantau apartemen tempat tinggal gadis itu. Sialnya Nathalie selalu bersama pria yang tinggal dengannya. Tapi sepertinya kali ini adalah kesempatannya, pria itu pergi. Kini Nathalie sendiri di sana.
Mengepalkan kedua tangannya, Tom berjalan mendekat. Langkahnya hampir sampai pada pintu apartemen, seorang pria memakai jas hitam berdiri di sana. Membawa bingkisan dan meletakkannya di depan pintu, sebelum pergi pria itu mengetuk pintunya beberapa kali.
Tom tersenyum sinis, setelah pria itu pergi ia segera menghampiri pintu yang bercat coklat itu. Mengambil bingkisan yang ada di bawah pintu, lalu mengetuk pintunya seperti yang dilakukan pria tadi.
Cukup lama ia menunggu dan tidak menemukan jawaban. Apa Nathalie benar-benar ada di dalam? Ia kembali mengetuknya dengan sedikit kuat. Samar-samar ia mendengar langkah kaki yang mendekat. Seluruh tubuhnya bergetar. Ingin melihat penampilan gadis yang selama ini dirinduinya.
Pintu terbuka, senyum Nathalie memancar ceria. Di tangan gadis itu ada kanvas, ah, bahkan Nathalie masih melakukan kegemarannya yang dulu. Gadis itu masih melukis. Gadis itu masih seperti dulu.