Tiga puluh tujuh

6.6K 495 51
                                    

Happy Reading and Enjoy~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading and Enjoy~

"Kenapa tiba-tiba berubah? Kau bilang sudah menemukan tempat yang cocok untuknya, lalu kenapa sekarang kau ingin menempatkannya di villa keluarga kita?"

Arthur memutar kunci di tangannya. "Karena ku pikir jika dia berada di villa itu, aku pasti lebih mudah memantau dan menjaganya."

"Seingatku kau membiarkan dia pergi dan bebas jika suatu saat nanti dia sembuh. Sejauh yang kulihat dia baik-baik saja, meski bicaranya masih belum lancar. Dia merespon omongan orang lain dengan baik, bahkan aku melihat sendiri dia yang berbicara dengan tetangga yang berada di lantai bawah. Itu menandakan dia mulai menyembuhkan traumanya berbicara dengan orang lain selain dirimu, 'kan?"

"Benarkah? Kenapa aku tidak tahu dia keluar dari apartemen?"

Ara mengangkat kedua bahunya, tapi sadar Arthur tidak akan melihatnya karena saat ini mereka sedang berbicara di handphone.

"Aku lupa kapan aku melihatnya, waktu itu aku ingin memberimu surat dari mommy."

"Surat dari mommy?"

"Iya, surat dari Neve. Jangan bilang kau belum membacanya."

Tepat sekali, Arthur memang belum menyentuh surat itu karena mencium aroma yang melekat di suratnya. Riccarda Teodora Neve, anak perempuan paling berpengaruh di Italia. Arthur tidak tahu apa yang membuat wanita itu mengejarnya tanpa henti.

Mereka memang sudah kenal sejak masih kanak-kanak. Jika Alex teman dekat Ara sewaktu kecil, maka Neve adalah teman dekat Arthur. Ia sama sekali tidak pernah menganggap Neve spesial, apalagi memiliki rasa pada wanita itu. Meski wajahnya manis dengan bulu mata lentik dan lesung pipi yang mengintip ketika tersenyum, wanita itu terlalu manja.

Nathalie memang manja, tapi ada rasa yang aneh antara Nathalie dengan Neve. Mungkin karena dibesarkan dengan keempat kakak lelaki serta terlalu dimanjakan oleh ayahnya membuat sikap Neve tidak seperti wanita pada umumnya.

Arthur sendiri lupa bagaimana ia bisa berteman dengan wanita itu, mungkin karena saat itu Arthur menolongnya yang sedang dikejar anjing. Saat itu anjing milik Ara memang sensitif, dia kan menggonggong apabila mencium atau melihat orang yang belum pernah ditemuinya.

Syukurlah anjing itu masih tau batasan untuk tidak menggigit siapapun yang dilihatnya. Jika saat itu anjing Ara menggigit Neve, mungkin pertemanan antara ayahnya dengan ayah neve tidak akan bertahan lama. Ibu Neve meninggal saat dirinya masih kecil.

Karena dia menjadi perempuan satu-satunya di keluarga mereka, apa pun permintaannya pasti akan dituruti. Sudah lima tahun mereka berpisah. Setiap hari wanita itu mengirim surat. Meski mereka sudah berteman lama, wanita itu tidak punya nomor pribadinya. Arthur juga menjaga ketat area pribadi miliknya.

Satu-satunya akses wanita itu kediaman Dobson. Suratnya saja sudah berkotak-kotak jika dikumpulkan menjadi satu. Dan semua itu belum pernah dibuka, apalagi dibalas. Ibunya akan mengirimkan surat Neve kepadanya sebulan sekali, berharap Arthur tidak terlalu jenuh jika dikirimkan setiapp hari.

Setelah sampai di sini pun suratnya akan berakhir di tong sampah.

"Arthur!"

"Maaf, aku memang tidak membaca suratnya."

"Kau pasti tidak percaya, dia akan ke sini dalam waktu dekat. Ku dengar dia akan dinikahkan atas nama bisnis ayahnya."

"Aku tidak percaya, ayahnya tidak mungkin bisa menikahkannya tanpa persetujuan dari kakak-kakaknya."

Ara tertawa. "Kau benar, kakak-kakaknya mengerikan."

"Tidak masalah jika dia ingin datang, kuharap dia tidak menemuiku. Aku tidak tahu bagaimana harus menjawab apa jika dia bertanya perihal surat-suratnya."

"Jahat sekali kau." Ara terkekeh.

Menurut Arthur pertemananya dan Neve berakhir saat wanita itu kembali ke Italia. Dengan dirinya yang sekarang ia tidak bisa menjamin tahan dengan sikap Neve, tapi mungkin saja gadis itu sudah berubah, tidak semanja dulu. Arthur tersenyum kecil, sepertinya tidak buruk jika Neve ke sini. Secantik apa dirinya yang sekarang. Apa lebih cantik dari Nathalie.

Arthur melihat Nathalie yang sedang membuka kulkas, wanita itu cukup lama berdiri di sana sebelum akhirnya mengambil es krim dan tersenyum lebar. Tunggu, kenapa ia jadi membandingkan Neve dengan Nathalie.

"Jadi bagaimana? Apa kau masih mau membawanya ke villa kita? Semua keputusan ada di tangamu, Arthur. Karena memang kau yang membawa dan merawatnya. Tapi jika memang kau berniat melepaskannya begitu saja, jangan pernah kaitkan lagi dia dengan apa pun yang masih berhubungan denganmu. Itu sama saja jika kau tidak membebaskannya sepenuhnya."

"Kau benar. Sebaiknya tempat tinggal untuk pertama kalinya aku yang akan memilih, lalu setelah itu jika dia ingin pindah aku tidak akan melarangnya. Ku rasa pelukis membutuhkan tempat tinggal yang nyaman dan tenang."

"Arthur." Nathalie memanggil, gadis itu membawa gelas yang berisi es krim, tangannya melambai sembari menunjuk gelasya. Mengisyaratkan apakah Arthur mau es krim juga atau tidak.

Arthur menggeleng. "Aku hentikan telponnya, sepertinya kau sedang sibuk."

Ara membuka butik baru, itu sebabnya beberapa hari ini kembarannya semakin sibuk. Anehnya, sikapnya tidak sedingin dulu. Bahkan mereka sudah kembali seperti semula, seolah-olah kejadian buruk yang pernah mereka lakukan terlupakan begitu saja. Itu lebih baik dari siapapun sih.

Arthur menghampiri Nathalie yang masih memakan es krimnya, ia membungkuk untuk melayangkan kecupan ringan di pipi. "Apa es krimnya seenak itu? Kau tidak berhenti tersenyum sejak tadi."

Dengan penuh semangat Nathalie mengangguk. Kakinya yang menggantung, bergoyang dengan riang, karena kursi yang dinaikinya lebih tinggi.

"Arthur mau?"

Untuk kalimat singkat, kegagapan Nathalie memang sudah banyak berkurang.

"Kau saja yang makan, aku tidak suka makanan keras."

Dahi wanita itu berkerut. "Ini tidak keras, kok. Le-lembut, lihat ini."

Satu suapan yang lumayan penuh. Arthur sedikit meringis, tapi kemudian ia menarik tengkuk Nathalie untuk mencium bibirnya. Ia ingin mencicipi es krim dari bibir gadis itu, tapi Nathalie yang tidak terbiasa malah terbatuk. Mau tidak mau Arthur melepaskan ciumannya dan berdiri untuk mengambil minum.

Mata wanita itu sampai berair dan memerah karena batuknya. Ia jadi bingung antara marah dan kesal.

"Kok Arthur ambil es krim Nathalie? Ka-kalau memang mau es krim, aku a-ambilkan sekarang. Kaget tau! Tib-tiba Arthur curi es krim ku."

Wanita itu berdiri, bersiap untuk mengambil es krimnya. Arthur langsung mencegahnya. "Aku tidak mau es krimnya, aku tidak suka makanan keras."

"Es krimnya lembut, trus ke-kenapa Arthur makan dari sini."

Nathalie menunjuk bibirnya. Arthur tersenyum, lelaki itu mengusap bibir Nathalie pelan. "Karena makanan apa pun yang masuk ke sini akan terasa manis dan nikmat. Es krim itu pasti berubah menjadi lembut jika berada di dalam mulutmu, maka dari itu aku ingin mencicipinya dari sini."

"Benarkah?" Nathalie tampak takjub dan antusias. Wanita itu memakan es krimnya lagi.

"Alhor." Ia menunjuk mulutnya yang penuh es krim, mengisyaratkan Arthur agar menciumnya.

Arthur menggigit bibir bawahnya. "Kau tidak boleh mengundang lelaki dengan ekspresi menggemaskan seperti ini, apa kau tau bahwa saat ini kau benar-benar mengujiku?"

Arthur memeluk Nathalie erat-erat. Jika seperti ini, bisa-bisa ia mengurungkan niatnya untuk memindahkan Nathalie. Sementara Nathalie yang berada di pelukan Arthur mengerutkan dahinya, memeriksa keadaan bibirnya yang digigit Arthur dengan lidahnya. Lalu bertanya pada dirinya sendiri. Maksudnya Arthur apa, ya? Ia tidak terlalu paham, tapi biarlah. Berada di pelukan Arthur selalu menyenangkan.

Bersambung ....

Selamat malam minggu ~

Slave BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang