Empat puluh sembilan

6.9K 552 104
                                    

Happy reading and enjoy~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy reading and enjoy~

Ia tidak melakukan apa pun, hanya melihat Arthur yang sibuk berlalu lalang di dapur. Hatinya berbunga-bunga melihat kehadiran lelaki itu. Kemarin malam setelah mengganti baju, Arthur menemuinya di ruang tamu. Lelaki itu tampak lebih segar dengan rambutnya yang basah.

Dalam beberapa menit tidak ada yang bersuara diantara mereka. Hingga Arthur memilih duduk di sampingnya. Di saat inilah kesadaran Nathalie kembali, wanita itu menggeser duduknya untuk menjauh. Tidak ingin bersentuhan dengan Arthur.

Padahal tadi dirinya menangis sesenggukan di pelukan lelaki itu. Arthur juga tidak mengejar, seolah-olah lelaki itu tahu dan membiarkan jarak yang terbentang diantara mereka. Keadaan sama-sama hening.

"Sepertinya aku ..."

"Aku ..."

Mereka berucap secara bersamaan.

"Kau dulu."

Nathalie menggeleng. "Lebih baik kau saja."

"Baiklah kalau begitu, karena aku tidak bisa berbicara denganmu dalam jarak yang terbentang seperti ini. Bisakah kau mendekat ke arahku?"

Gadis itu menggeleng. "Jarak tidak menjadi penghalang untukmu berbicara."

Arthur mengerang, kenapa Nathalinya seperti ini. Dulu gadis itu mudah ditipu.

"Aku yang tidak bisa jauh darimu. Kita sudah lama tidak bertemu."

Bukannya mendekat, Nathalie malah menggeser duduknya, membuat jarak mereka semakin jauh. "Kita tidak pernah bertemu selama dua tahun, dan kau baik-baik saja."

Benar. Nathalinya tidak manja seperti dulu lagi. Cara bicaranya juga lancar, seolah-olah gadis itu tidak pernah mempunyai trauma yang cukup parah dulunya. Entah memang marah atau merajuk, Arthur tidak pduli. Ia hanya ingin dekat-dekat dengan Nathalie.

Ia beranjak dari duduknya dan langsung merebahkan diri di samping Nathalie, menjadikan paha wanita itu sebagai bantal.

"Aku lelah sekali."

Nathalie menggigit bibir bawahnya pelan. "Aku marah," katanya dengan nada yang terdengar seperti orang yang merajuk.

"Aku tahu."

Arthur memejamkan matanya, melipat kedua tangannya di depan dada. Hanya itu respon lelaki itu? Selama dua tahun tidak mendatangi dan menghubunginya, lalu sekarang bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi. Apa maksudnya! Dua tahun bukan waktu yang sebentar.

"Aku membencimu." Kali ini ia mengucapkannya dengan nada yang membara, seolah-olah memang kemarahannya yang terpendam keluar saat itu juga.

Tanpa membuka mata Arthur menjawab santai. "Aku juga tahu itu."

"Aku tidak suka padamu, Arthur Xander."

"Iya, aku tahu."

Lelaki ini!

Slave BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang