Happy reading and enjoy~
Selama tiga hari ia tidak diperbolehkan makan, hanya diberi minum saja. Persembahan untuk iblis atas dirinya yang kotor akibat tidak mau membunuh Tom sebentar lagi. Ia dikeluarkan dari jeruji besi tepat lima jam sebelum diadakan persembahan. Dirinya dimandikan, diberi parfum lalu didandani dengan semewah mungkin.
Nathalie sudah pasrah pada hidupnya. Ia tidak menolak ketika mereka memandikan tubuhnya, ia menerima semuanya dengan lapang dada. Mungkin memang inilah akhir dari kehidupannya. Nyatanya masa-masanya dengan Arthur hanyalah mimpi yang numpang lewat.
Di ambang pintu Feronica berdiri sembari berkacak pinggang. Pasti wanita itu puas melihat penampilannya sekarang. Tanpa sadar ia merengut. Padahal dirinya tidak pernah merasa cantik, oh bahkan sudah lama sekali ia tidak melihat cermin untuk menilai dirinya. Biasanya ketika ia bercermin, ia hanya menatap kosong ke arah cermin. Tidak berpikiran untuk menilai dirinya sendiri.
Tubuhnya terasa lemas karena tidak diisi apa pun kecuali air. Mungkin ketika ia berjalan ke arah tempat persembahan, akan ada satu atau dua orang yang memegangi tubuhnya. Mungkin selagi menunggu ia bisa tidur sejenak. Punggungnya terasa nyaman saat duduk di atas sofa, tanpa sadar kedua matanya benar-benar tertutup.
Tuhan, tidak bisakah ketika menjelang kematiannya ia bertemu dengan Arthur. Nathalie ingin bertanya apakah Arthur benar-benar manusia sepertinya. Selama dirinya hidup tidak pernah ada orang baik yang dekat dengannya. Ia juga tidak terlalu banyak teman karena tidak ingin keberadaannya diketahui keluarganya.
Menggelikan sekali karena satu-satunya teman dekatnya mengkhianatinya. Andai saja ia tidak berpacaran dengan Tom, maka tidak akan ada yang tersakiti. Ia dan Tom bisa menjalani kehidupan masing-masing tanpa harus dikejar-kejar dan menjadi buronan. Tapi jika ia memilih tidak berpacaran dengan Tom juga tidak bisa mengubah apa pun.
Karena pasti dirinya juga mendapat tugas untuk membunuh orang lain. Nathalie memeluk tubuhnya erat-erat, andai saja dia memiliki sedikit keberanian untuk membunuh orang lain. Ia pasti tidak akan dibunuh. Ia buru-buru menggeleng. Apa-apaan pikiran itu! Bagaimana bisa ia mempunyai niat untuk membunuh orang lain.
Ternyata berputus asa pada harapan kehidupan seperti ini rasanya. Ia memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang tidak akan mungkin bisa dilakukannya saat masih bernapas.
"Hei."
Tubuhnya disentak dengan kasar.
"Sudah waktunya persembahan."
Dirinya dibawa ke sebuah ruangan luas, amat sangat luas. Tapi ruangan itu gelap, cahaya satu-satunya dari kobaran api yang berada di tengah-tengah ruangan. Juga dari obor yang dibawa orang-orang yang mengelilingi kobaran api itu. Nathalie memakai baju putih polos, rambutnya digerai dan tanpa alas kaki.
Kepalanya berdenyut saat melihat tempat ini. Ribuan sekelabat bermunculan, memori-memori yang dulu pernah dijalaninya, ingatan-ingatan yang sudah dilupakannya. Kehidupannya yang telah berlalu hingga detik ini. Nathalie terhuyung, kepalanya benar-benar sakit. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slave Bird
Romance"Aku memberimu kebebasan untuk mencintaiku, karena itulah tugasmu sebagai budak. Tapi ingat, jangan mengharapkan yang sebaliknya. Karena aku akan memberikanmu apapun itu, selain cinta." Nathalie berharap ia bisa melakukan hal itu, tapi nyatanya tida...