Lima puluh sembilan

8.3K 428 20
                                    

Happy reading and enjoy~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading and enjoy~

Arthur sudah bertekad ingin membunuh Feronica, tetapi entah mengapa hati kecilnya tidak sanggup untuk melakukan hal itu. Ia tidak mau di dekat-dekat hari pernikahannya yang suci, ia malah mengotori tangannya untuk membunuh jiwa yang berdosa.

Setelah Feronica berhasil ditemukan dan ditangkap. Ia hanya memotong lidah, kedua tangan dan kedua kaki wanita itu. Setelah itu ia mengurung Feronica di rumah bawahannya yang ia tempatkan di sekitar Nathalie. Ia tidak mau meletakkan Feronica di rumah Nathalie.

Arthur berniat menempatkan Feronica di penjara bawah tanah miliknya saat mereka kembali nanti. Setelah menyelesaikan masalah Feronica dan memastikan bahwa Neve mendapat hukuman yang wajar. Arthur merasakan perasaan yang luar biasa damai. Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya.

Ia juga mengunjungi penjara tempat ayah Nathalie berada. Meski ia yang mengurung ayah Nathalie dan sedikit membenci lelaki yang gagal menjadi orang tua itu, tetapi orang tua tetaplah orang tua. Sebesar apa pun kesalahan mereka, tidak menutup kenyataan bahwa Nathalie ada karena ayahnya.

Untuk itu, Arthur ingin meminta izin. Ia berdiri di depan sel. Arthur tidak peduli apakah saat ini ayahnya sadar atau pingsan, ia hanya ingin berbicara dan mengabarkan bahwa anaknya akan menikah.

"Aku tidak mengerti mengapa gadis cantik yang polos bisa lahir menjadi anakmu. Kadang aku berpikir bahwa Tuhan tidak adil karena telah mengirimmu sebagai orang tua kandungnya, tapi kemudian aku berpikir ..."

Kini tatapannya ke arah langit-langit ruangan, seolah mengingat dan mengenang.

"Jika Nathalie mendapat perlakuan yang baik, dia pasti tidak bisa bertemu denganku. Dia pasti menjalani hari-harinya yang dipenuhi dengan kegembiraan, dan lelaki lain akan dikirim untuk menemani semua hari-harinya yang cerah itu."

Arthur tertawa kecil. "Aku sangat senang karena menjadi satu-satunya lelaki yang mengurus kesembuhan mentalnya yang dirusak olehmu dan orang-orang jahat di sekelilingnya."

Dahi Arthur berkerut, ia menyadari ucapannya yang salah. "Tidak, bukan aku yang menyembuhkannya, tapi dialah yang berusaha dan membuat dirinya sendiri sembuh. Dia adalah gadis yang kuat dan hebat. Aku benar-benar bangga dengannya."

Ia menghela napas kuat-kuat, menatap lelaki yang tertunduk tidak bergerak itu.

"Kedatanganku ke sini ingin menyampaikan bahwa sebentar lagi, Nathalie, anakmu satu-satunya akan menikah dengan ku. Kau pasti kesal dan marah, kan?" Ia mengangkat kedua bahunya ringan. "Aku tidak bisa menghilangkan perasaan marahmu. Karena memang kedatanganku ke sini untuk meminta restu dan membuatmu kesal. Aku tidak tahu apa kau mendengar ku atau tidak. Yang terpenting, kabar ini sudah kusampaikan."

Setelah mengucapkan itu, Arthur pun melangkah pergi. Meninggalkan lelaki yang tertunduk tak berdaya itu. Lelaki itu menggigit bibir bawahnya keras hingga berdarah. Mencoba menahan amarahnya yang memuncak. Semua sudah berakhir, hidupnya yang hancur. Ini semua karena Nathalie yang tidak mau membunuh Tom, hingga Tuhan marah dan membuat hidupnya hancur.

Lelaki itu tidak pernah merasa terhina seperti ini. Membuat Nathalie menjadi anaknya, adalah pilihan yang disesalinya seumur hidup.

***

Arthur sudah membeli rumah, jadi ketika ia dan Nathalie kembali nanti, wanita itu bisa menikmati hari-harinya di tempat yang lebih luas. Rumah dengan banyak bunga dan taman yang lebar.

Ia juga menyiapkan studio tempat Nathalie melukis. Tidak lupa, ia juga sudah mengatur ruangan untuk bayi. Arthur terkekeh pelan. Seharusnya hal itu ia bicarakan pada Nathalie, karena mengandung adalah hal yang sulit untuk wanita.

Meski Nathalie ingin punya anak, tapi saat mengandung perutnya akan  membesar. Kebanyakan wanita tidak percaya diri pada perubahan yang terjadi di tubuhnya saat hamil. Arthur ingin Nathalie sendiri yang menyatakan keinginannya untuk mengandung.

Sering sekali saat memikirkan itu, Arthur terkekeh. Padahal mereka saja belum menikah, tapi ia sudah memikirkan hal-hal jauh yang belum mereka lalui.

"Uncle."

Senyum Arthur mengembang saat melihat Dominic.

"Jagoan siapa ini?"

Ia menggendong keponakannya itu. Bermain dengan Dominic terasa menyenangkan.

"Siapa lagi kalau bukan jagoan ku."

Alex yang duduk di samping Ara menyahut dengan wajah yang terkesan tidak peduli. Arthur mendengus.

Ara punya sifat keibuan meski terkesan cuek dan bodo amat pada hal-hal yang berbau kekeluargaan. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika Nathalie yang menggendong bayi.

Wanita polos yang seharusnya diperlakukan seperti bayi malah mempunyai bayi? Arthur tertawa sendiri saat membayangkannya. Meski wanita itu sudah banyak berubah, tetap saja Nathalie adalah Nathalienya. Yang manja, menggemaskan dan mampu membuatnya rindu setengah mati.

Mengingat Nathalie membuatnya jadi ingin bertemu. Meletakkan Dom di atas pangkuan Ara, ia pun pergi untuk bertemu Nathalie. Sayangnya wanita itu sudah tidur, Arthur memutuskan untuk menatap wajah Nathalie hingga dirinya diserang rasa kantuk. Lalu lama-lama ia juga turut tertidur.

Bersambung ....

Slave BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang