⚠️ COMPLETED ⚠️
15+
--------------------
Vega. Bukan seorang gadis populer, cantik, body goals atau apa pun itu. Vega hanyalah Vega. Seorang gadis yang sulit percaya diri. Bersahabat dengan Ninda membuat Vega beruntung dan memiliki beberapa teman.
...
Setelah itu, selama satu minggu lebih 4 hari mereka semua sudah puas menjelajahi Lembang, tidak tahu harus kemana lagi.
Tapi, tiba-tiba saja Emil menyarankan mereka untuk datang ke Pine Forset Camp di Lembang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kemudian setelah berkemah di sana semalam mereka akan pulang esok paginya.
“Kamu udah siap?” Tanya Ilham masuk ke dalam kamar Vega, sedangkan gadis itu sedang merapikan rambutnya.
“Udah nih, beres. Nanti abis dari tempat camping besok paginya langsung pulang kan ya?” Tanya Vega dengan semangat.
“Iya, kenapa? Semangat banget.”
“Bang Vigo telfon katanya bunda aku udah sampe rumah, bunda udah ga kerja di Singapore lagi dong Ham, kantor ayah udah bangkit lagi yang di Jakarta.”
Iya, ayah dan bunda Vega bekerja di perusahaan asing di Singapore untuk membangkitkan kembali perusahaan ayah Vega yang sempat bangkrut karena tertipu oleh pesaing. Lebih tepatnya, dimanfaatkan oleh perusahaan pesaing.
“Wah, ketemu tante Wulan lagi dong, tapi bedanya...” Ilham menggantung kalimatnya.
“Bedanya?”
“Aku harus bersikap baik sama tante Wulan.”
“Kenapa?”
“Biar dapet restu.” Ilham meledek Vega, sambil tersenyum, alisnya ia naik-turunkan.
Vega hanya menggelengkan kepala melihat itu.
“Bodoamat!!” Setelah itu Vega keluar kamar dan bergabung bersama yang lain untuk segera berangkat ke perkemahan.
Ilham hanya terkekeh melihat Vega yang salah tingkah
***
“Lama banget lo berdua!” Sentak Gilang saat Vega sudah menghampiri mereka dan tidak berapa lama disusul oleh Ilham dibelakang Vega.
“Udah ayo kita ke tempat kemahnya, gue udah excited banget tau!!!" Kata Ninda tidak sabar.
Ilham meraih tangan Vega dan menuntunnya ke dalam mobil, sampai di dalam mobil Ilham masih terus mengenggam tangan Vega. Bahkan sampai mobil tersebut jalan Ilham masih menggenggam tangan Vega dengan satu tangannya lagi yang memegang kemudi.
“Ada apa si?” Tanya Vega di tengah keheningan mereka.
“Apanya?”
Vega mengangkat tangannya dan tangan Ilham yang saling bertautan,
