Naya kembali kedalam kamarnya. Dilihatnya tante Arum masih disana, membantu Naya membereskan kamar Naya.
"Kamu kenapa? Kamu nangis?" tanya tante Arum melihat mata Naya yang memerah.
"Engga Mah, ini tadi tuh diluar banyak banget angin jadi kelilipan mataku," bohong Naya.
Naya tidak mau, tante Arum tau soal Dimas dan Naya yang hubungannya sedang tidak baik."Oalah, ya udah nanti dikasih obat mata aja."
"Oh iya, ini ada titipan dari Dimas." ucap tante Arum lagi sambil menyodorkan sebuah kotak kepada Naya.
Naya mengambilnya dari tangan tante Arum
"Ya udah, mamah mau beberes dulu ya." Pamit tante Arum sambil keluar dari kamar Naya.
Naya menutup pintu kamarnya. Lalu segera membuka sebuah kotak pemberian Dimas.
Naya terdiam menatap sepasang sepatu kets pemberian Dimas. Di dalamnya, terselip sebuah kertas.
Naya membacanya.
Gimana, suka ngga sama sepatunya? Wkwkwk
Gua harap, saat lu make sepatu itu, setiap langkah lu, lu bakal inget gua.
Nay, Terimakasih karna selalu ngasih kesempatan untuk gua, terus bisa melangkah sama lu.
Entah kita sama sama melangkah untuk menjadi masa depan, atau menjadi teman. Bagi gua, bersama lu adalah definisi bahagia gua Nay.
Lu baca sambil geli gitu ya Nay? Wkwkwk.
Sama gua juga. Wakakakaka.
Since i found you, i falling in love with you. I love you.
Jangan lupa senyum, karna senyum lu adalah candu♡
-Dimas.
Naya melipat kembali surat itu. Seperti biasa, Dimas selalu punya cara untuk membuat Naya gemas dengan setiap perilakunya.
Tapi setelah ini, apakah Dimas akan tetap sama seperti Dimas yang tidak pernah tau perihal rasanya untuk Bayu?
Naya menatap salah satu foto Dimas dan Naya yang tertempel di dinding. Tiba-tiba air matanya menetes. Setelah Dimas pergi, kenapa Naya merasa dirinya sangat jahat? Membiarkan Dimas tau sendiri, dan kini terpaksa pergi.
Bayangan-bayangan bersama Dimas dikepala, begitu memilukan. Apa yang telah di lalui Naya dan Dimas, mendadak ingin Naya putar kembali.
Selama ini, Dimas tidak pernah ingin pergi dari Naya. Tapi, setelah tau semuanya, Dimas memilih menyerah atas rasanya. Bukan untuk kalah, tapi Dimas memilih mengalah. Membiarkan Naya bahagia atas apa yang Naya pilih.
Naya baru menyadari, Naya adalah pelaku atas luka yang kini Dimas punya. Naya harus membiarkan Dimas tertampar oleh kenyataan, dan lagi, harus mengobati lukanya sendiri.
Bukankah saat ulang tahun Dimas, seharusnya Naya memberinya bahagia? Bukan sebuah luka.
Sedari awal, harusnya Naya berusaha lebih keras lagi untuk mencoba mencintai Dimas. Bukan membiarkan waktu terus berjalan, dan berakhir dengan kehilangan.
----------
Dimas sudah berada di atas gedung tua sore ini sejak sepuluh menit lalu. Dimas mengambil ponselnya dari saku celananya lalu menelpon Lusi yang tak kunjung datang.
Dimas dan Lusi akhirnya menyetujui untuk pertemuan di sore hari ini.
"Hallo Lus, lu dimana?" tanya Dimas ketika suara Lusi tersambung.
"Di belakang lu, kak." Kata Lusi membuat Dimas menoleh ke arah belakang.
Lusi tersenyum, dan mendekat kearah Dimas dan duduk di pinggiran rooftop dengan Dimas yang sudah duduk.
Lusi tampak sibuk mengeluarkan kue yang sudah tersusun lilin-lilin kecil diatasnya, kemudian Lusi menyalakan lilinnya.
"Happy birtday kak, wish you all the best. Yuk, make a wish." Lusi mengangkat kuenya kehadapan Dimas membuat Dimas tersenyum.
Dimas tampak memejamkan matanya sebentar, lalu membukanya lagi dan meniup lilin-lilinnya.
"Yeyyyyy..." Lusi bersorak dan menaruh kuenya diantara Lusi dan Dimas.
"Terimakasih ya Lus." Dimas tersenyum membuat Lusi tersenyum senang.
"Terimakasih juga, karna udah ngasih hadiah pemandangan semesta yang luar biasa indahnya." Dimas menatap langit sore yang mulai menggelap dan Matahari mulai terbenam.
"Lus?"
"Iya, kak?"
Dimas menatap Lusi lekat-lekat.
"Semalem, gua mimpi. Di mimpi gua, gua sedang terluka, dada gua terasa sesak. Sampai akhirnya, ada perempuan yang menyembuhkan luka gua."
"Perempuan itu pasti kak Naya, ya?" Lusi mencoba tersenyum.
Dimas menggeleng.
"Perempuan itu, adalah elu, Lus."
----
Sesekali emang Naya harus digituin:'))))
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi - Naya Dimas [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Kalo Nadi gua putus, gua mati Nay. Kalo kita putus, hati gua juga mati." "Emang kita pernah jadian?" "Oiya. Gua lupa." "Tapi kalo gua ga bisa buat lu luluh, Hati gua udah terlanjur lumpuh. Ga bisa bergerak, buat nyari tempat pulang. Bagi gua, lu ru...