"Yaampun, Dimas!" Naya reflek menangkup wajah Dimas, Naya mengamati luka Dimas.
Dimas mengambil tangan Naya dari pipinya. "Yuk, gua anter lu pulang."
Naya hanya mengikuti perintah Dimas, dan Dimas mulai melajukan motornya.
Di sepanjang perjalananan menuju rumah Naya, Dimas dan Naya saling diam. Suasana mendadak menjadi canggung.
"Mas, luka lu diobatin dulu, ya? Tawar Naya membuka obrolan.
Dimas tidak menjawab, Dimas melajukan motornya ke arah Taman Rembulan.
Sesampainya di Taman Rembulan, Dimas dan Naya turun dari motor Dimas. lalu mereka mulai berjalan mencari tempat yang pas untuk mereka duduk. Setelah mereka menemukan tempat yang pas untuk mereka duduki, Dimas mulai duduk.
"Gua mau cari batu es dulu ya," kata Naya berlari kecil ke arah warung pinggir taman.
Tak lama, Naya kembali membawa es batu dengan sebuah baskom yang ia pinjam di warung. Lalu Naya duduk disebelah Dimas.
"Sini, gua obatin," kata Naya
"Ck. Gua gapapa, Nay."
Naya tersenyum kecut. Selalu begitu. Dimas seolah tak apa, padahal jelas sedang terluka.
Naya menghadapkan wajah Dimas ke hadapannya, lalu Naya mulai mendekatkan es batunya dengan luka Dimas.
"Arghhh," Dimas sedikit meringis kesakitan
"Jangan sok kuat, luka lu harus diobatin." Kata Naya membuat Dimas malah tersenyum
"Makasih ya Nay, lu selalu jadi penyembuh dari segala luka gua." Dimas menatap Naya lekat, membuat Naya sedikit gugup. Entah kenapa, akhir-akhir ini, Naya jadi sering salah tingkah.
"Udah mendingan kan? Tuh kompres sendiri lukanya." Kata Naya memberikan es batunya pada Dimas, lalu Naya menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, berusaha menetralkan rasa gugupnya.
Dimas menaruh es batunya di dalam baskom, lalu menatap langit malam
"Laki-laki itu, papah gua Nay." Dimas mulai bercerita, membuat Naya sedikit terkejut.
Flashback ON
"Apakabar Mas?" Sapa Aji- papah Dimas.
Dimas tidak menjawab, sibuk membuka pintu rumahnya.
Setelah pintu terbuka, Dimas segera menuju dapur untuk mengambil pai susu yang ia simpan di kulkasnya. Sementara Aji, mengikuti langkah Dimas ke dapur.
"Bagaimana sekolah mu?" tanya Aji, sambil mengambil gelas di rak piring, lalu mengambil air di dispenser dekat kulkas.
Lagi, Dimas tidak menjawab,ia sibuk mengambil pai susunya, dan mencari paper bag untuk ia bawa.
Aji duduk di meja makan, sementara Dimas ingin beranjak pergi dari dapur.
"Papah berencana mau jual rumah ini."
Perkataan Aji sukses membuat langkah Dimas terhenti.
Dimas membalikkan badannya menghadap Aji.
"Dan kamu, akan papah bawa ke jerman."
Dimas tertawa hambar "dan papah pikir, Dimas mau?" Dimas menggeleng.
Aji mulai berdiri dari duduknya, dan berjalan mendekat kearah Dimas.
"Papah minta maaf, ya, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi - Naya Dimas [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Kalo Nadi gua putus, gua mati Nay. Kalo kita putus, hati gua juga mati." "Emang kita pernah jadian?" "Oiya. Gua lupa." "Tapi kalo gua ga bisa buat lu luluh, Hati gua udah terlanjur lumpuh. Ga bisa bergerak, buat nyari tempat pulang. Bagi gua, lu ru...