"Terimakasih ya Nay, karna udah mau kesini, udah mau ngerawat gua. Dan nemenin gua yang sendiri."
Naya tersenyum. Padahal Naya baru datang beberapa menit yang lalu, tapi Dimas sudah sangat berterimakasih seperti ini.
Naya paham, sepertinya saat saat seperti ini Dimas memang butuh teman untuk sekedar mengeluhkan sakitnya. Karna selama ini, Dimas selalu bertahan dengan kesendiriannya. Membiarkan sepi menemani hari harinya.
Baru Naya ingin berkata, tiba-tiba Gilvan datang dan langsung berkata
"Wah wah... berdua-duaan dikamar, terus peluk pelukan..." Gilvan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Reflek, Naya dan Dimas buru-buru melepas pelukannya
"Kenapa? Lu mau gua peluk juga?! Sini!" Kata Dimas merentangkan tangannya membuat Gilvan memasang ekspresi jiji.
"Gua mah maunya dipeluk Naya. Yuk Nay sini," canda Gilvan membuat Dimas melototkan matanya pada Gilvan
Naya tertawa melihat tingkah Gilvan yang kini masih menggoda Dimas, berusaha membuat Dimas kesal.
"Udah ah, Van. Dimas lagi sakit. Jangan lu ajak ribut, biar istirahat dulu Dimasnya," lerai Naya membuat Dimas menjulurkan lidahnya pada Gilvan tanda kemenangan karna Dimas dibela Naya. Ini seperti anak yang sedang dibela ibunya.
Naya menggelengkan kepalanya. Tidak mengerti kenapa Dimas tingkahnya seperti anak kecil saja.
"Yaudah ah, gua mau beli makan dulu diluar. Laper gua," pamit Gilvan
"Jadi lu kesini cuma buat ganggu gua sama Naya?"
"Heh, gua tuh ngingetin aja. Kan kalo berdua-duaan, ketiganya se-"
"Setan kan? Iya lu setannya!" Potong Dimas
"Lu jinnya." Gilvan tidak terima
"Iya gua jin. Jintanya Naya."
Naya menatap Dimas bingung
"Itu cinta!" Gilvan membenarkan
"Jauh banget, dari cinta ke jinta.""Kalo buat Naya mah, yang jauh jadi deket, Van," kata Dimas membuat Gilvan memutar bola matanya malas.
"Lu sebenernya sakit, ngga sih Mas? Masih sempet-sempetnya ngegombalin gua," kata Naya membuat Dimas tertawa sebentar
"Dah ah, gua mau nyari makan dulu, ya." Gilvan berbalik dan meninggalkan Naya dan Dimas.
Dimas memegang kepalanya. Dimas memejamkan matanya sebentar, merasakan pusing yang menyerang.
"Pusing banget Mas? Yuk makan dulu, abis itu istirahat," kata Naya mulai menuntun Dimas kearah kasur.
Setelah itu Naya mulai menyuapi bubur sampai habis. Setelah itu Dimas kembali membaringkan tubuhnya.
"Sekarang, lu istirahat ya Mas." kata Naya membuat Dimas mengangguk.
"Nay,"
"Iya Mas?"
Naya menatap Dimas yang kini sedang menatap langit-langit kamarnya.
"Dulu...." Dimas mulai bercerita "Kalo gua sakit, gua peluk tangan mamah gua Nay sampe gua tidur. Gua ngerasa lebih nyaman aja gitu. Gua ngerasa, setelah gua peluk tangan mamah gua, sakit gua sedikit berkurang, gua ngerasain lebih kuat."
"Tapi sekarang, kalo gua sakit, gua peluk tangan gua sendiri. Bikin diri gua nyaman sendiri, dan nguatin diri gua sendiri."
Naya terdiam tidak bisa membayangkan bagaimana jika dirinya di posisi Dimas.
"Karna hari ini, ada lu Nay. Gua pinjem tangan lu ya?" Pinta Dimas membuat Naya tersenyum dan mengangguk.
Dimas mengambil tangan Naya. Lalu Dimas menaruh telapak tangan Naya di dekapannya. Mata Dimas mulai terpejam, ketika Dimas sudah merasa nyaman, Dimas tertidur.
Naya menatap Dimas yang kini tertidur dengan memeluk tangannya.
Sebenarnya, bersama Dimas itu bukan hal yang membosankan. Dimas itu punya cara tersendiri membuat Naya nyaman.
Naya tersenyum miris mengingat dirinya yang begitu jahat pada Dimas. Belum bisa memberikan kepastian apa-apa pada Dimas. Membiarkan Dimas terus menunggu.
Tapi, bukankah Naya sudah mencoba untuk melepaskan Dimas dan membiarkan Dimas mencari bahagianya? dan Dimas tidak bisa lagi menemukan bahagianya selain Naya. Karna bagi Dimas, bahagianya, hidupnya, adalah Naya.
Mungkin, jika suatu saat nanti Dimas mengetahui semuanya; Perihal rasa Naya untuk Bayu, Naya tidak tau, akan sehancur apa Dimas, akan seluka apa Dimas.
Bersama Dimas seperti ini, bahkan Naya tidak tau untuk apa. Untuk meyakinkan hatinya dan mencoba membuka hatinya untuk Dimas? Atau justru malah sekedar menunda sebuah perpisahan?
-----
Gimana part ini?;'
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi - Naya Dimas [Sudah Terbit]
Dla nastolatków"Kalo Nadi gua putus, gua mati Nay. Kalo kita putus, hati gua juga mati." "Emang kita pernah jadian?" "Oiya. Gua lupa." "Tapi kalo gua ga bisa buat lu luluh, Hati gua udah terlanjur lumpuh. Ga bisa bergerak, buat nyari tempat pulang. Bagi gua, lu ru...