7

194 19 0
                                    

"Siapa orang itu? Siapa orang yang lu cintai Nay?" tanya Dimas yang membuat Naya menatap Dimas

Naya diam beberapa detik, sampai akhirnya Naya membuka suara "kenapa lu tiba tiba berpikiran gua sedang mencintai orang lain?"

"Terus gua harus mikir lu sedang mencintai gua?"

Baru Naya ingin menjawab rintikan hujan mulai turun

"Hujan Mas, ayo neduh!!" Ajak Naya bangkit dari duduknya.

Naya sedikit lega. Mungkin Tuhan mendengar doanya untuk mengakhiri pembicaraan ini.

"Perasaan gua yang sedih, tapi langit yang nangis masa." celetuk Dimas sambil berdiri

Mereka berdua lari mencari tempat untuk berteduh.

Hujan semakin deras, Naya dan Dimas sudah berteduh di sebuah warung kecil dekat Taman.

Naya memeluk dirinya sendiri untuk mengurangi dingin yang menyeruak masuk ke dalam tubuhnya

"Dingin ya Nay?" Tanya Dimas yang dijawab dengan anggukan oleh Naya.

"Sini gua peluk Nay."

"Boleh. Tapi setelah itu lu gua tampol."

Dimas tertawa membuat Naya tersenyum. Naya tau hati dimas terluka, tapi dimas selalu buru buru menutupi lukanya agar tidak terlihat siapapun, ia selalu seolah olah kuat menunggu Naya kapanpun.

Dimas mengusap puncak kepala Naya pelan lalu Dimas berkata
"Lu galak aja gua suka Nay, apalagi lu baik."

"Berarti gua ga baik?" Protes Naya sambil bertolak pinggang

"Lu baik kok. Tapi lebih baik lagi, lu terima cinta gua Nay." Dimas tertawa, entah kenapa setiap kali Dimas berbicara serius soal perasaanya setelah itu Dimas langsung membuat tingkah konyol atau berusaha membuat lelucon. Dimas memang pandai menyembuhkan lukanya sendiri.

Naya terdiam sambil Menatap Dimas yang kini sedang menatap langit mendung.

Naya tersenyum memandang sendu laki laki yang menunggunya sampai sekarang. Dimas perlu bahagia, dan Naya tau itu. Dengan cara Naya yang selalu memberikan jawaban yang tak pasti seolah menolak Dimas, itu hanya membuat luka di hati Dimas. Dimas perlu bahagia. Tapi apa Naya akan siap jika Dimas bersama yang lain esok hari? Dimas perlu bahagia. Naya harus merela membiarkan Dimas mencari bahagianya. Bukan sibuk mengejar Naya, yang justru itu adalah cara mencari lukanya sendiri.

Naya tidak pernah sadar Bahwa bahagianya Dimas itu masih tentang Naya.

"Kenapa lu natap gua gitu? Lu baru sadar gua ganteng? atau lu baru sadar, kalo gua ini emang jodoh lu?" ledek Dimas mengangkat angkat kedua alisnya

Naya mengalihkan pandangannya berusaha tidak menggubris ucapan Dimas yang terlihat konyol.

"Kok diem sih Nay? Oh... gua tau, lu kan diem diem suka natap gua ya Nay?"
"Yaudah yaudah gua pura pura gatau aja, gua natap langit lagi nih, lu natap gua lagi ya Nay?"

"Jangan mulai deh mas." ucap Naya malas berdebat

"Tuh sekarang lu pura pura ga mau natap gua Nay."
"Apa lu pura pura ga cinta gua juga ya Nay?" ucap Dimas bereuforia

Naya menggeleng gelengkan kepalanya bingung. Padahal hampir tiap hari ucapan Dimas tiba tiba menjadi absurd tapi tetap saja, Naya selalu bingung menjawabnya.

"Kalo lu be--"

'DUARRR!!!!' Suara petir dilangit berbunyi membuat Naya dan Dimas terdiam beberapa detik.

"Tuh mas, itu petir ngasih pertanda lu jangan berisik," ucap Naya asal

"Yaudah gua diem."

"Yaudah bener ya?" Naya memastikan

"Iya bener Nay"

"Yaudah diem jangan ngomong lagi," kata Naya

"Lah orang yang diem bukan mulut gua Nay"
"Tapi hati gua yang diem. Ga bakal kemana mana, dan akan tetap buat lu."

Dimas, selalu punya caranya sendiri untuk mengungkapkan rasanya, dan Dimas punya caranya sendiri untuk menutupi lukanya.

Nadi - Naya Dimas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang