41

59 13 0
                                    

Pukul 06.15 Dimas sudah berada di kantin Angkasa.  Hari ini Dimas tidak menjemput Naya, karena Naya tadi pagi sudah bilang pada Dimas, Bahwa Naya akan berangkat bersama Rena. Kebetulan, mereka berdua ingin membeli sesuatu untuk tugas mereka.

Sudah dua gelas kopi yang Dimas minum. Tapi, kantuknya masih menyerang. Hari ini, mood dimas benar-benar sedang kacau.

"Lu hanya perlu melawan diri lu sendiri, dari rasa ingin memiliki." Kata-kata Lusi terus terngiang-ngiang dikepalanya.

Kata-kata Lusi ada benarnya. Dimas hanya terlalu memaksa dirinya agar dicintai.

Jika Dimas tidak terlalu memaksa dirinya sendiri, mungkin Lusi tidak terluka. Dan, Mungkin Naya juga tidak terluka.

Dimas berpikir, Naya dan Lusi mungkin sama-sama terluka kerena keegoisan Dimas untuk memiliki Naya.

Lusi terluka karena Dimas memilih Naya yang mencintai Bayu, sementara Naya terluka karena Lusi terpaksa memilih Bayu, agar Dimas bersama Naya.

Mungkin, jika Dimas berhenti mencintai Naya, dan belajar untuk menghargai Lusi dan berusaha untuk mencintai Lusi, pasti tidak akan ada yang terluka. Naya pasti ada kemungkinan untuk menyatakan perasaanya pada Bayu.

Tapi, semua sudah terlambat. Naya dan Lusi sudah terlanjur terluka.

"Woi, kita cari-cariin ternyata lu disini."

Ucapan Gilvan membuat Dimas tersadar dari lamunannya.

Gilvan duduk disebelah Dimas. Disusul Naya yang kini sudah duduk di depan Dimas.

Dimas berdiri, membuat Naya dan Gilvan menatap Dimas

"Gua mau cuci muka dulu. Ngantuk gua," kata Dimas sebelum akhirnya berlalu pergi.

Saat ingin ke toilet, Dimas melewati ruang musik. Terdengar suara yang ia kenal sedang tertawa.

Dimas mengintip dari pintu ruang musik yang tidak tertutup rapat. Dilihatnya Lusi sedang tertawa bersama Bayu.

Sepertinya Bayu menemani Lusi latihan bernyanyi.

Lusi tampak bahagia. Bahkan Dimas tidak bisa membuat Lusi nampak bahagia seperti itu.

Akhirnya, Lusi menemukan seseorang yang mencintainya, tanpa perlu berjuang dulu.

Dimas lega, setidaknya tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi. Lusi akan bahagia bersama Bayu, dan Dimas tidak perlu merasa bersalah lagi karena memberi luka pada Lusi.

Tugas Dimas sekarang, kembali berjuang. Kembali meyakinkan Naya dengan cintanya.

Lusi akan bahagia, dan akan baik-baik saja. Jadi, tugas Dimas harus memastikan bahwa Naya akan bahagia juga bersamanya.

Semua hanya perlu waktu dan sama-sama terbiasa. Terbiasa untuk melupakan, dan menyembuhkan.

Dimas berlari kecil, kembali ke kantin menemui Naya. Moodnya kembali membaik.

Dimas sudah memilih Naya berkali-kali. Jadi, Dimas akan berjuang lagi.

Dimas duduk disebelah Naya, lalu merangkul Naya.

Naya menatap sinis Dimas. "Ini tangan kenapa disini?" Naya menunjuk tangan Dimas yang merangkulnya dengan telunjuknya.

"emang kenapa? Apa perlu tangan gua satu lagi ngerangkul disitu?" kata Dimas sambil menaruh tangan satunya lagi seperti memeluk Naya.

Membuat Naya memukul-mukul pelan tangan-tangan Dimas yang melingkar di leher Naya. "Ini apa-apaan sih, Mas?"

"Apa-apaan gimana sih, Nay, maksudnya?" Dimas berlagak bodoh.

"Lepas ga?!"

"Ga!"

Gilvan yang sedang memakan bubur, menahan tawanya.

"Apa? Mau ketawa lu?" Kata Naya sinis pada Gilvan

Gilvan langsung menetralkan kembali ekspresinya.

"Dimas lepasin ga?! Apa-apaan sih ini Mas?"

"Ah, gitu doang dibilang apa-apaan." Dimas melepas rangkulannya. "Ini baru apa-apaan." Dimas mencium pipi Naya lalu berlari cepat meninggalkan Naya dan Gilvan yang kini tersedak kerupuk bubur.

Naya membuka mulutnya tak percaya dengan apa yang Dimas lakukan. Naya berdiri, lalu berteriak "DIMASSSSSSSS!!!!!"

Siswa-siswi Angkasa lainnya yang sedang berada di kantin terkejut. Mereka semua menatap Naya. Tapi Naya tidak perduli, Naya mengejar Dimas.

Dimas apa-apaan sih?

Naya terus mengejar Dimas yang berada di depannya, sedang berlari entah kemana.

Di koridor dekat perpustakaan, Dimas berhenti. Membuat Naya ikut berhenti dan memukul Dimas berkali-kali.

"Lu apa-apaan sih, Mas?!"

"Nah, itu baru apa-apaan kan, Nay?!"

Naya berhenti memukul Dimas lalu bercekak pinggang. Memberikan tatapan sinis pada Dimas.

"Udah dong, gausah natap sinis gua gitu. Gua minta maaf ya... Gua cuma ngasih sesuatu yang akan lu inget seumur hidup kok."

Naya langsung memasang ekspresi ingin muntah "heh, ga bakal ya gua inget-inget lagi! Ga bakal!!"

"Yakin? Lu kejar gua buat bales gua kan? Nih, bales lagi dong ke pipi gua. Mau yang kanan, atau yang kiri?" Dimas menepuk-nepuk kedua pipinya "atau lu mau minta tambah?"

Dimas kembali berlari, sebelum Naya membuat dirinya menjadi perkedel.

"DIIIIMASSSSSSS!!!!!!!"

---------

Dan keusilan Dimas kembali lagiii 😂😀

Nadi - Naya Dimas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang