"Lu masih inget kan Nay?" Tanya Dimas
Naya mengangguk, membuat Dimas tersenyum. Dimas menabur kembang yang tadi ia beli sebelum masuk ke pemakaman. Kemudian, mereka mengadah tangan dan berdoa.
Setelah dari pemakaman, Naya dan Dimas membeli beberapa cemilan dan minuman. Lalu mereka menuju sebuah taman dan menyewa karpet untuk tempat duduk mereka.
Dimas bagian menggelar karpet, sementara Naya bagian menata makanan dan minuman yang mereka beli diatas karpet.
Dimas menyelonjorkan kakinya, sementara Naya masih sibuk menata cemilan dan minuman.
"Ini kita kayak lagi piknik aja ya Mas," kata Naya
"Di masa depan nanti, lu, gua, sama anak anak kita nanti juga bisa piknik bareng Nay, disini." Dimas mulai menghayal.
"Halu terus ya Mas." Naya tertawa
"Terus halu, sampe kita ke penghulu," ucap Dimas, yang kini malah membuat Naya tertawa. Bahkan Naya tidak bisa membayangkan jika benar di masa depan nanti, Naya menikah dengan Dimas.
"Terus kalo nanti kita punya anak, gua mau namain..." Dimas memandang langit sebentar "Semesta biru."
Naya menggeleng-gelengkan kepalanya benar benar tidak habis pikir dengan segala kehaluan Dimas.
"Yaudah, lu menghayal aja ya terus."
"Menghayal, sampai terkabul." Dimas bertepuk tangan atas kata katanya sendiri.
"Dah ah, gua diem aja."
"Iya lu diem aja. Jangan lari terlalu jauh, biar gua bisa terus ngejar lu," kata Dimas yang kini menatap Naya.
Oke, Dimas mulai lagi:)
Naya hanya diam, bingung mau merespon bagaimana.
"Oiya, jadi, lu udah tau kan bunga mawar itu buat siapa?" tanya Dimas yang membuat Naya mengangguk, lalu tersenyum.
Dimas kembali menatap langit biru yang membentang luas.
"Mamah gua suka banget sama bunga mawar, Nay." Dimas mulai bercerita "pas kecil, gua pernah nabung supaya gua bisa beliin mamah gua bunga mawar." Dimas tersenyum, mencoba memutar kembali kenangan lama.
Naya membuka cemilannya, lalu kembali memperhatikan Dimas bercerita.
"Gua sayang banget sama mamah gua Nay. Karna dari dulu, cuma mamah yang gua punya." Dimas menghela nafas panjang, lalu kembali bercerita "mamah gua bisa jadi sosok mamah dan papah buat gua Nay. Bahkan mamah gua bisa benerin genteng yang bocor. Definisi terbaik buat gua ya mamah gua."
"Dari dulu, gua kurang dapet perhatian dari papah gua. Selama ini, papah gua cuma pulang setahun sampe dua tahun sekali. Seminggu kemudian, dia balik. Bahkan sampe tahun ini, dia juga ga pulang buat sekedar datengin makam mamah gua Nay." Dimas menggeleng-gelengkan kepalanya. "Semenjak SMP, mamah gua udah ga pernah pake uang dari papah gua lagi. Uang tranferan dari papah gua, selalu ditabung. Mamah gua bilang, itu buat tabungan gua untuk kuliah. Mamah gua mungkin kecewa, karna waktu itu gua denger papah sama mamah gua ribut di telpon, soal papah gua yang waktu itu hampir 3 tahun ga balik balik buat sekedar nengokin gua."
Dimas tersenyum hampa, hatinya mendadak nyeri.
Dimas menghela nafas panjang sebelum melanjutkan ceritanya. "Dan lu tau Nay, apa jawaban papah gua waktu itu? Dia bilang, dia kerja demi gua sama mamah gua, dia susah payah kerja disana buat transfer gua sama mamah gua, supaya mamah gua dan gua, bisa makan enak dan ga kekurangan."
"Tapi mamah gua ga butuh itu, mamah gua cuma butuh papah gua pulang, dan nemuin gua. Soal uang? Bisa dicari sama sama. Bahkan kalo perlu, papah gua pindah aja kerjanya disini."
Dimas memberi jeda sebentar, membuang sesak yang tiba tiba menyerang.
"Tapi dia ga mau, sampe akhirnya kita tau alasan papah gua ga mau pulang. Itu semua karna dia punya selingkuhan disana."
Dimas mengepal tangannya kuat kuat, matanya memerah menahan amarah, dan sedihnya.
"Maka dari itu, mamah gua semangat kerja buat hidup gua, buat hidup kami." Dimas menyeka air matanya di ujung matanya. Tidak ingin membiarkan air mata itu jatuh.
"Mamah gua ga mau cerain papah gua, karna mamah gua berharap, papah gua bisa berubah. Tapi kenyataanya engga. Luka itu gua bawa sampe sekarang Nay. Bahkan luka itu mamah gua bawa sampe mamah gua meninggal."
Naya menatap Dimas. Dari dulu, Dimas tidak pernah menceritakan apapun tentang keluarga Dimas. Naya tidak pernah tau, hidup Dimas begitu memilukan.
Benar kata Gilvan waktu itu. Dimas hanya seseorang yang rapuh, yang berusaha mengobati lukanya.
Dimas menatap Naya "tapi jangan jadiin ini alasan untuk lu nerima cinta gua ya, Nay. Gua mau nunggu lu sampe lu bener bener cinta sama gua. Jangan terima gua kalo lu ga cinta, jangan terima gua karna lu kesian sama gua. Gua gapapa, Nay."
"Tapi Nay...." Dimas menggantungkan kalimatnya. "Gua boleh pinjam pelukan lu kayak waktu itu? Karna sekarang, hati gua kembali rapuh, Nay."
------
Kalo Naya ga mau, sini author aja yang peluk Dimas:)))
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi - Naya Dimas [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Kalo Nadi gua putus, gua mati Nay. Kalo kita putus, hati gua juga mati." "Emang kita pernah jadian?" "Oiya. Gua lupa." "Tapi kalo gua ga bisa buat lu luluh, Hati gua udah terlanjur lumpuh. Ga bisa bergerak, buat nyari tempat pulang. Bagi gua, lu ru...