40

67 17 0
                                    

Di luar cafe, Lusi terdiam menahan tangisnya, air matanya sudah mulai menetes. Lusi teringat kejadian beberapa waktu lalu saat akhirnya Lusi dan Bayu mulai dekat.

Flash back on

"Nih pake," Kata seseorang memberikan plester dan obat merah, membuyarkan lamunan Lusi.

"Lu....?"

Bayu meraih tangan Lusi, lalu mulai mengobati jari Lusi yang terluka. "Lu Lusi, kan?"

"Kok, lu tau?"

Bayu memakaikan plester ke jari Lusi.

"Siapa sih, yang ngga kenal sama most wanted SMA Angkasa. Cantik, pinter." Ucap Bayu setelah selesai mengobati luka Lusi.

Lusi tersipu "Apaan sih, kak. Gua juga kenal sama lu. Lu, kak Bayu, kan?"

Bayu mengangguk. "Kok lu bisa tau?"

"Ya iyalah. Lu kan duta couple Goals di Angkasa. Hampir semua anak sini, kenal sama lu dan kak Siska, yang pacarannya awet sampe bertahun-tahun."

Bayu tertawa mendengar ucapan Lusi. "Sekarang kan udah engga lagi."

"Kenapa sih, lu harus putus sama kak Siska?" Tanya Lusi penasaran "gua shipper kalian berdua tau."

"Kenapa ya...." Bayu memasang ekspresi berpikir. "Gua ngerasa jodoh gua yang sesungguhnya udah deket gua aja gitu."

"Hah? Siapa?"

"Elu." Ucap Bayu lalu tertawa membuat Lusi ikut tertawa.

"Ngaco lu, kak."

"Eh tapi... gua boleh minta nomor telepon lu, kan?" pinta Bayu menyodorkan ponselnya.

Dan dari situ, mereka semakin akrab. Kebetulan, waktu Lusi mengetahui bahwa Naya menyukai Bayu, waktu Bayu menyatakan perasaannya juga pada Lusi. Jadi, waktu yang pas untuk Lusi mengambil keputusan.

Flashback off.

Lusi menarik nafasnya dalam-dalam, dan membuangnya perlahan. Ini adalah akhir dari penantiannya. Setidaknya meski penantiannya tidak berujung bahagia, Lusi percaya, Lusi akan bahagia meski bukan dengan orang yang ia nanti.

Bagi Lusi, menunggu itu adalah pilihan. Bertahan selagi bisa, dan pergi ketika sudah cukup terluka.

Tidak semua penantian berakhir bahagia, tapi dari penantian itu Lusi dapat pelajaran berharga bahwa tidak perlu menunggu sesuatu yang kita yakini akan membuat kita bahagia. Tapi yakini, bahwa yang ditunggu, juga harus bahagia.

Ini adalah akhir dari penantian Lusi, dan Lusi tidak menyesal dengan apa yang telah ia lakukan. Setidaknya dengan begini, Lusi benar benar harus belajar memaksa dirinya untuk mencintai orang lain selain Dimas.

Lusi menghapus sisa-sisa air mata di ujung matanya. Lusi tersenyum melihat bayangannya di aspal. Sekarang yang harus ia lakukan adalah, membuat dirinya bahagia, dan berarti dimata orang lain. Karna semua orang akan berarti, di mata orang yang tepat.

Lusi mengernyitkan dahinya melihat bayangan seorang laki-laki yang sekarang tiba tiba sudah berdiri di sebelahnya. Lusi menatap Dimas, yang kini sudah berada di dekatnya.

"Makasih ya, Lus." Ucap Dimas "Terimakasih atas semuanya, semua yang lu lakuin demi gua."

Lusi tersenyum "bukan cuma demi lu, demi gua juga. Setidaknya dengan kayak gini, gua akan berusaha keras belajar mencintai kak Bayu."

"Seengaknya gua juga lega, bisa melepas seseorang yang belum pernah gua genggam," tambah Lusi.

"Lu hebat Lus, gua belum tentu bisa kayak lu, yang bisa melepas."

"Lu hanya perlu melawan diri lu sendiri, dari rasa ingin memiliki."

Dimas menatap Lusi, Dimas seperti tertampar dengan kata-kata Lusi

"Lu boleh curhat kapanpun lu mau, lu boleh ngajak gua main kapan aja, lu juga boleh tiap minggu ngajak gua nongkrong di tempat favorit lu, Lus. Apapun dan kapanpun, lu bisa telpon gua. Kita bisa jadi sahabat baik." Ucapan Dimas seperti ingin menghibur Lusi.

Lusi menggeleng "gua cuma pengen....." Lusi memeluk Dimas membuat Dimas sedikit tersentak.

"Saat gua meluk lu kayak gini, lu seperti mudah digapai, padahal lu terlalu sulit untuk dimiliki." Lusi memejamkan matanya, merasakan kenyamanan di pelukan Dimas.

Perlahan, tangan Dimas terangkat, ikut memeluk Lusi. Mereka berpelukan, saling menguatkan. Karena, ini adalah awal untuk mereka yang sama-sama berjuang. Dimas berjuang untuk meyakinkan Naya dengan cintanya, Lusi yang berjuang untuk berusaha mencintai dan membuka hatinya untuk Bayu.

Lusi melepas pelukannya pada Dimas. Dimas merogoh sakunya, ingin mengambil sesuatu dari sakunya.

Dimas mengambil tangan kanan Lusi, dan memakaikan gelang perak

Seharusnya gelang itu Dimas berikan pada Naya. Tapi, entah bagaimana akhirnya Dimas memberikannya pada Lusi.

"Gua ngga pernah ngasih hal lain selain luka. Jadi, ini buat lu. Lu ngga pernah genggam gua, tapi setelah ini, lu akan ngerasain  digenggam karna gelang ini setiap saat."

Lusi tersenyum kecut "genggam kayak gini?" Lusi menggenggam tangan Dimas sebentar, lalu melepas genggamannya dan melepas gelang yang diberikan Dimas.

"Lu ngga perlu berusaha untuk menggenggam gua lagi. Gua ga mau seperti di genggam, gua mau benar-benar digenggam...." Lusi memberi jeda "tapi kita udah selesai. Ah, maksud gua penantian gua udah selesai. Jadi, gua ga bisa nerima pemberian lu."

Lusi mengambil tangan Dimas, dan menaruh gelang itu di telapak tangan Dimas.
"Gua ngga mau, gelang dari lu malah ngeruntuhin apapun yang udah gua bangun sama kak Bayu dari awal. Gua ngga mau karna gelang itu, gua makin ga bisa ngelupain lu."

"Lu kasih aja ke kak Naya. Dia berhak atas gelang itu. Karna kak Naya...." Lusi menunduk sebentar, menghapus air matanya yang mulai mengalir lagi. "Orang yang selalu ingin lu genggam."

"Kak, ayo sama-sama menjadi asing."

Perkataan Lusi membuat dahi Dimas mengernyit bingung.

"Gua ngga bisa pura-pura haha hihi seolah lupa soal ini, jadi, gua akan berusaha menjaga jarak dari lu sejauh gua bisa."

"Kenapa harus kayak gitu, sih, Lus?"

"Maaf kak, bukannya gua ngga bersikap dewasa dan kekanak-kanakan. Gua cuma menghindar dari segala sakit."

Lusi tersenyum "tapi gua sadar, sejauh apapun gua menghindar, kenangan akan membawa lagi pada sosok lu, kak. Tapi gua akan berusaha untuk mengubur kenangan itu. Gua ngga mau kalo kita deket lagi, rasa egois ingin memiliki lu dateng lagi."

"Gua pamit," Lusi berjalan pergi menjauhi Dimas yang kini menatap punggung Lusi.

Lusi lega. Meski pergi dari Dimas tidak membuat Lusi bahagia, tapi setidaknya Lusi sudah berusaha membuat dirinya dan Dimas bahagia, meski tidak bersama, dan dengan cara merela.

------------

Gimana part ini?:''''

Oh iya, kira-kira kalo setelah cerita ini, aku buat cerita fanfict kalian setuju ngga?😂

Nadi - Naya Dimas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang