10. Gladi

3.5K 359 29
                                    

sofiastetic, 2021

• ☆ •

Suasana di kafetaria sekolah saat ini masih tenang seperti biasa. Andrea, Teressa, Berlin, Natta, dan Ansel sedang menikmati bakso panas dan juga es jeruk yang mereka pesan 5 menit yang lalu. Pandangan-pandangan yang terlempar ke arah mereka berlima tidak mereka hiraukan. Mereka sudah terbiasa. Dengan tatapan memuja, iri, dan dengki. Banyak sekali.

"Lo pada tau enggak? Anak Adarioz semalem berantem sama Leogar. Makannya tadi pagi gue liat muka Jarvas bonyok. Enggak Jarvas doang sih, yang lebih parah si Oji, sampe diperban setengah mukanya anjir." Ansel membuka percakapan di tengah-tengah mereka yang sedang sibuk memakan makanannya itu.

Tetapi, topik yang kali ini mungkin membuat mereka semua tertarik untuk membicarakannya.

"Iya, semalem Abrisam aja dimarahin nyokap gara-gara bilangnya cuma mau nongki di warung Mbok Darmi tapi balik-balik malah bonyok tuh muka. Enggak ngerti gue kenapa cowok-cowok suka berantem," ungkap Teressa.

"Namanya juga cowok. Gengsinya tinggi. Apalagi kalo udah nyangkut harga diri. Mau berantem sampe bunuh-bunuhan juga kayaknya mereka jabanin," kata Berlin membuat mereka semua mengangguk setuju.

"Oh iya, gue inget. Semalem sebelum mereka mau kelahi sama Leogar kayaknya ya. Dia nanyain lo Re. Lo ada masalah apaan sampe gue di telpon malem-malem loh. Mana nadanya kayak khawatir gitu," ungkapan Teressa membuat gadis berkuncir kuda itu mengerutkan dahi bingung.

"Hah? Gue? Ngapain dia nanyain gue coba? Perasaan gue enggak ada masalah apa-apa serius."

"Angga juga tanya ke gue kok, Re. Nanyain kalo lo lagi sama gue atau enggak. Semalem lo di rumah aja kan Re enggak kemana-mana?" tanya Natta membuat Rea mengangguk sedikit ragu.

"Iya, gue di rumah aja. Tidur. Mereka aneh banget deh. Harus gue selidiki ini kenapa tiba-tiba mereka jadi kayak care ke gue."

"Tapi serius deh Re. Akhir-akhir ini gue suka mergokin Jarvas curi pandang ke arah lo. Dia suka sama lo ya Re? Perasaan urusan yang lo enggak sengaja ditabrak sama dia udah kelar. Udah minta maaf kan dia?" Berlin meminum es jeruknya setelah bertanya hal tersebut.

"Idih? Dia mah belum minta maaf ke gue Ber. Serius deh, orang kayak dia enggak mungkin minta maaf ke gue. Bilang makasih aja kayaknya jarang."

"Gue? Maksud lo gue orang yang enggak bisa bilang maaf?" tiba-tiba saja dari arah belakang Rea terdengar suara yang berat dan tepat berada di samping telinga Rea. Membuat gadis itu bergidik ngeri dan dengan cepat dia memutar kepala menghadap ke samping.

Deg.

Pandangan mereka bertemu. Dan jarak mereka hanya beberapa senti saja. Cepat-cepat Rea memundurkan kepalanya.

"Sinting ya lo?" kalimat yang pertama Rea keluarkan setelah bisa mengatur detak jantungnya.

"Alhamdulillah gue waras." kemudian Jarvas melanjutkan, "Lagi makan?"

Rea memutar bola matanya malas mendengar kalimat basa basi itu.

"Lagi boker. Dah, lo sana mending ke temen-temen lo. Gue enggak mau liat muka bonyok jelek lo itu." teman-teman Rea hanya menggeleng lucu. Aneh memang, Rea dan Jarvas terlihat cocok jika bersanding tetapi, di sisi lain sifat mereka yang sama-sama batu dan keras kepala membuat mereka terlihat seperti lebih cocok bergulat daripada menjalin sebuah hubungan.

RAJARVASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang