30. Trauma

1.7K 192 20
                                    

sofiastetic, 2021

⚠️⚠️

Sesampainya di rumah sakit, Sagara kembali menggendong Rea menuju ke ruang dokter psikolog. Teressa dan Ansel yang melihat itu pun di buat bingung.

"Sagara! Why did you take her there??" tanya Teressa sedikit berteriak karena jarak mereka yang sudah lumayan jauh. Sagara hanya diam tanpa ada niatan untuk menjawabnya.

Dokter Ardan, yang merupakan dokter spesialis kejiwaan terkejut melihat Sagara yang membawa seorang gadis yang ia kenal itu sedang tidak sadarkan diri.

"Tolong dia," ucap Sagara singkat, padat, dan jelas. Setelah mendengar tersebut, dokter Ardan menyuruh Sagara untuk menaikkan tubuh Rea yang tak sadarkan diri di atas ranjang. Kemudian cowok itu keluar untuk duduk di ruang tunggu.

Beberapa detik kemudian, Teressa dan Ansel datang dengan napas terengah-engah karena menurut mereka berdua, langkah kaki Sagara sangatlah panjang dan cepat sehingga mereka tidak dapat menyeimbanginya.

"G-gimana? Rea mana?" tanya Ansel panik.

"Dia di dalem. Kalian disini aja," ucapan Sagara membuat keduanya mengangguk kemudian ikut duduk di bangku sebelah Sagara.

"Sel, gue takut Rea kenapa-kenapa ..." ucap Teressa dengan nada bergetar. Ini sudah kedua kalinya ia melihat Rea yang seperti ini. Yang pertama ketika melihat Tandrea, yang sekarang karena Tandrea juga. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Rea?

"Gue juga ... tapi kita jangan takut ya? Rea butuh semangat. Oh iya, Ra. Lo kenapa bawa Rea kesini bukan ke IGD?" Sagara menghela napas kemudian memejamkan matanya.

"Gejala dia nunjukin punya PTSD." terhitung ini pertama kali bagi mereka berbicara dengan seorang Sagara. Dan mereka langsung menangkap jika cowok ini memang cowok berpendidikan.

Sagara sedikit menjelaskan bagaimana ia bisa mengetahui gerak-gerik Rea menandakan gejala PTSD dengan nada dingin seperti biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sagara sedikit menjelaskan bagaimana ia bisa mengetahui gerak-gerik Rea menandakan gejala PTSD dengan nada dingin seperti biasa. Ansel dan Teressa yang mendengarnya hanya mengangguk mengerti. Karena sejujurnya ini pertama kali bagi mereka tentang keadaan Rea yang seperti ini.

"Lo kenapa sih, Re gak pernah terbuka sama kita?" gumam Ansel sendu. Teressa yang mendengar itu hanya mengusap bahu Ansel.

"Gue balik dulu. Kalo ada apa-apa bilang," ucap Sagara yang kemudian berdiri dari duduknya.

"Loh? Seriusan lo mau balik? Terus kita ditinggal?"

"Sorry, gue ada ulangan kimia hari ini. Nanti gue kesini lagi." Ansel dan Teressa mengangguk kemudian membiarkan Sagara meninggalkan kedua perempuan yang saling berangkulan itu.

"NGGAK! ENGGAK! ENGGAK!" teriakkan yang terdengar dari dalam membuat Ansel dan Teressa bangkit dan berlari menuju ke ruangan tersebut. Disana terlihat Rea yang sudah sadarkan diri tetapi dirinya terlihat seperti ketakutan.

RAJARVASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang