sofiastetic, 2021
Berlin sejak tadi benar-benar memisahkan diri dari teman-temannya. Hanya untuk menatap saja ia tidak mau. Membuat suasana kelas IPA 2 terlihat canggung, karena perasaan tidak enak juga bingung.
Saat ini memang sedang jam pelajaran seni budaya, tetapi karena ada kepentingan, kelas hanya diberi tugas tanpa ada pembelajaran.
"Gue males deh kelas rasanya jadi canggung."
"Sama, kenapa sih mereka harus berantem segala? Kan setengah kuasaan di kelas ini punya mereka."
"Ck tau tuh, gak bisa apa baikan aja?"
BRAK
"EH COPET COPET!!" Fanu yang merupakan cowok kagetan di kelas IPA 2 latah setelah mendengar gebrakan meja dari Berlin.
"Lo apa-apaan sih, Ber?! Kaget gue," ucap teman sebangku Berlin sambil mengelus dada. Berlin tidak mendengarnya malah bangkit dan berjalan keluar kelas.
"Susulin aja, Re. Gak enak juga kita sama anak kelas jadi canggung gini." mendengar penuturan Teressa membuat Rea bangkit dan mengejar Berlin yang sudah lebih dulu keluar.
"BERLIN!" ini seperti deja vu ketika Rea mengejar Berlin yang sedang tidak baik-baik saja di kantin. Tidak disangka teryata Berlin berhenti tetapi tidak berbalik, membuat Rea memegang pundak gadis itu menariknya untuk berbalik dan menatapnya.
"Apa?" suara Berlin terdengar sedikit bergetar. Entah karena menahan tangis atau menahan emosi yang bergejolak dalam hatinya.
"Sorry, gue enggak maksud buat ngomong kayak tadi ke lo, Ber. Gue kebawa emosi, maaf." Berlin yang mendengar itu pun terdiam. Beberapa anak yang berada di lapangan melihat hal tersebut, termasuk dengan inti Adarioz. Mereka hanya mendengar desas desus tanpa tau apa yang sebenarnya sedang terjadi. Bukan tidak mau membantu, tetapi lebih tepatnya tidak ingin ikut campur karena itu memang masalah mereka.
"Basi," ucap Berlin kemudian melangkah ke arah perpustakaan. Rea hanya terdiam, bingung harus melakukan apa. Karena ini pertama kalinya mereka berdebat.
Natta datang menyusul kemudian mengelus pundak Rea untuk memberi gadis itu semangat.
"Tenang aja ya, Re? Berlin lagi emosi, nanti gue coba bilang ke dia. Sekarang mending ke kelas dulu aja gue nyusul Berlin." kemudian gadis itu pergi meninggalkan Rea yang berdiri diam di koridor sekolah.
Bagian mana ucapan gue yang nyakitin Berlin?
Gue salah dimananya? Bukannya dia yang pertama kali bilang jelek tentang gue?
Argh ... lo kenapa sih Re? Udah jelas lo yang salah! Lo harus minta maaf lagi ke Berlin.
Ketika Rea sedang berperang dengan batinnya, sebuah bola sepak melayang hingga mengenai kepala Rea cukup keras. Hingga gadis itu mengaduh sambil memegang kepalanya dengan kedua tangan.
"ASTAGHFIRULLAH! NENG REA!! KEPALANYA GAK PA-PA?" Sementara Iyus berteriak, Jarvas yang melihat itu pun langsung berlari untuk melihat keadaan Rea.
"Lo gak pa-pa?"
"G-gue gak pa-pa." tanpa menatap siapa yang bertanya kepadanya, Rea sedikit berlari untuk menuju ke kelasnya dengan perasaan yang nano-nano. Ada marah, sedih, dan malu. Marah pada dirinya sendiri karena berani berkata pada Berlin, sedih karena perminta maafannya di tolak oleh Berlin. Dan yang terakhir, malu mengingat kejadian yang direkam oleh Teressa tentang perilakunya pada Jarvas semalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
RAJARVAS
Novela JuvenilRAJARVAS story of Andrea and Rajarvas. Ketika Rajarvas Bamantara si ketua geng besar bernama Adarioz harus berurusan 'lagi' dengan gadis cantik bernama Andrea Primadona, karena suatu kejadian yang tidak disengaja. Seperti namanya, Rea yang merupakan...