Happy reading
Radit mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, membuat para anak buahnya tak berani berkutik. Bahkan bernapaspun mereka tahan. Setelah menimang dan memikirkan segala hal, ia rasa ini adalah waktu yang tepat. Radit segera beranjak dari duduknya dan pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah kata pada anak buahnya yang ia tugaskan untuk menjaga Gisel dan Baby Will. Tentu hal tersebut membuat mereka bernapas lega.
Langkah tegap Bara membawanya ke ruangan Damar, ayahnya Radit. Setelah mengetuk pintu ia segera masuk di sambut ayahnya yang tengah mempelajari berkas yang ada ditangannya.
"Loh, kamu Dit? Ada apa?" tanyanya mendongak menatap anak semata wayangnya.
"Aku mau melamar Gisel, Pa. Ini juga waktu yang tepat mereka telah bergerak. Dengan ini adalah cara aku untuk melindungi anakku dan Gisel, Pa. Serta memberikan Ibu untuk Rion yang telah kehilangan Bundanya." jelasnya.
Damar mengangguk menyetujui keputusan anaknya. Ia merasa ini adalah keputusan yang tepat. Lalu ia menanyakan apa yang mengusik hatinya. "Apakah kamu mencintainya Dit? Kalau kamu tidak mencintainya kamu tidak perlu menikahinya carilah orang yang benar-benar kamu cintai. Papa tak ingin memaksakan kehendak lagi dengan menikahkan kamu dengan wanita yang tidak kamu cintai." ujarnya dengan nada sendu.
" Untuk perasaanku aku masih belum bisa mengerti tapi satu hal yang aku rasakan ketika di dekat Gisel jantungku berdebar, aku juga tidak menampik saat bersama Sarah dulu aku merasa nyaman. Karena itulah aku mencintai dengan rasa yang berbeda." ujarnya.
"Hahhaa. Oke lalu kapan kamu akan melamarnya?" tanyanya diselingi tawa kecilnya.
"Kemungkinan Lusa. Nanti aku akan bicara dulu dengan Gisel." Damar mengangguk membalasnya.
Radit memeluk Papanya sembari mengucapkan terima kasih dan setelahnya ia pamit untuk menuju kantornya lagi.
Setelah kepergian Radit, tentu saja Damar langsung menelpon istrinya dan kabar bahagia tersebut disambut dengan kebahagiaannya juga sang istri.
....
Gisel menuju ke ruangan Pak Bos alias Radit setelah dipanggil. Ia sedikit heran apakah ia punya salah tapi Gisel merasa tak punya salah. Namun, ia tetap memenuhi panggilan tersebut dan menuju ruangan Radit.
Mengetuk pintu sebentar dan setelah di persilahkan masuk, Gisel pun memauki ruangan kerja yang masih saya membuatnya kagum dengan interior yang elegan dan mewah sesuai dengan orang yang akan ia temui.
"Silahkan duduk." Gisel segera meletakkan bokongnya di kursi yang telah disediakan. Mata Gisel langsung menatap ke pria itu.
"Emm. Maaf Pak. Apakah saya punya salah ya sehingga di panggil kemari?" tanya Gisel was-was.
"Haduh Pak. Jangan keuarkan saya nanti bagaimana saya buat laporan buat tugas magang sayaa.. Sekali lagi maaf kalau saya banyak salahnya, Pak. " sambungnya dengan panik. Kalau dia sampai di pecat, mati sudah pasti dia akan memulai magang lagi dari awal ditempat baru lagi, dan Gisel tak mau semua itu terjadi.
Bibir Radit berkedut, namun masih menggunakan wajah datarnya. Akhirnya ia menghela napas pelan.
"Gisel. " panggilnya.
"I-iya, Pak. " jawabnya.
"Sekarang dengarkan penjelasan saya, tanpa ada satu kalimat yang di potong. Mengerti? "
"B-baik Pak. " jawabnya gugup.
"Jadi begini. Besok saya dan keluarga akan ke rumah kamu. Maukah kamu menjadi istri saya? Saya tahu saya tidak bisa memberikan kesan yang romantis padamu. Dan jujur saja saya ini duda beranak satu yang ditinggal meninggal istri saya. Tanpa alasan itu semua. Maukah kamu mnejadi istri saya? " ujar lelaki itu dengan gugup.
Gisel mengangguk-anggukan kepalanya untuk mencerna semua informasi yang didengarnya. "Oh, hemm. Hah? APA?! " teriaknya tanpa sadar saking terkejutnya.
Gisel menatap horor bosnya, menggelengkan kepalanya untuk mengusir ucapan bosnya yang masih menggema di telinganya. 'Maukah kamu menikah dengan saya? '
Maukah kamu menikah dengan saya?
Maukah kamu menikah dengan saya?
Gisel langsung berpegang pada meja di depannya. Tidak tahu mengapa tiba-tiba tubuhnya melemas. Ia masih terkejut dan tidak percaya dengan semua ini. Namun kalimat tersebut terus menggema di telinganya dan juga jangan lupakan tatapan serius dan tegas bossnya menghunus Gisel yang tengah mencerna semuanya.
"Ba-bapak b-bercanda kan ya? "tanyanya memastikan takutnya ia salah dengar dan perlu mengorek telinganya sampai benar-benar bersih.
"Tidak! "
"Kalau begitu Bapak pasti sedang khilaf, ngeprank saya." lanjut Gisel menampik semuanya.
"Tidak. "
"Bapak beneran mau lamar saya. Tapi saya sudah punya anak lho. Mana anak saya ganteng seperti bapaknya. " ujar Gisel asal untuk mengelak membuat Radit tersenyum kecil.
"Saya tahu. Saya juga duda kalau kamu perlu tahu. "
Gisel makin pening. Bagaimana ini? Alamak jiwanya merasa melayang meninggalkan raga kosong yang tengah berhadapan dengan pak bosnya.
Gisel menghela napas pelan bersyukur karena bukan ia mau dipecat tapi ini juga lebih mengejutkan daripada ia memenangkan lotre. Ia kembali menatap Radit mencari raut bercanda agar ia percaya bahwa ini hanyalah mimpi. Namun, sayang tak ada raut humor atau apapun itu yang ada raut serius, tegas dan berwibawa membuat Gisel semakin menciut. Namun, benar adanya bila jantung Gisel telah berdisko ria mengejek Gisel yang sedang kebingungan.
"Tapi bagaimana dengan keluarga, Bapak? Yang ada nanti malah seperti drama drama televisi menantu musuhan dengan mertua? " tanyanya lagi.
"Jangan khawatir bahkan orang tua saya sangat bahagia dan sudah menantikan kamu. " balasnya.
"Hah? "
"Intinya besok saya da kelurga saya akan datang ke rumah kamu. Sekalian ada yang ingin kami jelaskan tentang sesuatu." sambungnya.
"Harus ya? " ujar Gisel lagi.
"Iya. Dan saya tidak menerima penolakan." membuat Gisel mendengus.
"Lalu apa untungnya memberitahuku. Sampai memanggilku ke ruangannya hingga membuatku panik segala. Huh! " cibirnya pelan namun sayang masih bisa di dengar.
"Agar kamu tidak terkejut dan kabur. " balasnya.
"Hah? "
"Ck, sudah sana kamu keluar. Nanti kamu pulang bersama saya. " ucapnya.
"Hah? " Seketika Gisel memutuskan lari dari ruangan itu. Ingin segera lepas dari kejadian yang menurut Gisel sangatlah absurd dan menengangkan dan tak normal buat hati dan jantungnya.
...Di lift yang kebetulan kosong Gisel langsung merosot dan terduduk mengot sambil menyenderkan kepalanya ke dinding dan sesekali membenturkannya pelan. Setelahnya ia mengacak rambutnya hingga kacau sekacau hatinya yang entah harus bagaimana ia bingung.
Ia kembali ke kubikelnya di samping Mbak Luna selagi pengawasnya dalam magang. Mbak Luna yang melihat Gisel dengan rambut acak-acakan dan wajah linglung itu menatap penasaran.
"Kamu kenapa Sel. Habis keluar dari ruangan Pak Bos malah mirip gelandangan gitu. Habis dimarahin Pak Bos ya sampe wajahmu itu uh aku aja geli lihatnya. " ujar Mbak Luna.
Gisel menatap cemberut ke arah Mbak Luna. Ia pun langsung duduk di kursinya. "Apasih Mba. Malah aku ngerasa kacau akibat ucapan Pak Bos. Aku merasa di prank tahu. Mana diajak nikah? " ujarnya pelan dengan nada kesal.
"APA?! "
semoga suka, jangan lupa vote dan comentnya.
Follow juga akun author
@Lainue_nue15Dan ig author
@dere_kile
KAMU SEDANG MEMBACA
I BECOME MOM [ On Going]
ChickLitGisella Gabriola. Menjadi ibu merupakan hal yang diingin setiap wanita. Tak terkecuali oleh Gabril. Iapun suatu saat ingin menjadi seorang ibu. Namun yang membuatnya gila ia menemukan bayi mungil di pinggir jalan yang sepi saat malam selesai dari l...