(9) LIBURAN

342 39 0
                                    


Persiapan Arfi dan Rani telah selesai, akhirnya mereka berangkat pagi-pagi sekali menuju luar
kota kawasan puncak di sebuah villa milik keluarga Hariwijaya. Di perjalanan mereka tampak
menikmati suasananya tak terasa sudah memasuki kawasan puncak. Udara dingin terasa menusuk
hingga ke tulang terasa sejuk seolah jauh dari pencemaran tak seperti udara di area perkotaan yang
tercemari kepulan asap pabrik dan bermacam kendaraan. Tak terasa mereka sudah mencapai
setengah perjalanan. Sepertinya Rani merasa sedikit bosan karena menempuh perjalanan cukup
jauh.
"Masih jauh ya Kak tempatnya?" tanya Rani penasaran karena belum pernah mengunjungi tempat
yang dimaksud Arfi, meskipun ia sering bepergian ke kawasan puncak untuk aktivitas pemotretan
sebab tempatnya berlainan dengan tempat yang sering dikunjunginya yang berurusan dengan
pekerjaannya.

"Sebentar lagi kita sampai." jawab Arfi datar dan masih fokus mengemudi.

Tempat yang sedang dituju Arfi adalah sebuah villa milik Hariwijaya yang notabene ialah ayah
Arfi. Villa itu sering digunakan oleh keluarga Arfi jika mereka sedang liburan akhir pekan sekedar
melepas penat. Semenjak kedua orang tua Arfi pulang ke kampung halaman tempat itu semakin
jarang dikunjungi. Dahulu tempat itu menjadi favorit bagi Arfi dan mendiang Cassandra karena
disana banyak menyimpan kenangan tentang kebersamaan mereka sebelum peristiwa tragis yang
merenggut kekasihnya. Hingga dalam kurun waktu lima tahun Arfi tak pernah kesana dan baru
sekarang akan mengunjungi tempat itu kembali. Setelah menjeda kalimat yang akan diucapkannya,
Rani pun bertanya lagi untuk sekedar basa basi agar tak terkesan hening.

"Kenapa sih Kak? Kita harus menghindar ke tempat sejauh ini, bukannya lebih baik menyelesaikan
masalah ini dan hadapi orang-orang itu secara terang-terangkan dan melaporkannya pada pihak
yang berwajib." ucap Rani to the point tanpa memahami kelihaian serta kelicikan musuh Arfi
seperti apa.

"Kamu nggak tahu seberapa liciknya orang itu Ran, maka dari itu aku ingin menghindarkanmu
dari orang-orang itu agar sesuatu yang lebih buruk tak terjadi padamu." Arfi menjelaskan
maksudnya.

"Tapi kenapa harus bepergian seperti ini?" keluh Rani.

Dia tak menyukai ide Arfi menyingkir dari rumah
selama beberapa hari dan bagi Rani tindakan itu seolah lari dari masalah yang harusnya malah
diselesaikan.

"Ikuti saja saranku Ran. Kamu takkan rugi menuruti permintaanku kali ini," kata Arfi meyakinkan
sambil tersenyum.

Rani mengernyit bingung mencerna jawaban Arfi yang terkesan menyiratkan makna tersembunyi
dibalik senyum itu. Saat ini Rani merasa Arfi sangat protektif dari biasanya dan terkesan
berlebihan. Setelah menempuh perjalanan selama beberapa jam mereka sampai di tempat tujuan.
Usai memarkirkan mobil ke garasi Arfi bergegas turun dari mobil disusul Rani mengekori di
belakang. Barang-barang yang dibawanya sudah dibereskan oleh pelayan yang mengurus villa itu.
Mereka disambut ramah oleh penjaga yang mengurus tempat itu.

"Selamat siang mas Tira?" penjaga villa itu mengucap salam dengan tersenyum ramah.

Mereka hanya tersenyum menjawab salam penjaga villa itu yang bernama Pak Diman. Kemudian mereka
diantar ke kamarnya masing-masing yang terletak di lantai dua.

Tiba waktunya untuk makan siang, Arfi segera menemui Rani untuk diajak makan siang bersama.
Arfi mengetuk pintu kamar Rani hampir lima belas menit tampaknya Rani masih belum membukakan pintu. Arfi pun berinisiatif membuka knop pintu tersebut dan ternyata tak terkunci.

Kemudian dengan penuh percaya diri Arfi memasuki kamar Rani mengedarkan pandangannya ke
sekeliling ruangan itu. Di saat bersamaan Rani keluar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan
handuk di tubuhnya dari dada sampai sebatas paha. Keduanya tampak tersentak kaget saat
pandangan mereka sama- sama terkunci ketika saling tatap.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang