(5) KEMBALINYA SEBUAH SENYUMAN

491 43 8
                                    

Mendung hitam perlahan menghilang. Hujan badai berhenti merinai. Awan kelam membayang suram tersisih berganti putih. Seperti duka nestapa pada saatnya pastilah sirna. Karena saban duka seiring warktu selalu berganti bahagia. Segala ujian dan cobaan hidup itu dihadirkan untuk menguatkan seberapa mampu untuk bertahan. Di balik itu rencana Sang Pemilik Semesta lebih elok tanpa disangka. Dan senyum si jelita kembali menjelma.

Helsa tiba di rumah setengah jam setelah kepergian Arfi menemui Siska. Selesai memarkirkan mobil di garasi, dia bergegas turun dan masuk ke rumah berniat menemui Sekar untuk diajak jalan-jalan.

"Sekar," panggil Helsa.

"Iya," jawab Sekar yang masih berada di balkon sambil melihat senja.

"Kamu sudah siap?" tanya Helsa.

Sekar mengangguk sebagai jawaban.

"Kak Arfi mana? Udah sore gini kok belum kelihatan?" tanya Helsa lagi saat mengamati suasana di rumah terasa sepi.

"Tadi ada telepon dari kak Siska katanya pengen ketemu dan kemungkinan ngobrolin urusan kantor," ucap Sekar.

"Tumben Siska nggak ke sini aja, biasanya juga sering nongol dan nggak pernah ngajak jalan segala."

"Aku siap-siap dulu, Kamu tunggu di bawah aja!" titah Helsa.

Tak berselang lama mereka siap berangkat menuju mall terbesar di ibu kota untuk membelanjakan kebutuhan Sekar. Helsa begitu bersemangat melakukan itu seolah memiliki saudara perempuan. Dia tak tanggung-tanggung mengeluarkan banyak uang hanya demi menyenangkan hati gadis itu. Selesai belanja, Helsa mengajak gadis itu ke salon langganannya. Dia berniat mengubah penampilan Sekar agar terkesan lebih fresh. Meskipun sebenarnya Sekar berusaha menolak namun Helsa tetap memaksa. Usai dari salon mereka mampir ke food court dekat area mall sambil ngobrol ringan.

"Gimana tadi di kantor kak Arfi?" tanya Helsa antusias.

"Sangat menyenangkan, aku merasa memiliki teman baru," jawab Sekar.

"Oh iya, siapa teman barumu itu?" tanya Helsa lagi.

"Sekretarisnya kak Arfi."

"Gitu deh orangnya memang. Siska itu sangat easy going sama siapa aja. Dia itu periang dan humoris. Jadi meski baru kenal dia terasa udah kenal lama," papar Helsa.

"Kamu tadi disuruh ngapain aja di sana?"

"Disuruh kak Siska jadi model dadakan," jawab Sekar.

"Emang model yang biasanya kemana? Kok Kamu yang disuruh buat gantiin?" tanya Helsa penasaran.

Sekar pun menjelaskan tentang alasan dirinya menjadi model dadakan dadakan di kantor Arfi seperti yang dikatakan Siska tentang pengunduran diri sepihak oleh seorang model yang sudah lama dikontrak. Helsa menyimak ucapan Sekar dengan serius.

"Kayaknya ide gilanya Siska berhasil, lagi pula tak ada salahnya jika Kamu jadi model pengganti karena wajahmu memang menjanjikan," puji Helsa tulus.

"Kakak bisa aja, aku hanya gadis kampung biasa dan tak pernah berharap lebih," sahut Sekar merendah.

"Kamu nggak boleh pesimis gitu. Siapa tahu apa yang Kamu lakukan hari ini bisa mengubah jalan hidupmu." Helsa memberi semangat.

"Nanti aku coba ngomong sama kak Arfi untuk merekomendasikanmu jadi modelnya."

"Nggak usah, Kak!" tolak Sekar.

"Kamu jangan bicara seperti itu. Ingatlah, kami sudah menganggapmu sebagai keluarga. Dan juga kak Arfi pasti senang dengan saranku ini."

Sekar hanya bergeming menanggapi pernyataan Helsa. Dia tampak bingung harus berkata apa mengingat segala kebaikan yang sudah banyak dilakukan kakak beradik itu terhadap dirinya. Dia selamat dari maut karena pertolongan Arfi dan sembuh dari trauma yang dialaminya akibat peristiwa yang tak ingin diingatnya lagi. Sebuah kejadian yang membuatnya terdampar di kota metropolitan dan sama sekali tak diinginkan sekaligus membuatnya terasa asing di sini karena memang tak mengenal siapapun bahkan tak memiliki satu pun keluarga yang tinggal di sini.


🌿🌿🌿


Saat Arfi sampai di rumah, ia tampak sibuk di meja kerjanya. Di sela kegiatannya itu berbagai kilasan kisah lalu terputar kembali di otaknya secara otomatis. Ada beberapa peristiwa yang membuatnya harus berurusan lagi dengan seseorang yang selalu iri padanya. Pria itu bernama Daniel Narendra Dharmawan. Pria itu adalah anak konglomerat kaya yang menjadi sahabat Arfi semasa SMA dan menyukai gadis yang sama yaitu Cassandra Wulandari. Sejak itulah puncak kebencian Daniel terhadap dirinya. Daniel merasa bahwa Arfi selalu selangkah di depannya seakan mengambil seluruh kebahagiaan yang dimilikinya, padahal Arfi tak pernah sekali pun berpikir demikian.

"Apa mungkin Daniel yang melakukannya? Tapi untuk apa?" gumam Arfi.

Dia memandangi langit-langit kamar sambil menerawang jauh. Setiap mengingat Cassandra kepedihan itu muncul dengan sendirinya tanpa diminta. Gadis itu sangat berarti dalam hidupnya seakan tak yakin kalau kini telah tiada. Baginya gadis itu adalah belahan jiwa namun takdir telah merenggutnya. Bagai membuka luka lama yang belum mengering, kini luka itu berdarah ketika sosok Daniel mengusik ketentraman hidupnya. Cassandra adalah cinta pertamanya. Setelah kepergian Cassandra jiwa itu terasa hampa seperti kerangka tanpa makna. Kematian gadis itu membuat Arfi terpukul, andai saja Helsa dan Siska tak ada mungkin dia putus asa dan terpuruk dalam duka yang mendalam. Bagaimana tidak, saat itu sang kekasih pujaan harus kembali ke pangkuan Sang Pencipta dua minggu menjelang pernikahan.

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam saat Helsa dan Sekar tiba di rumah. Sekar langsung bergegas menuju kamarnya untuk istirahat, sedangkan Helsa menemui Arfi di ruang kerjanya.

"Kak Arfi udah makan?" tanya Helsa saat melihat Arfi tampak murung.

Arfi bergeming menatap foto Cassandra sendu.

"Kak," panggil Helsa sekali lagi menepuk bahunya pelan.

Arfi tersadar dari lamunannya menatap Helsa.

"Kakak masih ingat Sandra?"

"Iya, Els. Hatiku terasa pedih tiap mengingatnya meski hanya menatap fotonya." Arfi berurai air mata memegang foto gadis pujaannya.

Di foto itu Cassandra preweed bersama Arfi yang tampak serasi dengan baju adat Jawa berwarna serba putih. Bulir-bulir kristal pun berjatuhan di kaca pigura itu. Seketika pilu membubung kalbu. Simpulan cinta terlucut tak terduga kala takdir memutus atma dari raga. Menyapalah nestapa. Nurani berkubang derita. Tinggallah duka merajam sukma melara.

Kamu dan Kenangan

Kamu selalu indah tersimpan di benak
Kenangan bersamamu takkan beranjak
Kini hanya bayang wajahmu yang tampak
Kisah memori kita kian menyeruak

Kikis hati terasa sesak
Kamu selalu temaniku dalam tiap gerak
Kita selalu beriringan laksana awan berarak
Kini hanya kenangan tinggalkan jejak
Kuterdiam dan terisak

Arfi meneteskan air mata setelah meletakkan kembali pigura foto preweed mereka sambil membaca halaman buku puisi pemberian seorang teman sekolahnya karya penyair amatir Netta Saleem berjudul "Alunan Tembang Jiwa."
Pada halaman buku yang dibaca itu benar-benar mewakili persaannya saat terkenang oleh sosok sang pujaan.

Helsa merasa trenyuh acapkali melihat sang kakak tampak rapuh seperti ini. Perlahan ia kemudian mendekat.

"Sudahlah, Kak. Jangan seperti ini. Sandra sudah tenang di sisiNya."

Helsa memeluk kakaknya dengan sayang seolah beri kekuatan.

Perlahan Helsa melonggarkan pelukan, dia berusaha membuka obrolan alihkan perhatian Arfi dengan membahas hal lain yaitu tentang Sekar yang ingin diajukan menjadi model di Yudhistira Corporation pengganti Riska Anindita. Arfi pun dengan senang hati menyetujui saran adiknya dan bermaksud membicarakan hal itu besok saja langsung kepada yang bersangkutan.



















Bersambung ....

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang