PULANG

155 31 8
                                    

Permintaan Nila untuk menemui Arum ternyata membawa perubahan secara signifikan. Kehadiran Nila memberikan dampak positif untuk memulihkan kondisi mental Arum yang sempat terganggu belakangan ini. Sudah genap sebulan Nila diijinkan tinggal di rumah Arfi. Perempuan itu memberikan motivasi untuk kesembuhan Arum. Kekhawatiran yang menyergap hati Arfi dan Helsa perlahan sirna. Kini mereka sedang bercengkrama merencanakan kepulangan Arum.

"Boleh ya, Kak? Kalau aku pulang untuk menemui bulik Ningrum?" tanya Rani.

"Tentu saja, Ran. Dan aku juga berniat meminta ijin pada beliau untuk melamarmu," ungkap Arfi menjelaskan maksudnya.

Rani tersenyum kemudian memeluk Arfi tanpa malu bersikap manja di saat ada seseorang di sekitar mereka. Kini ia sudah terbiasa dengan perlakuan Arfi yang selalu setia mendampinginya.

"Duh mesranya kalian," celetuk Nila yang memperhatikan keduanya sejak tadi.

Rani dan Arfi menoleh bersamaan. Dan setelahnya menyembunyikan wajahnya di dada kekasihnya.

"Sini aja, Mbak! Arfi memanggil Nila untuk mendekat ke arah mereka.

"Tadi saya nggak salah dengar to?" tanya Nila.

Rani masih betah berada di dekapan Arfi dan masih belum berniat melepaskan pelukan itu.

"Iya. Saya akan mengikat Rani dalam pertalian resmi," sahut Arfi dengan yakin.

"Sayang, ada Mbak Nila di sini. Nggak dilepas dulu pelukannya. Nggak enak sama dia," bisik Arfi di dekat telinga kekasihnya.

"Emang aku nggak boleh meluk Kakak?"

"Bukan begitu. Tadi Kamu bilang pengen ngobrolin tentang kepulanganmu?"

Rani perlahan melonggarkan pelukannya. Kemudian ia menoleh pada sahabat baiknya yang tersenyum le arah mereka.

"Mbak Nila mau nemenin aku, kan?"

"Iya, Rum. Aku akan selalu menemanimu."

Rani sontak memeluk Nila dengan binar bahagia terpancar jelas di kedua sorot netra.

Dari balik pintu ruang tengah Firman memperhatikan keakraban Nila dan Arum seperti dulu. Ia teringat saat-saat pertunangannya dulu dengan Arum. Ia pernah merasa bahagia ketika berada di posisi itu. Firman melihat dengan jelas bagaimana manjanya Rani ketika berada di dekat Arfi setelah pulih dari gangguan kecemasan beberapa minggu ini. Firman mendesah kecewa karena tidak mampu melawan norma di keluarganya untuk meraih kebahagiaannya.

"Terkadang apa yang kita inginkan tidak harus kita miliki, maka jalan satu-satunya adalah mengikhlaskan. Dengan begitu kita bisa menerima semuanya denfan hati lapang," ucap Helsa berdiri di belakang Firman dan ikut menatap lurus ke arah pandangan Firman.

"Kamu benar, Els. Meskipun apa yang aku rasakan terasa menyakitkan. Aku telah kalah dengan egoku selama ini sehingga harus kehilangan dia," jujur Firman ungkapkan penyesalan pada dirinya.

"Sudahlah, Fir. Seiring berjalannya waktu Kamu akan mengerti bahwa tidak semua yang selalu kita harapkan harus terwujud."

"Mudah mengatakannya, Els. Tapi sulit dilakukan."

"Sulit bukan berarti tidak bisa dilakukan. Tergantung dari niat kita sendiri. Jika kita berusaha menyadari dan berdamai dengan keadaan serta menerima kenyataan dan memaafkan diri sendiri, aku yakin semua akan berjalan dengan mudah. Bila seseorang yang kita cintai sudah bahagia bersama dengan orang lain tidak ada alasan bagi kita untuk meratapi penyesalan karena tidak akan mengubah apapun," terang Helsa menyarankan.

"Sepertinya Kamu sudah mengalaminya sendiri, maka mudah bagimu mengatakannya," sanggah Firman.

"Bukankah seharusnya mudah bagimu melakukannya, karena Kamu sudah menemukan penggantinya?" sindir Helsa.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang