AWAL MASALAH

151 27 10
                                    

Dua puluh tujuh tahun yang lalu

Ningsih dan Rustam Rahardi sedang berbicara serius setelah mereka melakukan hubungan kelewat batas yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh pasangan yang belum terikat secara resmi.

"Seharusnya kita tidak boleh melakukan ini, Mas," sesal Ningsih sambil menangis.

"Apa Kamu menyesalinya, Ning? Apa Kamu tidak percaya padaku?  Bukankah kita saling mencintai?"

"Tapi tidak seharusnya kita melakukan ini. Ini tidak boleh. Kira belum tetikat," Ningsih masih sesenggukan.

"Ning, jika terjadi sesuatu padamu aku pasti akan bertanggung jawab."

'Benarkah, Mas Hardi menikahi aku bila sampai aku mengandung anakmu?"

"Tentu!' Hardi memeluk Ningsih dengan sayang.

Di antara rasa takit yang mendera hati, Ningsih pun luluh dan percaya dengan ucapan kekasihnya.

Dua bulan setelah kejadian itu, mereka tidak bertemu. Ningsih dilingkupi rasa cemas yang kian memburu.

"Kamu nyapo to, Ning? Awit maeng tak sawang kok ora jenak, blas?" tanya Riyanti.

(Kamu kenapa, Ning? Sejak tadi kulihat kok tidak tenang sama sekali)

"Aku takut, Yan."

"Opo sing kok wedeni, Ning?"

(Apa yang kamu takutkan)

"Kepiye umpamane mas Hardi nyidrani janjine lan ora keno diugemi omongane, Yan?"

(Bagaimana seandainya mas Hardi mengingkari janjinya dan tidak bisa dipegang kata-katanya)

"Emange awakmu dijanjeni opo nang dhekne?"

(Memangnya kamu dijanjikan apa sama dia)

"Dia berjanji untuk menikahiku jika aku hamil."

"Opo, Ning?" teriak Riyanti kaget.

(Apa, Ning)

"Aku ... A---ku hamil?"

"Duh Gusti kula nyuwun ngapuro!" pasrah Riyanti seraya menutup wajah dengan dua telapak tangan.

(Ya Tuhan ampuni hamba)

"Kamu sudah bilang pada Hardi?"

"Belum."

"Cepat beritahu dia tentang keadaanmu saat ini," usul Riyanti.

"Apa aku perlu mengantarmu ke sana, Ning?"

Ningsih hanya mengangguk yakin dengan saran dari sahabatnya. Seminggu kemudian, ia pun akhirnya bertemu lelaki itu. Tanpa ia tahu, pria yang ingin ditemuinya memanglah pengecut. Pria yang sedang bersamanya bukan Hardi melainkan Suteja. Lelaki itu bingung kenapa Ningsih  berwajah sendu.

Setahu dirinya perempuan itu selalu tersenyum ramah pada siapapun. Suteja sengaja menemui Ningsih karena perempuan itu adalah kekasih sang kakak. Selama ini Suteja merasa ibu acapkali melihat Ningsih yang selalu disia-siakan bahkan hanya dijadikan mainan oleh Rahardi. Sudah terhitung lima kali Ningsih berusaha menemui Rahardi namun tetap saja nihil. Sejak kejadian itu Rahardi seolah menghilang. Entah kemana perginya. Suteja  juga tidak pernah tahu keberadaannya.

"Apa ada hal penting yang ingin Kamu  tanyakan, Ning?"

Ningsih bergeming dengan bulir-bulir bening membasahi kedua sisi pipinya. Dia  mengeluarkan sebuah kotak kecil yang isinya test pack bergaris dua yang menandakan positif hamil dan surat keterangan  dari dokter yang menyatakan validasi jika nanti diragukan tentang kejujurannya. Saat ini usia kandungannya mencapai enam minggu. Suteja tercengang ketika kotak itu dibuka olehnya. Ia menahan geram tatkala mengingat wajah tak berdosa Rahardi. Ia berpikir bahwa kakaknya akan serius dengan perempuan yang berdiri di hadapannya ini. Untuk kesekian kalinya perempuan lugu tersebut sudah menjadi korban sang kakak.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang