PENGAKUAN THOMAS RAHARDI

205 40 37
                                    


Setelah Arfi siuman tiga hari yang lalu dan melewati masa kritis kini lelaki itu sudah dipindahkan ke ruang perawatan dan kondisinya semakin membaik. Masker alat bantu pernapasannya pun sudah dilepas. Rani pun dengan setia berada di sisinya.

"Kakak jangan tinggalin aku lagi ya," pinta Rani.

"Bukankah aku sudah kembali, sayang," ucap Arfi menyeka air mata di pipi kiri Rani.

"Tapi Kakak hampir pergi meninggalkanku."

"Aku sudah janji pada diriku untuk menemanimu. Mana mungkin aku mengingkarinya," ungkap Arfi penuh kesungguhan.

"Kakak tidak bohong, kan?"

Arfi menggeleng sebagai jawaban.

"Kalau begitu sekarang Kakak harus makan dan minum obat biar cepat sembuh. Aku suapi ya?"

Arfi mengangguk turuti ucapan sang kekasih. Dengan perlahan Rani membantu Arfi duduk bersandar di bangsal tempatnya berbaring diberi ganjalan bantal di punggung agar terasa nyaman. Rani mengambil makanan di meja nakas sebelah ranjang untuk diberikan pada Arfi. Dengan telaten ia menyuapi lelaki itu.  Arfi mengunyah makanan yang disuapkan padanya dengan perlahan sembari memandangi Rani begitu intens. Rani sudah merasa terbiasa dengan sikap lelaki itu yang selalu betah memandanginya tanpa jeda. Di sudut ruangan itu, Sandra memperhatikan keduanya dengan senyum mengembang. Sandra merasakan kebahagiaan yang sama saat Arfi terlihat baik-baik saja. Ia merasa tugasnya menyatukan mereka telah usai. sebelum pergi ia sempat memanggil nama Arfi begitu lirih.

"Arfi, aku berharap setelah ini Kamu benar-benar menemukan kebahagiaanmu, meski bukan aku yang mendampingimu."

Arfi yang sedang terfokus menatap Rani seakan mendengar bisikan lirih dari seseorang. ia merasakan kehadiran Cassandra di sekitarnya. dengan memicing ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Kini kedua mata Arfi berserobok dengan sosok yang dicarinya sejak tadi. Cassandra mengukir senyum seindah bulan sabit. Rani mengerut dahi bingung tatkala melihat sang kekasih tersenyum sendirian. Ia memicing curiga dengan sikap Arfi dan mengikuti arah pandang yang terjatuh pada satu titik. Ia tersentak kaget  ketika sosok Cassandra Wulandari yang selama ini dilihatnya melalui foto yang ditunjukkan Arfi, kini menampakkan diri di hadapannya dengan senyum merekah indah.

"Kak Sandra," lirih Rani menyebut nama sosok itu.

"Iya, Ran. Sandra sengaja kemari untuk menemui kita," jawab Arfi melihat kebingungan Rani.

"Jadi dia ke sini untuk---"

"Aku kemari untuk bertemu kalian," sahut Cassandra menatap ke arah mereka bergantian.

"Aku hanya ingin berpesan padamu, Ran. Berjanjilah untuk selalu berada di samping Arfi. Tolong jangan pernah meninggalkannya. Sejujurnya aku turut bahagia melihat kalian kini telah bersama. Aku kemari untuk pamit. Semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian," lanjut Sandra mengakhiri kalimatnya.

Arfi dan Rani tersenyum haru menyimak penuturan tulus dari wanita itu. Dalam sekejap bayangan sosok Cassandra menghilang.

"Selamat jalan, kak Sandra. Semoga Kamu tenang di sisi-Nya," ucap Rani.

"Setelah ini kita akan mewujudkan impian kita selama ini," sahut Arfi menoleh pada Rani tersenyum tulus dengan binar suka cita terpancar di sorot netra keduanya.

Rani memeluk sang kekasih dengan rasa bahagia kian membuncah. Pun demikian dengan Arfi merengkuh tubuh sang kekasih menumpahkan segala kerinduan dan kasih sayang tulus mengalir tiada henti.

"Kenapa sih, aku selalu sendiri tiap kali melihat romatis-romatis begini. Hadeh," keluh Andre menggerutu sendirian saat berniat menjenguk atasannya. Ia masih berdiri dibalik daun pintu sambil memegang gagang pintu urung masuk karena melihat kemesraan mereka.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang