SESAL

73 9 0
                                    

Setiba di kantor Yudhistira Corporation, Siska tampak santai berjalan menuju lobi untuk kembali ke ruang kerja karena pekerjaannya hari ini lumayan menumpuk.

"Bu Siska!"

Seseorang memanggilnya dengan terburu-buru menghampiri. Siska pun menghentikan langkahnya dan menoleh pada perempuan itu.

"Ada apa, San?"

"Gini bu, tadi ada seseorang mencari dan sekarang sedang menunggu di ruangan anda?"

"Siapa? Bukankah hari ini aku tidak ada jadwal meeting?"

"Memang tidak ada, Bu. Tapi dia bilang bahwa dia merupakan pemimpin agency baru di Angkasa Intertainment," jelas Susan.

"Siapa sih?"

"Dulu pernah kemari, Bu. Yang katanya pernah ribut di kantor ini. Dan bilang bahwa dia adalah sahabat anda sekaligus rekan bisnis pak Arfi."

Siska langsung mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu saat perempuan itu membuat onar. Apapun yang menyangkut Monica, dia selalu waspada.

"Kenapa kamu ijinin dia masuk ruanganku, San?" geram Siska menatap tajam Susan yang tampak menciut nyalinya seketika berubah menjadi sebiji selasih.

"Ma-maaf bu. Saya tidak ada maksud memberi ijin tanpa persetujuan anda. Tapi saya tidak bisa menolak karena tadi orangnya bilang ada hal penting yang ingin dibahas dengan anda dan nemaksa masuk. Jadi daripada ribut di sini, saya persilakan dia masuk," papar Susan takut-takut.

"Hah, ya udah lain kali jangan kasih ijin kalau aku nggak ada. Oh ya memangnya Andre dimana?"

"Ti--tidak ada. Ha-hari ini mas Andre ada jadwal di studio lain."

"Lain kali kalau ada Andre kasih tahu Andre untuk tetep stay di sini saat aku tidak ada."

"Iya, Bu."

Susan menunduk gemetar takut saat sedang berhadapan dengan Siska. Meskipun Susan tahu bahwa Siska tampak jutek sebenarnya dia merupakan orang yang ramah. Siska sangat jarang terlihat marah namun akan tampak berbeda jika itu menyangkut sahabatnya yang tak lain adalah Monica. Sejak keributan yang pernah terjadi di kantor ini tempo hari serta keterlibatannya dengan mantan kekasih yang menjadi penyebab keluarga Yudhistira nyaris celaka membuat Siska makin tidak respek dengan perempuan itu.

Dengan langkah malas, Siska kembali ke ruang kerja tanpa mengacuhkan Susan. Sedangkan perempuan itu tampak was-was takut jika terjadi sesuatu di ruangan bos-nya.

"Kamu ngapain berdiri di sini kayak patung pancoran, San?"

Susan tersentak kaget saat bahunya ditepuk oleh Andre, "Astaga, Mas Andre, jangan ngagetin dong!"

"Kamu kenapa masih di sini bukannya kembali kerja?"

Susan pun menarik lengan Andre menuju koridor agak menjauh dari ruangan Siska. Pria itu tampak mengernyit bingung saat ditarik olehnya. Mau tak mau Andre pun mengikuti instruksi Susan.

"Sebaiknya kamu amati tamunya bu Siska, Mas. Saya takut kalau nanti ada hal tidak diinginkan terjadi."

"Memangnya siapa tamu Siska?" tanya Andre bersedekap dada memperhatikan Susan yang berbicara sangat serius.

"Ibu Monica."

Andre lamgsung menghela napas lelah sambil menggaruk kepala menyugar rambut seperti sedang menyisir untuk dirapikan meskipun tidak berantakan.

"Ngapain lagi si Medusa itu kemari? Apa belum puas usai bikin masalah selama ini?" gerutunya kesal.

"Dia bilang bahwa pengelola Angkasa Intertainment sekarang dipegang sama dia, Mas."

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang