(1) TIRAI KASIH YANG TERKOYAK

2.2K 100 44
                                    

Sesak di dada menyeruak. Saat ingat peristiwa yang membuat jiwa tersentak. Konspirasi mengakhiri sebuah kisah. Hilang mahkota karena terjamah. Tangan durjana telah mengoyak tirai kasih. Hancur lebur menghambur, segala mimpi dan asa sekejap terkubur. Angan yang didamba bahkan telah sirna. Meskipun cinta terlampau dalam terukir. Mahligai cinta si jelita teronggok di atas pasir. Nista telah menjatuhkannya di lembah nestapa. Hingga tak berdaya, hilang muka. Ingin lenyap ke dasar jurang yang pengap. Putus harap seiring pupus bahagia yang tak mampu didekap.

Di malam yang gelap diiringi hujan yang lebat disertai kilat tampak sesosok bayangan seorang gadis berlari tak tentu arah. Berharap segala beban 'kan hilang saat tubuh tersiram hujan. Namun tubuhnya begitu ringkih hingga langkah pun tertatih. Seluruh badan basah kuyup dan menggigil kala rasa dingin menyergap. Tiada peduli lalu lalang kendaraan berseliweran. Dia ingin hidupnya berakhir sebab tak mampu menahan getir. Membiarkan raga hancur tertabrak kuda besi dan mati. Baginya hidup tiada arti lagi sebab mahkota yang dijaga telah ternodai oleh seorang durjana yang menceburkannya ke dalam lembah nista. Dia tak sanggup bertemu dengan sang kekasih pujaan takut tak bersedia menerima keadaan yang telah kehilangan kehormatan.

"Ayah, ibu aku tak sanggup lagi untuk hidup. Aku segera menyusul kalian," ucap gadis itu sangat putus asa dan berlari di sisi jembatan siap melompat.

Sebuah tangan dengan gesit meraih lengan gadis itu, namun karena tak mampu menahan beban tubuh tersebut, akhirnya pegangan itu terlepas.

Dan byuuurrr ...

Dua orang itu pun tercebur ke sungai yang mengalir deras. Dengan sekuat tenaga si penolong itu berenang sampai ke tepian. Andaikan si penolong tak pandai berenang, pastilah turut hanyut bersama gadis itu. Setelah berhasil membawa gadis tersebut ke tepian, ia pun naik ke permukaan segera membopong tubuh itu menuju mobilnya untuk berteduh. Mobilnya terparkir di sisi jembatan yang bersebrangan dengan tempat dimana gadis tadi melompat. Ketika sampai di dekat mobilnya, ia bergegas memberikan pertolongan pertama. Saat menolong gadis itu, ia tadi sempat mengumpat beberapa kali karena kesal.

"Dasar bodoh, masih muda gini sudah bosan hidup. Memangnya masalah akan selesai dengan cara seperti ini." Si penolong itu menggerutu ungkapkan kekesalannya.

Si penolong yang baik hati itu ternyata seorang pria muda berparas rupawan. Seorang pengusaha bernama Arfian Yudhistira pemilik perusahaan iklan yang bernaung di Yudhistira Corporation. Secara tak sengaja ia melintasi jalan itu karena pulang agak larut usai menghadiri acara party yang diadakan rekan kerjanya. Dalam perjalanan tiba-tiba mobilnya mogok dan hujan turun dengan deras. Ia pun turun dari mobil sambil memakai payung untuk memeriksa kerusakan yang ditimbulkan. Namun usahanya tak berhasil dan menutup kembali kap mobil dan berjalan di sisi jembatan sambil mencari bantuan sambil menyapu pandangan ke sekitar. Tanpa sengaja ekor matanya menangkap bayangan seorang gadis yang hendak terjun ke sungai. Dia pun berinisiatif menolong gadis itu meski kurang sigap dan perhitungan yang matang saat menarik lengan gadis itu karena tak seimbang dengan berat beban di bawah akhirnya mereka terjatuh ke sungai.

Usai memberikan pertolongan pertama, ia merebahkan tubuh gadis itu di kursi penumpang bagian belakang. Kemudian ia coba menghidupkan mesin itu berulang kali sampai menyala dan bergegas memacu kendaraannya tersebut pulang ke rumah. Kenapa pulang ke rumah? Bukan ke klinik atau rumah sakit? Karena adiknya adalah seorang dokter jadi tak perlu repot-repot ke klinik atau rumah sakit karena jaraknya cukup jauh dan memakan waktu yang lama takut-takut gadis itu tak tertolong.

🍀🍀🍀

"Siapa dia, Kak? Apa yang terjadi padanya? Apa dia kekasihmu?" Setiba di rumah ia dihujani pertanyaan oleh sang adik.

"Sudah jangan banyak tanya, cepat tolongin dia," pinta Arfi pada adiknya untuk segera menangani gadis itu.

Sedangkan ia berlalu menuju kamarnya sendiri untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Sekembalinya dari kamar, ia menengok gadis itu yang masih diperiksa oleh sang adik.

"Gimana keadaannya, Els?" tanya Arfi.

"Dia baik-baik saja, Kak. Hanya sedikit dehidrasi," ucap Helsa menjelaskan kondisi gadis itu.

"Syukurlah kalau begitu. Kita istirahat saja, besok, kan harus kerja," kata Arfi dan Helsa mengangguk.

Sinar mentari tampak sayup-sayup melewati celah jendela kamar dimana gadis itu semalam dibaringkan. Perlahan ia membuka mata dan terasa asing menatap sekeliling. Sebuah ruangan bercat putih kombinasi biru berhiaskan lukisan pemandangan. Dia tampak bingung teringat bahwa seharusnya sudah berada di dunia lain. Namun kenyataannya Tuhan masih menyelamatkannya dari maut.

Ceklek

Terdengar pintu dibuka dan gadis itu menoleh, di sana terlihat Arfi dan Helsa memasuki ruangan itu.

"Kamu sudah bangun?" tanya Helsa pada gadis itu.

Gadis itu hanya bengong dan tatapannya kosong. Tiba-tiba berteriak histeris memandang keduanya.

Aaarrgg ...

Helsa dan Arfi terlihat bingung. Lalu Helsa mengisyaratkan agar Arfi keluar dari ruangan itu. Sedangkan ia mendekati gadis tersebut untuk menenangkannya.

"Tenanglah, kami bukan orang jahat!" ucap Helsa lembut mendekati gadis itu sambil memeluknya.

"Semalam kakakku menolongmu, namanya Arfi dan aku Helsa. Kamu aman di sini. Jadi tenanglah! Tak ada yang menyakitimu." Gadis itu masih menangis dipelukan Helsa.

Beberapa menit kemudian, perlahan ia melonggarkan pelukan sambil menghapus jejak kristal di sudut netra gadis itu. Ia pun berusaha menanyai gadis itu dengan pertanyaan sederhana.

"Ngomong-ngomong, kalau boleh tahu siapa namamu?" tanya Helsa tapi gadis itu tetap bergeming.

"Andai, Kamu bersedia ceritakanlah sedikit bebanmu agar berkurang . Anggaplah aku sahabatmu, aku janji bila masalahmu sangat pribadi aku akan merahasiakannya," tutur Helsa perhatian agar gadis itu merasa nyaman.

"Namaku Sekar Arum," jawab gadis itu lirih dan kembali terdiam.

Helsa pun tak bertanya lagi, saat melihat keadaan gadis itu masih syok dan ketakutan. Ia mengurungkan niat untuk bertanya lebih jauh lagi. Sedangkan Arfi hanya mondar mandir seperti setrikaan menunggu adiknya keluar dari ruangan itu untuk menanyakan keadaan gadis tersebut. Setelah Helsa keluar dan menutup pintu, perlahan ia mendekati sang kakak yang terlihat cemas.

"Gimana? Apa dia baik-baik saja?"

"Sepertnya gadis itu mengalami kejadian yang membuatnya trauma dan sangat terpukul, Kak." Helsa menerka kondisi Sekar.

"Terus gimana?" lanjut Arfi bertanya memastikan.

"Kakak tak perlu khawatir, hari ini aku akan cuti dan menghubungi temanku seorang psikiater untuk memulihkan kondisi gadis itu."

"Ya sudah, kalau begitu aku berangkat kerja dulu, jika ada apa-apa cepat hubungi aku," pesan Arfi kemudian beranjak pergi dan sang adik mengangguk paham.

Helsa pun kembali masuk ke kamar yang ditempati Sekar. Ia memperhatikan gadis itu secara intens dan bergumam sendirian.

"Ternyata kalau diperhatikan, Sekar itu cantik juga, pantas saja kak Arfi sangat khawatir. Mungkin semalam kak Arfi nggak menyadari ketemu bidadari secantik Kamu."

Ia masih menemani Sekar di ruangan tersebut selama satu jam menunggu gadis itu terbangun sambil menelpon rekan kerjanya yang berprofesi sebagai psikiater untuk bertanya tentang beberapa hal yang menyangkut gangguan mental yang sering dialami pasiennya misalkan tentang depresi atau trauma akibat kekerasan dan sebagainya. Rekannya itu menjelaskan secara umum saja karena belum bisa datang ke rumahnya sebab masih bertugas di luar kota dan kemungkinan lusa baru bisa pulang. Usai menutup sambungan telepon, ia menoleh ke arah Sekar yang terbangun karena terusik dengan perbincangannya. Perlahan ia pun mendekat ke arah gadis itu untuk memeriksa kondisinya dan agak demam. Kemudian ia meraih nampan yang berisi makanan yang tadi sudah disiapkan ART di rumahnya yang diletakkan di atas meja nakas di samping ranjang untuk diberikan pada Sekar. Saat menyuruhnya makan, gadis itu hanya diam menatap kosong. Ia pun berinisiatif menyuapi gadis itu dan ternyata tak menolak niat baiknya. Dengan telaten ia menyuapi Sekar meski hanya memakan setengah porsi saja. Ia tersenyum sambil menyerahkan segelas air minum dan obat pereda demam, gadis itu menurut saja.










Bersambung ...

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang