Kemarin mendung itu pekat menghitam legam. Awan-awan berarak siap turunkan hujan. Gelegar suara gemuruh bersahutan. Seperti hidup tak selalu tentang suka cita tetapi juga tentang nestapa. Beragam badai prahara menerpa, menikam jiwa. Segala uji dari Tuhan mendera. Walau dahsyat menghempas raga di ruang senyap, keyakinan hati menancap kuat. Raga tertatih 'tuk kembali bangkit saat terjerembab. Songsong cerah cahya sang surya kelak beri secercah harap. Usai rinai badai menyingkir tepis getir bahkan lenyap. Tersapu suka cita menyapa dalam dekap.
Pagi ini sinar sang surya tampak merekah indah. Hangat sinarnya menelusup hingga ke relung jiwa. Relung atma yang sempat gulita tanpa secercah cahaya. Secerah itulah hati Sekar hari ini. Tiada terasa delapan bulan telah berlalu dan kekalutan jiwanya seakan sirna. Ia telah dipertemukan oleh dua insan berhati permata. Tak lupa rasa syukur ia panjatkan kepada Dzat pemberi hidup atas kesempatan kedua yang diberikan untuknya.
Usai menunaikan kewajiban, ia bergegas menuju dapur sekadar membantu bi Ijah menyiapkan sarapan. Tak berselang lama nasi goreng spesial terhidang di meja makan dan aromanya menguar di seluruh ruangan. Dengan malas Arfi beranjak dari tempat tidurnya bergegas mandi dan segera turun setelah berpakaian rapi siap ke kantor. Di meja makan tampak Helsa dan Sekar sedang menunggu Arfi untuk sarapan bersama.
"Waahh! Nasi goreng spesial buatan Bi----" ucap Arfi dengan riang.
"Bukan saya yang buat, Mas Tira. Tapi Neng Sekar," sela bi Ijah.
Arfi tersenyum canggung menanggapi ucapan ART itu karena salah mengira.
"Sudah jangan ngomong aja, yuk dimakan nanti keburu dingin. Oh ya, jangan lupa berdoa dulu," timpal Helsa.
Mereka menikmati makanan itu dengan lahap. Sekar tampak senang melihat keduanya.
"Oh ya, Sekar. Mulai hari ini, Kamu akan sendirian di rumah, kalau bosan di ruang keluarga ada TV dan DVD film action dan drama untuk ditonton biar nggak jenuh atau nonton di aplikasi online juga ada di Netflix atau aplikasi yang lain Kamu tinggal pilih aja," saran Arfi memberi pilihan hiburan yang pas untuk Sekar agar tak kesepian.
"Kalau Kamu suka bermain musik, di sebelah ruangan itu juga ada piano. Nanti sore sepulang dari klinik aku ajak jalan-jalan," sahut Helsa.
Sekar tampak berpikir sejenak menanggapi ucapan dua orang di depannya masih bingung saat ingin mengutarakan kalimat. Hingga ia memberanikan diri untuk bertanya.
"Bolehkah aku ikut salah satu di antara kalian? Jujur aku tak mau sendirian," pinta Sekar.
"Sebaiknya, Kamu ikut Kak Arfi saja agar tak bosan. Nanti kalau sama aku, Kamu merasa jenuh karena kesibukanku menangani banyak pasien yang berobat," usul Helsa melirik ke arah Arfi minta persetujuan.
Arfi menghela napas sejenak dan mengangguk setuju atas saran adiknya tersebut.
"Tapi Kamu ganti baju dulu. Aku tunggu di depan, Rum."
Sekar tersenyum riang saat Arfi menyuruhnya untuk bersiap. Ia pun berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya untuk ganti baju yang sudah disiapkan bi Ijah atas instruksi dari Helsa. Selesai berdandan ia bergegas menemui Arfi yang sudah menunggunya di depan.
"Aku sudah siap, Kak." Arfi menoleh ke arah Sekar
Gadis itu menunduk malu ketika Arfi menatap terpana sejenak. Ia tersadar akan sikapnya, kemudian tersenyum canggung sambil membukakan pintu mobil untuk Sekar. Setelah itu ia berputar ke samping memasuki mobil dan duduk di kursi kemudi. Sebelum menyamankan posisi, ia memasangkan sabuk pengaman pada gadis itu. Pandangan mereka sempat beradu sesaat membuat jantung Sekar berdegub lebih cepat. Gadis itu langsung mengalihkan pandangan tak sanggup bertemu tatap dengan sepasang netra coklat yang membuat tersesat. Perlahan mobil yang mereka kendarai melaju dengan kecepatan sedang.
![](https://img.wattpad.com/cover/255803730-288-k357281.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PENJAGA HATI
Mystery / ThrillerKisah seorang gadis yg sangat putus asa hingga berniat mengakhiri hidup karena depresi dan dipertemukan dengan seorang pemuda yg berhati permata hingga akhirnya mereka menemukan kebahagiaan meski tak mudah menggapainya karena masa lalu masing-masing...