PERGI

205 39 29
                                    

Di sebuah hutan dengan pepohonan tinggi menjulang dikelilingi semak belukar, Arfi berjalan dengan tertatih tanpa alas kaki. Reranting kering serta duri yang berserakan melukai kedua telapak kakinya. Ia menoleh ke sana kemari menyelia situasi sekitar dengan hawa terasa sejuk. Pandangan mengedar ke samping kiri dan kanan hingga dua manik mata terfokus pada satu titik di penghujung jalan. Seberkas sinar memancar menyilaukan mata. Cahaya itu menyorot ke arah jalan setapak yang sedang dilaluinya. Perlahan ia menjejakkan langkah mengikuti sorot yang bersinar itu. Segala keyakinan dan asa menyatu di dalam atma. Mengantar keinginan nurani menjemput mimpi. Melangkah pasti penuh percaya diri. Menjemput cinta yang menanti di pintu nirwana.

Ia melihat siluet bayang sang pujaan menyapa dengan senyum menawan. Ia kini memasuki sebuah padang ilalang dengan rerumputan hijau yang sedap dipandang. Gadis itu masih saja mengukir senyum manis pada Arfi tiada henti. Ia duduk di sebuah batu saat Arfi menghampiri.

"Kamu menungguku di sini, Sandra?"

"Iya."

"Itu artinya Kamu kemari untuk menjemputku?"

Sandra menggelengkan kepala. Arfi tersenyum masam tatkala jawaban itu tidak sesuai ekspektasinya. Arfi mengernyitkan dari pertanda bingung.

"Lalu untuk apa Kamu ke sini kalau tidak untuk menjemputku?"

"Apa ada larangan jika aku ingin menemuimu, Ar?"

"Tentu tidak."

"Lalu kenapa Kamu risau dengan kehadiranku di sini?"

"Sebenarnya aku berharap agar Kamu mengajakku pergi?" sahut Arfi bernada sendu.

"Ar, bukankah aku pernah bilang kalau Kamu tidak boleh meninggalkan gadis itu sendirian. Apa Kamu masih belum mengerti? Pahamilah bahwa tidak semua hal yang kita inginkan harus kita dapatkan. Karena tidak ada yang abadi di dunia ini. Begitu pun pertemuan kita. Jika semesta menghendaki kita untuk berpisah, kita pun tak mampu mengingkarinya."

"Tapi---"

"Kembalilah, Ar! Percayalah bahwa aku akan selalu ada di hatimu,"" ucap Sandra melepaskan genggaman Arfi diiringi dua sudut bibir tertarik ke atas membentuk bulan sabit sambil berdiri kemudian perlahan melangkah mundur dikelilingi kabut putih kemudian menghilang.


🍁🍁🍁

Di luar ruang ICU dua orang didera kecemasan dan takut menyergap hati dan pikiran. Semua doa dipanjatkan untuk keselamatan sang kekasih. Sudah terhitung lima hari sejak peristiwa penusukan waktu itu, Arfi tidak sadarkan diri dan koma akibat kehabisan banyak darah waktu perjalanan menuju rumah sakit. Luka tusukan yang dialami Arfi sangat dalam. Selain itu untuk mendapatkan transfusi dengan golongan darah AB negatif sangat sulit. Untung saja Rey yang saat itu ikut ke rumah sakit karena mengantarkan Monica masih berada di sana. Dengan senang hati pemuda itu mendonorkan darahnya karena hanya dirinya yang memiliki golongan darah yang sama dengan Arfi.

Rani berdiri terpaku dengan air muka terlihat sendu. Kedua sorot netra terfokus pada sebuah ruangan steril di depannya. Di sana, ia masih bisa melihat dengan jelas bahwa sang kekasih terbaring lemah dengan ventilator yang terpasang di hidung dan mulut. Dia tetap memperhatikan kondisi Arfi melalui kaca bening. Di monitor mesin EKG juga menunjukkan irama detak jantung yang masih belum stabil.

Rani tidaklah sendirian. Di samping gadis itu terlihat seseorang yang masih setia menunggu di sana. Wanita itu adalah Monica Saraswati. Sudah lima hari berturut-turut perempuan itu tidak pernah absen mengunjungi Arfi. Kehadiran perempuan itu tidak membuat Rani merasa terganggu. Meskipun Monica selalu memandangnya dengan tatapan penuh kedengkian. Namun Rani sama sekali tidak peduli. Satu hal yang terpenting saat ini hanyalah keselamatan sang kekasih.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang