ANUGERAH SEMESTA

169 13 9
                                    

Suasana di taman Rumah Sakit Medical Center tampak sepi saat menjelang jam istirahat siang. Helsa duduk bersebelahan dengan rekan kerjanya di sebuah kursi besi yang tersedia di sana. Hening menyelimuti situasi di antara mereka. Hanya deru napas lelah yang terdengar.  Helsa merasa jengah dengan kesunyian yang menerpa mereka dan masih berusaha bersabar menunggu rekannya membuka obrolan.

Detik jarum jam menunjukjan angka tepat menjelang tengah hari. Sudah 15 menit berlalu hingga Helsa hendak beranjak dari tempat itu.

"Jika tak ada hal penting yang akan kau sampaikan, aku pulang?" Helsa berdiri dari duduknya.

"Tunggu, Els!" cegahnya memegang pergelangan tangan Helsa.

"Katakan segera, Fir! Aku tak bisa berlama-lama di sini."
Helsa menarik tangannya perlahan dari pegangan Firman.

"Bagaimana kabar Arum?" tanya Firman tampak ragu.

"Dia baik-baik saja."

"Bolehkah aku tanya sesuatu?"

Helsa menatap Firman lekat untuk memastikan sesuatu. Dari sorot mata Firman membiaskan kerinduan yang mendalam dan Helsa merasakan itu. Dia menduga jika pria yang dulu pernah dikaguminya masih gagal move on sama seperti sebelumnya. Dari pertanyaan Firman, Helsa tahu bahwa rekannya tersebut sedang memastikan sesuatu tentang pembicaraannya dengan Fandy di ruang dokter jaga.

"Jadi kau menguping obrolanku dengan Fandy?" tebaknya langsung.

"Maaf itu tidak sengaja," sesalnya sambil menundukkan kepala.

"Aku hanya ingin tahu apakah Arum bahagia?" lanjutnya.

"Tentu saja Arum bahagia bersama orang yang mencintainya dengan tulus. Lalu hal apa yang membuatmu merasa ragu? Kakakku memang tulus mencintai Arum tanpa memandang masa lalunya," jelas Helsa.

"Jadi benar dia sedang---"

"Hamil, itu kan maksudmu?" potong Helsa karena sudah paham pertanyaan Firman.

"Aku turut bahagia," ujarnya diiringi kristal bening mengalir di sudut mata.

"Kehadiran anak itu adalah anugerah semesta yang sangat berharga sebagai pelengkap kebahagiaan mereka."

"Aku tahu," ucapnya lirih terdengar sendu.

"Jika benar kamu merasa bahagia seharusnya kamu bisa belajar menerina kenyataan yang ada. Buka lembaran baru dan buka hatimu untuk orang lain. Bila kamu terus seperti ini maka kau akan kehilangan banyak kesempatan karena menyia-nyiakan seseorang yang tulus mencintaimu," ucap Helsa beri nasehat agar Firman membuka pikirannya.

"Apa maksudmu menyia-nyiakan orang yang mencintaiku?"

"Lupakan saja apa yang aku ucapkan jika kau tak bisa memahaminya. Selamat siang!" Helsa melangkah pergi karena jengah memberikan penjelasan yang sama sekali tidak bisa dipahami oleh Firman.

"Tunggu, Els. Aku belum selesai bicara!" teriak Firman namun Helsa tidak peduli dan tetap melangkah pergi.

"Bila kau peka dengan situasi di sekitarmu pasti kau akan paham dengan ucapannya, Fir."

Fandy berjalan menghampiri Firman yang sengaja memperhatikan mereka sejak beberapa menit yang lalu. Dia melakukan itu untuk melihat reaksi Firman bila Helsa membuka jalan pikirannya tentang perasaan perempuan itu terhadap Firman yang masih saja belum disadari olehnya.

Firman menoleh ke arah Fandy seraya mengerutkan dahi tampak kurang suka dengan tindakan Fandy seakan-akan mencampuri urusan pribadinya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Firman benada dingin berwajah datar.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang