VONIS

150 14 16
                                    

"Silakan berdiri!"

Seorang terdakwa disuruh berdiri dari tempat duduknya. Pria paruh baya itu berdiri tegak dengan tatapan lurus ke depan. Ia tampak tenang dan siap mendengarkan vonis hukuman yang akan dijatuhkan padanya.

"Mengadili, menyatakan bahwa terdakwa Rustam Rahardi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap pasangan suami istri yaitu Sundari dan Rahardi Suteja beserta persekongkolan jahat yang lainnya. Dengan ini saya menyatakan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan hukuman mati. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan beserta berkas bukti-bukti tetap terlampir dan diserahkan kembali kepada jaksa penuntut umum untuk digunakan dalam perkara yang lain.

Demikianlah perkara ini diputuskan dalam rapat permusyawaratan majelis pengadilan negeri Blitar pada hari Senin 1 Agustus 2022 oleh kami Agung Wicaksono beserta Wahyu Margono dan Edi Laksono masing-masing sebagai hakim ketua dan hakim anggota dan dibantu oleh jaksa penuntut umum beserta kuasa hukum terdakwa dalam pembacaan vonis terdakwa pada pesidangan terbuka secara umum pada hari Senin 1 Agustus 2022. Demikian perkara persidangan kasus pembunuhan berencana atas nama saudara Rustam Rahardi resmi ditutup."

Tok tok tok

Hakim ketua mengetok palu sebagai tanda persidangan atas vonis terhadap ayah dokter Firman ditutup. Seluruh wartawan baik media lokal dan nasional turut serta mengikuti jalannya persidangan terakhir itu. Bukan hanya pihak media saja, wakil dari keluarga korban pun turut datang termasuk Riyanti ditemani Nila Nareswari dan Ningrum. Firman ditemani Ringgo, tapi keduanya tidak berkumpul dengan anggota keluarga Subrata karena masih enggan menemui mereka sejak dirinya mengetahui fakta menyakitkan bahwa ayahnya sendiri yang menjadi penyebab kandasnya pertunangan dengan Arum.

Riyanti dan Ningrum merasa lega dengan keputusan hakim yang memvonis mati kepada ayahnya Firman. Sedangkan perasaan Nila berkecamuk campur aduk antara sedih, kecewa dan luka yang menyayat hatinya. Selama 27 tahun usianya baru hari ini dirinya melihat sosok ayah yang diceritakan Riyanti maupun Firman. Ia tak pernah menyangka kehidupan yang dijalani ibunya harus berakhir tragis oleh seorang pria bernama Rustam Rahardi. Kebenciannya benar-benar memuncak melihat sosok iblis bertopeng manusia yang masih berdiri di depan sana. Ia tidak menyangka bahwa sosok yang seharusnya menjadi pelindung keluarga berbuat hal setega itu hingga melenyapkan nyawa saudara kandungnya beserta adik iparnya.

"Ibu!" teriak dua orang gadis dengan wajah serupa di samping perempuan paruh baya yang tiba-tiba pingsan usai mendengar vonis yang dijatuhkan oleh hakim pada suaminya.

Rustam Rahardi  hanya bergeming ketika melihat istrinya tak sadarkan diri. Ia tetap berjalan saat pihak keamanan membimbingnya untuk kembali ke ruang tahanan dengan penjagaan ketat. Saat di luar ruang persidangan banyak pertanyaan terlontar dari jurnalis ditujukan padanya, tapi kuasa hukumnya sudah menghandel semuanya untuk menguasai keadaan.

Beberapa anggota keluarga yang turut hadir di persidangan tersebut mengangkat tubuh kurus wanita itu agar mendapat penanganan.

"Ibumu pingsan, Fir?"

Firman hanya mengangguk tanpa menoleh pada Ringgo kemudian berjalan menghampiri saudara perempuannya yang sedang cemas melihat kondisi ibu mereka. Pria itu mengerti bagaimana perasaan Firman saat ini. Apa yang sedang terjadi memang tidak mudah untuk diterima apalagi tentang kenyataan pahit bahwa seorang ayah yang begitu ia banggakan justru melakukan tindakan sekeji itu demi sebuah ambisi.

Di deretan kursi yang lain Nila beserta ibunya dan Ningrum masih berdiri di sana. Riyanti dan Ningrum saling tatap bertanya satu sama lain melalui pandangan. Riyanti yang paham turut mengikuti tatapan Nila dan masih terpaku pada sekelompok keluarga yang tampak panik beberapa menit yang lalu.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang