MISI PENYELAMATAN

210 39 25
                                    

Di sebuah ruangan yang didominasi cat dinding berwarna krem dan tampak luas seperti sebuah kamar penginapan. Ruangan itu terlihat sangat mewah. Meski di dalam ruangan itu tidak banyak barang memenuhi tempat. Hanya ada beberapa barang yang ada di sana. Yang pertama adalah lemari jati minimalis dua pintu dengan ukiran di sisi kiri dan kanannya. Dua buah meja nakas di sudut kiri dan kanan ranjang berukuran king size. Di atas ranjang tersebut seonggok tubuh seorang perempuan tergolek lemah tak berdaya.

Seorang pria menghampiri ranjang itu bermaksud membuka ikatan kain di mulut perempuan yang tergolek di sana.

"Bukalah matamu sayang! Aku sadah lama menunggumu di sini," ucap pria itu.

Gadis itu merasa terusik ketika suara bariton menyapa gendhang telinga. Sayup-sayup terdengar. Ia masih mengumpulkan kesadaran ketika perlahan membuka kelopak mata menyesuaikan cahaya yang masuk melalui celah kaca jendela. Sinar mentari tampak menyilaukan mata.

"Bangunlah Sekar Arum. Aku sudah lama menanti kehadiranmu di sini," ucapnya sekali lagi.

Perempuan itu kini sadar sepenuhnya tatkala dua netra onyx-nya terbuka lebar. Ia terkejut seperti mimpi buruk yang tersaji di depan matanya.

"Kau---"

Dia tercekat tak mampu berucap sepatah kata pun.

"Iya sayang ini aku. Seseorang yang sudah berulang kali Kau abaikan," ucapnya diiringi seringai merendahkan.

"Pergi, jangan mendekat. Tinggalkan aku!" usir Rani histeris saat pria itu masih berada di dekatnya.

"Aku tidak akan pergi sebelum mendapatkanmu kembali Arum. Takkan kubiarkan si dokter bodoh itu menikahimu, hahaha---"

"Pergi!" teriak Rani meronta-ronta beringsut menjauh dari pria itu sampai di pinggir ranjang.

"Aku tidak akan pergi sayang."

"Pergi dan jangan pernah sentuh aku lagi. Aku jijik melihatmu. Pergi!!" pekik Rani.

"Apalagi yang Kau inginkan? Kau sudah mengambil segalanya dariku. Pergi!" berang Rani masih meronta dan akhirnya terjatuh dari ranjang.

"Percuma saja Kau teriak sayang. Tidak ada seorang pun yang akab mendengar teriakanmu. Jadi percuma saja." Pria itu berjongkok terus mendekat ke arah Rani yang sudah tergeletak di lantai sambil menangis.

Di luar terdengar derap langkah kaki kian mendekat ke ruang penyekapan Rani. Pintu terbuka dengan kasar.

Brak

"Thomas," panggil seseorang pada pria yang masih berjongkok.

"Apa yang Kau lakukan?Apa Kau sudah bosan melihat mentari esok pagi?" seru pria yang berteriak memanggilnya.

Pria yang dipanggil Thomas merasa geram dengan sikap sok bossy dari rekannya.

"Kenapa Kau selalu saja mengganggu kesenanganku, Carlos?" racau Thomas.

"Kau dan aku hanya suruhan dari Bos besar. Jadi jangan macam-macam sebelum mendapat perintah," seru Carlos lantang. Jadi sebaiknya lakukan saja apa yang menjadi tugasmu kalau Kau masih ingin hidup lebih lama lagi," imbuhnya.

"Awas saja Kau!" gerutu Thomas.

"Kau bilang apa barusan?"

Thomas tidak peduli sambil melangkah pergi. Dan Carlos mengikuti dari belakang.

"Kak Arfi, tolong aku," rintih Rani disela tangisnya memanggil nama sang kekasih.

🍁🍁🍁

Saat Arfi dalam perjalanan menuju ke tempat Rani disekap, sesuai alamat yang tertera pada pesan  terakhir dari seseorang tanpa nama, ia malah mendapat kabar dari pak Udin melalui ponselnya bahwa terjadi kekacauan di rumahnya. Satpam itu juga bercerita tentang Andre yang sengaja dilukai oleh komplotan penjahat dan Siska yang dipukul hingga pingsan. Pak Udin memintanya untuk pulang ke rumah terlebih dahulu agar turut memberi keterangan pada polisi. Arfi memutuskan untuk pulang lebih dulu. Tiba di rumah, beberapa aparat  Kepolisian sedang sibuk menyisir lokasi sekitar rumah dan di dalam rumah juga tidak ketinggalan serta mengamankan barang bukti yang kemungkinan masih ada dan tertinggal. Andre dan Siska sudah diantar ke rumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan karena kondisi mereka yang memang membutuhkan penanganan medis. Seorang polisi menghampiri Arfi disela kegiatannya mengumpulkan barang bukti dan baru selesai mengecek rekaman CCTV.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang