(10) SEKILAS MASA LALU

320 39 0
                                    

Sepintas lalu menapak jejak. Ikuti kata hati melangkah di jalan yang pernah kita lewati. Di sini mengais sisa kenang di lorong-lorong berundak kian menanjak. Menantimu dalam sunyi. Masih menunggu hadirmu di sini. Desau serayu menyeru namamu. Namun bayang semu menyapa di sudut pilu. Senyum pedih terbias lirih mengingatkan kisah kita telah berakhir karena takdir. Nestapa selalu mendera kala renjana merajai sukma yang tiada mampu menerima realita. Dunia terasa hampa ketika harap lenyap tak tersisa. Terjatuh raga ini luruh dan rapuh. Logika tak mampu mencerna dan hampir berbelok ke titik nadir tuk menyingkir bebas dari getir.

Seseorang yang begitu berarti dalam kehidupan Arfi adalah Cassandra Wulandari. Gadis itu merupakan cinta pertama Arfi. Namanya terukir indah di lubuk hati paling dalam. Namun sayang mereka tidak berjodoh.

Rani menyimak setiap detail cerita Arfi dengan seksama dan serius. Hingga ia mengerti tentang hal-hal yang berhubungan dengan gadis yang bernama Cassandra Wulandari.

"Pantas saja dia begitu berarti dalam hidupmu, Kak," tukas Rani.

Dia memahami sosok Cassandra yang telah tiada. Suasana menjadi hening sejenak. Tanpa Arfi sadari, gadis di sampingnya itu sempat memperhatikannya menyeka cairan bening di sudut matanya. Rani menatapnya sendu seakan mengerti kepedihan yang dirasakan pria itu.

"Maaf, Kak. Aku tak bermaksud ..." Rani tampak menyesal seakan pertanyaan tadi memaksa lelaki itu untuk
bercerita tentang Cassandra.

"Tak apa, aku sudah mengikhlaskannya. Hanya saja aku tak mampu melupakannya setiap ingat dia."

Arfi mencoba setegar mungkin menutupi kepedihan yang dirasakan agar terkesan kuat di mata orang lain meski sebenarnya rapuh.

"Yakinlah suatu saat Kakak pasti menemukan seseorang yang bisa menggantikan posisinya yang
memiliki ketulusan seperti Sandra."

Rani menyemangati Arfi sambil tersenyum. Kemudian Arfi balik bertanya pada gadis di sampingnya dengan penuh rasa ingin tahu berharap mengenal lebih jauh lagi.

"Aku sudah bercerita tentang diriku, sekarang giliranmu cerita tentang dirimu."

Rani hanya diam membisu di tempatnya berdiri. Dia bingung tentang hal apa saja yang akan
disampaikan olehnya karena banyak peristiwa memilukan yang sering dilalui dalam hidupnya. Ibarat membuka luka lama yang telah mengering hingga terasa menyakitkan bila mengingatnya kembali.

"Maaf, Kak. Aku belum siap membagi segalanya pada siapapun karena banyak kepedihan yang tak ingin aku ingat lagi," tukas Rani lirih dan tersirat nada kesedihan yang mendalam.

Perlahan Rani beranjak dari tempat itu menghindari Arfi 'tuk sembunyikan kepedihan yang dirasakan. Di saat bersamaan, ia menyadari kepergian Rani kemudian bergegas menyusul di belakangnya.

"Tunggu, Ran! Aku tak bermaksud membuka luka lamamu. Aku hanya ingin ..."

Arfi tak melanjutkan ucapannya saat melihat Rani bermuram durja. Sedikit sesal muncul di sudut hatinya. Ia merasa tak enak hati dengan pertanyaannya tadi yang terkesan menyudutkan gadis itu meski sebenarnya tak bermaksud demikian. Rani tampak menghentikan langkahnya kemudian menangis tergugu di balik pohon.

"Maaf," sesal Arfi sambil berjalan mendekat ke arah gadis itu.

"Aku hanya ingin tahu apakah Kamu pernah memiliki seseorang yang berarti dalam hidupmu. Itu saja. Setidaknya aku sedikit tahu tentang perasaanmu dan maaf aku tak bermaksud mencampuri privasimu," ucap Arfi penuh kehati-hatian dalam menyampaikan setiap kalimat yang terucap takut
membuat Rani makin bersedih.

"Kakak tak perlu minta maaf. Aku saja yang terbawa perasaan," ungkap Rani meluapkan kegundahan hatinya.

"Sudahlah, lupakan apa yang kutanyakan tadi. Anggap saja aku tak mengatakannya."

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang