Pappa Italia

119 15 1
                                    

Ini Pizza ke limaku. Rendra sampai heran melihatku makan kesetanan.

"Cheating daynya bunda?" dia bertanya.

"Mm-hmm."

"Rendra mau pesan spageti boleh bund?"

"Boleh." Sahutku cepat. Kenapa harus melarang, hari ini uang memang akan ku hamburkan untuk makanan.

Aku dan Rendra sedang di resto khas Italia.

Telfon ku matikan semuanya. Kecuali Tuhan, tidak ada yang tau aku disini, dipinggiran kota.
Di Pappa Italia. 

"Tante Kal gimana tadi bund? Enggak ikut makan?"

Anakku menanyakan orang yang sudah pasti mencariku, setelah aku memilih meninggalkannya secara tiba-tiba karena yah... aku tiba-tiba malas saja. Sepanjang sejarah persahabatan tidak pernah aku meninggalkan Kalya karena kemarahan, semua karena kepentingan, termasuk kali ini.

"Tante Kal sedang sama temannya."

"Kalo bunda sahabatnya ya?"

Dalam hati aku meringis, lalu dengan mulut penuh aku mengangguk.

Yah... Sahabat macam apa yang meninggalkan sahabatnya. Tetapi, kalian ingat kan, aku Utara, Kalya Selatan.

"Mari kita menikmati Pizza dan Spagheti yang hangat dan lezat."

Tidak tanggung tanggung, aku memesan satu pizza lagi. Kali ini dengan papperoni dan keju. Ah ini pizza ke-enam kalau aku tidak alpa menghitungnya.

"Bunda sedang sedih ya?"

Tanganku berhenti mengambil Pizza, ku tatap anakku dalam.

Kelihatan ya?

"Enggak. Bunda lagi seneng saham yang bunda beli to the moon." Elakku.

Padahal boro-boro serok saham, melihat RTI saja belum ku lakukan lagi.

"Tapi, mata bunda merah. Kayak habis nangis. Temen Rendra kalau nangis matanya persis bunda sekarang."

Aku memaksakan diri untuk tertawa.

"Iya kah? Bunda lupa pakai kacamata, jadi kemasukan debu, terus merah deh."

"Bunda..." malaikat kecilku memanggil lagi.

Aku menoleh dengan senyum yang menempel diwajah.

"Jangan makan banyak-banyak ya, nanti Rendra enggak kebagian."

Aku tertawa, anakku memang pelipur lara.

"Iya, ini kita bagi dua." Ku kedipkan sebelah mataku, lalu mengusap kepalanya.

***

"Sorry, aku lagi di... Serpha."

"Gw susul."

"Enggak usah, aku mau balik."

"Lo marah sama gw karena Annabella?"

Udah tau pakai nanya.

"Bukan. Aku ada kerjaan, biasalah analyst memang kadang-kadang kantornya pindah,"

Aku mencoba berkelakar.

"Ck, becanda lo garing. Lo marah ya? Kan gw janjian doang, orang dia masuk sama lakinya. Lah gw cancel aja deh, orang lo enggak ada."

"Nanti aku telfon lagi ya,"

"Tuh kan beneran ngambek."

Aku sedikit tersenyum. 

"Iya, aku ngambek kamu seenaknya aja ngajak dia ketemu. Padahal udah janjian sama aku."

"Maaf ya Sid, suer deh enggak sengaja. Kan lo yang bilang gw harus terima kasih sama Annabella."

Hell, aku tidak peduli. Setelah ini aku tidak mau bertemu Annabella lagi.

"Hm... Aku ada kerjaan Kal, maaf ya. Besok deh aku temani, berdua aja tapi ya."

"Ck, padahal dia tadi ngomongin lo. Bella rese ih, tanya lo mulu, gw yang tadinya mau ngomongin promil malah males. Dia cekcok mulu sama lakinya depan gw."

Lah emang selama ini kamu tidak adu mulut sama suamimu didepanku?

"Seperti bercemin lah ya."

"Enak aja. Adnan kan kalem. Ini lakinya enggak, dia malah tanya tanya ke gw, Sidnanya mana? Lah gw aja enggak tau. Lo ilang tiba tiba."

Aku terdiam sebentar. Gawat! Ini siaga satu.

"Aku tutup ya, nanti telfon lagi."

Ku letakkan ponsel didalam tas setelah sambungannya terputus.

Aku nyaris gila, harus pindah kerja kah?

***

SIDE TO SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang