Lidah Buaya

229 20 0
                                    

Aku bangkit dengan terburu-buru.

Gawat. Anakku pasti sudah bangun.

Masih dengan baju tidurku, aku membuka pintu kamar, tergesa.

Tidak peduli lagi dengan selimut yang masih berantakan.

"Ren..."

Tidak ada jawaban...

Aku lekas ke dapur.

Mbok Jah sudah siaga dengan sapu dan kemoncengnya.

Huft... syukurlah.

"Kok ngga bangunin bunda?" Aku mencium anakku yang anteng dengan roti bakarnya.

Aku meliriknya. Ini kegosongan sih, tapi tak apalah.

"Bunda kan capek."

Dia menjawab manis. Aku tersenyum, tentu saja aku lelah.

"Rendra belum mandi Bun. Kita mau kemana hari ini?" Dia bertanya lagi.

Ini Sabtu pagi, uhm... kalau boleh mengatakan jam 10 masih pagi sih.

Aku duduk disamping Rendra, mengelus kepalanya.

"Kamu pengin beli gundam baru?" Aku menawari.

Hah... sebetulnya setiap ingat gundam dan badut oppo aku kesal, tapi demi anakku.

"Rendra mau jalan-jalan aja sama Bunda,"

Aku menyerngit, tidak biasanya dia menolak beli gundam.

"Memangnya beli gundam sama jalan-jalan gabisa?" Aku menjawil pipinya.

"Bunda kemarin bilang kalau mengatur uang itu penting. Kemarin kan habis beli gundam, masa mau beli lagi?"

Aku tertawa, padahal untuk beli mainan Rendra tentu saja sudah ada.

Rendra Aghilaksmana.

Baguskan namanya?

Anakku ini tumbuh menjadi bocah yang super pengertian. Karena kesibukanku dia kerap ku titipkan ke Kalya kalau mbok Jah sudah terlanjur pulang ke rumahnya.

Rendra nyaris tidak penah mengeluh.

Di sekolahnya juga dia tidak banyak ulah, disaat semua rewel ingin ditunggui Rendra dengan sikap lucunya berkata, 'Rendra takut, tapi kata Mama Rendra harus jadi anak pemberani kan?'

Dan itu kuingat sampai sekarang.

Rendra yang ku sayangi.

"Kemarin gambar Rendra masuk ke mading sekolah lho, minta hadiah apa?"

Aku masih berusaha membujuknya.

"Nggak Bun, Rendra jalan-jalan aja. Ajak Tante Kal juga boleh,"

"Yah... padahal bunda mau berdua." Aku pura-pura merajuk.
Rendra tersenyum saja.

Dia mengangsurkan roti panggang yg super kriuk kepadaku, aku memakannya saja, agak pahit sih, tapi mengapresiasi anak itu perlu.

"Bun, kemarin Rendra lihat di youtube bikin taman, kalau gundamnya ditukar beli tanaman gimana? Biar rumahnya adem,"

Memangnya selama ini panas?

Perumahan kecil begini sudah tumbuh pohon mangga saja aku bersyukur.

"Rendra mau nanam apa?" Aku bertanya alih-alih mencibir.

Ingat! Mengapresiasi anak itu penting.

"Lidah buaya, biar bisa dipakai keramas, nanti bunda gausah beli sampo lagi,"

Tawaku meledak. Rendra ini memang briliant sekali. Rambutnya yang ikal ini memang harus di shampo setiap hari. Jadi kadang-kadang dia mendengarku mengeluhkan sampo yang cepat habis.

Maafkan bunda ya Ren.

"Kalau gitu kita jalan-jalan beli tanaman dulu?" Aku bertanya sambil menggendong dia, tapi dia merengek minta turun.

Ah aku lupa, dia tidak mau digendong lagi sejak Kalya mengatakan kalau yang boleh digendong hanya anak bayi.

"Kadang-kadang Bunda berharap kamu minta digendong."

"Bunda, Rendra janji enggak lagi ngejar badut lagi." Dia membantah dengan begitu menggemaskan.

Aku mengangguk dan membiarkan saja dia lolos ke kamar.
Sehabis sarapan dia akan memilih baju yang akan digunakan untuk jalan jalan.

"Mau jalan jalan Mbak?" Mbok Jah menanyaiku dan aku mengangguk sambil menatapnya.

"Kalau begitu habis ini saya pulang?"

Betul. Mbok Jah ini orang yang ku pekerjakan untuk membersihkan rumah ini dan menjaga Rendra selama aku bekerja.

Seharusnya weekend begini dia libur, tapi kadang beliau yang sudah ku anggap seperti sodara sendiri malah datang, khawatir aku terlalu sibuk seperti yang sering terjadi.

Ingat, aku bukan pengangguran.

"Kecuali Mbok Jah mau ikut kami pergi beli lidah buaya," selorohku sambil membereskan dapur.

Kebiasaan Rendra adalah lupa menaruh bekas gelasnya ke wastafel. Sudah berkali-kali ku ingatkan tapi dia selalu lupa.

Mbok Jah hanya tertawa, ia tentu tahu aku hanya basa-basi saja.

"Lain kali kalau weekend libur saja Mbok, kalau butuh bantuan saya pasti telfon kok," aku mulai menasehati.

Bukan berarti aku tidak mampu memberi uang lembur untuk Mbok Jah. Cuma begini, aku tidak buta, aku tahu daripada datang ke mari lebih baik istirahat dirumah saja.

"Mbak Sidna seperti sama siapa. Gapapa mbak, coba tadi kalau Mbok enggak ke sini, Rendra bikin sarapan sama siapa?"

Ok, aku memang lalai karena bangun kesiangan. Tapi ini tidak setiap hari 'kan?

Aku tersipu, tapi dengan senyum lebar dimukaku, ku tepuk pelan pundak Mbok Jah.

"Sebenarnya ada meeting jam dua nanti, tapi yah... Rendra bisa nangis kalau batal jalan-jalan kan? Mbok harus tahu, dia bahkan tidak mau beli gundam baru, kenapa ya?"

"Kemarin dia bilang kalau mau beli jam tangan buat bundanya, setelah mbok tanya uangnya mana dia malah bingung dan tanya ditukar pakai gundam bisa?"

Aku terdiam, ada apa sampai Rendra ingin beli jam tangan untukku? Jangan-jangan karena dia lihat Kalya pamer jam tangan baru oleh-oleh suaminya dari Swiss? Pasti karena itu.

"Bunda... Ayo mandi."

Rengekan Rendra meletuskan balon pemikiranku.

SIDE TO SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang