"Kondisi Kalya terlalu lemah," ucap dokter Otto.
Aku mengangguk dan berusaha tersenyum, aku sudah sering mendengar ini. Tapi untuk sekarang, bukan ini yang aku pikirkan.
Aku ...
"Bunda!" jeritan Rendra mengejutkanku.
Bahkan, dokter Otto menatapku heran.
"Bunda daritadi dipanggil diem aja, aku mau ke taman ya, cari Daddy,"
Aku yang masih linglung mengangguk. Dokter Otto yang masih tertingal diruangan mengangusrkan air minum kepadaku, "Minum dulu, kamu mikir apa?"
Aku menggeleng, setelah meminum airnya, baru aku menjawab, "Kalya gimana?"
"Seperti biasa, kuretase."
Dokter Otto menjawa simpel, namun matanya tetap saja menembus kepalaku.
Ah, orangtua ini pasti tahu aku sedang kalut akan sesuatu.
"Tidak masalah kalau tidak mau mengatakannya, tapi Sid, sejauh yang aku tahu, kamu gemar melakukan hal bodoh ketika sedang terhimpit. Ingat ya, kamu sudah punya Rendra."
"Aku tahu." Aku mengelak, enggan meberitahu yang sebenarnya aku pikirkan, lagipula, dia tidak perlu tahu maalahku kan?
Dokter Otto mengangguk dengan gestur sarkas.
"Dok," aku memangil ragu, hingga dokter tua ini menoleh, raut mukanya sebenarnya cemas. Aku curiga, dia cemas karenaku atau karena kondisi Kalya yang sangat tidak baik?
Bagaimanapun Kalya tetaplaha manusai yg berjasa besar dalam hidupku.
"Kalya ... "
Mendengar nama Kalya disebut spontan dokter ini berdecak, " Aku tidak tahu lagi, dia seperti anomali. Ingin punya momongan tapi tetap hobi minum alkohol. Awalnya, aku kira satu diantara kalian ada satu yang waras, ternyata dua-duanya sama saja."
Aku mendengarkan, entah siapa yang dikira waras oleh dokter Otto, mungkin aku.
"Jadi, Kalya minum lagi?"
"Suaminya bilang begitu. Kamu benar-benar tidak tahu apa yang terjadi diantara mereka berdua?"
Ini kenapa jadi aku yang diwawancarai? Rendra kemana sih? Coba saja Rendra disini, pasti dokter Otto lebih menata gaya bicaranya.
"Dok, aku bukan Tuhan, jadi tidak tahu."
Dokter Otto diam, dimemilih meminum air miliknya sendiri, mungkin kesal atau mungkin capek marah-marah. Kami saling diam, sunyi merebut tempat disini, sementara pikiranku traveling lagi.
Aku bimbang, kalau aku tanyakan, nanti muncul rasa curiga. Kalau tidak aku tanyakan sekarang, aku takut dokter Otto lupa jawabannya.
"Tadi kenapa ada pria kesini? Konsultasi?"
Dokter Otto yang sibuk membaca pesan di gawainya hanya mengguman, isyarat mengiyakan. Aku tidak menyerah. "Kasusnya apa dok?"
Kali ini dokter Otto menoleh, melihatku dengan terang-terangan.
"Tidak biasanya kamu perduli. Ada apa Sidna? Baru pertama kali melihat pria masuk ruanganku?"
Dokter Otto terdengar sarkas dan aku Dengan cepat menggeleng, " Tidak. Hanya ingin tahu saja."
Aku mengelak, tentu saja aku sangat ingin tahu, tapi tidak mau mengaku.
Beliau mengangguk, "Baik, aku sebetulnya masih ingin mengorol bersamamu Sid, tapi aku harus segera menangani operasi, lain kali disambung ya. Ah, lupakanlah masalahmu sejenak, Kalya butuh kamu disampingnya."
Aku mengangguk, aku memang akan menemaninya. Sudah ku bilang kan, bagaimanapun, Kalya tetap orang yang ada dimasa sulitku, mana mungkin aku tega meninggalkannya sekarang.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE TO SIDE
RomansaAku, Sidna Minara. Bukan Janda, karena aku tidak pernah menikah. Bukan Nona, karena aku sudah punya anak. Semua baik-baik saja, kalau hari itu, anakku, tidak bertemu dengam boneka kutukan bernama Annabella!