Sahabat Terbaik

225 21 0
                                        

Kami sedang berada di taman belakang, saat Kalya masuk dan membuat heboh keadaan. 

"Kok nggak ngabarin Mommy sih, kalau mau berkebun bareng?" jeritannya memuakkan. 

Oh iya, ngomong-ngomong, Kalya mempunyai kunci cadangan rumahku, jadi dia bisa dengan bebas keluar masuk rumah, karena dia juga sering membantuku menjaga Rendra. Saat kamu sudah menjadi ibu, ranah pribadi kadang memang tidak ada harganya. Seperti sekarang ini, Kalya langsung menginvansi semuanya. Pot, tanah, lidah buaya, hingga Rendra. 

Aku tahu, aku seharusnya tidak perlu meributkan semuanya, tapi tetap saja kan.

"Ini kan weekend." Aku berkilah, sebetulya aku enggan menggangu dia dengan suaminya. Dengar sendiri kan kemarin Rendra berkata kalau Daddynya tidak suka kalau Mommynya nongkrong lama-lama. 

"Weekend apa yang melototin laptop terus sih? Mending gw kabur kesini kan."

Dia kali ini pandai beralasan. Aku yakin, Kalya akan pergi habis maghrib ini. Ke Diskotik. Memang kemana lagi? Hobinya sejak dulu tidak berubah meski usia sudah tak mudah diajak bergoyang sambil sempoyongan. 

Aku memilih diam, paling nanti jam dua dini hari dia kesasar kesini. Untuk muntah kemudian teler, meracau, lalu tidur sampai pukul lima pagi suaminya akan menjemput Kalya, lantas mereka pergi.

"Aku buatin Ocha ya." aku berpamitan ke arah dapur. Rendra sudah sibuk membereskan semuanya, tampaknya dia juga terganggu dengan kedatangan Kalya, buktinya tidak ada ciuman manis yang dia berikan kepada Mommynya itu. 

"Bunda, Rendra mau susu coklat." teriak dia saat melihat siluetku beranjak ke dapur. Aku hanya menjawab iya sebagai pertanda aku mematuhinya. 

Ku keluarkan cemilan dan minuman yang sudah ku buat ke meja santai di belakang. Kalya sudah fokus ke gawai pipihnya. Dia tampak senang, karena ku dengar dia tertawa. 

"Ada kabar baik?" aku memulai perbincangan. 

Rendra sudah menyingkir, menggambar di depan akuarium mini milik kami. 

"Banyak. Mau dengar yang mana dulu?" 

Kalya memang ceria, beda denganku yang cenderung serius dan terlalu lurus. 

"Yang paling tidak menyenangkan dulu."

Dia melotot mendengar jawabanku. 

"Lo aneh ah." gerutu dia. 

Iya, aku aneh. Tapi inilah aku. 

"Jadi cerita enggak?" aku bertanya lagi, pura-pura memasang wajah malas. Biasanya kalau sudah begini dia jadi tertantang untuk cerita, meski jatuhnya dilebih-lebihkan. 

Ingatkan? Aku Utara, Kalya Selatan. 

"Bobby rekan kerja gw, ngajak gw photoshot di Juta. OMG Juta Sid... Lo taukan model di Juta pasti bayarannya gede lah." 

Demi Tuhan, aku enggak tahu. 

"Tidak menyenangkannya dimana?" aku bertanya segera, kalau dari kalimat Kalya, jelas saja semua terdengar menguntungkan. 

"Si Kampret enggak akan ngebolehin lah." terang dia, tampak marah. Lalu memasang raut bahagia lagi. Kal memang memanggil suaminya seperti itu.

"Ok, sekarang kabar paling tidak bahagia level berapa?" aku mendengarkan sabar. Tidak ingin lama-lama membahas suaminya. Selain serba salah, aku juga bingung menanggapi seperti apa.

"Ini baru gw kasih tahu ke lo. Jangan bilang siapa-siapa ya." 

Yaiyalah, memangnya mau ku sebarkan ke siapa? Suaminya? Ngaco!

Aku menangguk segera, sebelum jiwa sok rahasianya menjadi kesal. 

"Gw ... " jeda sejenak, dia sibuk mengeluarkan sesuatu dari tas nya. 

"Jeng jeng jeng ... " dia menaruh dua benda mirip stik es krim di meja. 

Aku menyerngit, ini artinya ... 

"Gw belum cek ke dokter, tapi lihat deh Sid, gw hamil! Akhirnya ... Rendra bakal punya adik." dia menjerit saking senangnya. Hingga Rendra yang tadi diam saja, menghampiriku, menghampiri kami, dan bertanya ada apa?

"Enggak kok, ini cuman Tante Kal cerita aja, kamu lanjutin gambarnya, maaf ya berisik, kami janji nggak berisik lagi." ucapku, lalu dia beranjak pergi. 

"Pokoknya temenin gw ke dokter besok ya." Kalya masih semangat bercerita. 

Aku hanya diam, aku dan dokter kandungan tentu saja bukan teman akrab. Disaat begini aku hanya berharap tidak pernah ada persahabatan diantara kita. Antara aku dan Kalya. Kalian mengerti 'kan? 

"Harus aku?" satu-satunya jawaban paling baik yang ku mampu ku ucapkan hanyalah ini. 

Dia berdecak, "Si Kolot itu bisa-bisa menjelma makin galak kalau gw ngasih taunya sekarang."

Masuk akal. Ini memang bukan kehamilan pertama Kalya, tapi sejauh ini, belum ada siapapun yang dikatakan Kalya bisa disebut sebagai adik Rendra.

"Lihat jadwalku ya." aku menjawab penuh diplomasi. Dia lagi-lagi berdecak. Kelihatan sekali kalau raut wajahnya kesal. Gawat. Jawabanku salah ya? 

"Sore deh, habis ngantor." ralatku segera dan seketika dia memelukku. 

"Ah ... Sidna, lo emang sahabat terbaik gw."  

SIDE TO SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang